Kamis, 24 April 2008

Piring kayu dan gelas kayu

-----Original Message-----

From: Susie [mailto:iso@pacificmedan.com]

Sent: Friday, April 18, 2008 10:30 AM

To: @mail.bankakita.co.id

Subject: Piring Kayu & Gelas Bambu

 

Piring Kayu & Gelas Bambu

 

SEORANG lelaki tua yang baru ditinggal mati isterinya tinggal

bersama anaknya, Arwan dan menantu perempuannya, Rina, serta

cucunya, Viva yang baru berusia enam tahun. Keadaan lelaki

tua itu sudah uzur, jari-jemarinya senantiasa gemetar dan

pandangannya semakin hari semakin buram.

 

Malam pertama pindah ke rumah anaknya, mereka makan malam

bersama. Lelaki tua itu merasa kurang nyaman menikmati

hidangan di meja makan. Dia merasa amat canggung menggunakan

sendok dan garpu. Selama ini dia gemar bersila, tapi di rumah

anaknya dia tiada pilihan. Cukup sukar dirasakannya, sehingga

seringkali makanan tersebut tumpah. Sebenarnya dia merasa

malu seperti itu di depan anak menantu, tetapi dia gagal

menahannya. Oleh karena kerap sekali dilirik menantu, selera

makannyapun hilang. Dan tatkala dia memegang gelas minuman,

pegangannya terlepas. Praaaaaannnnngggggg !! Bertaburanlah

serpihan gelas di lantai.

 

Pak tua menjadi serba salah. Dia bangun, mencoba memungut

serpihan gelas itu, tapi Arwan melarangnya. Rina cemberut,

mukanya masam. Viva merasa kasihan melihat kakeknya, tapi dia

hanya dapat melihat untuk kemudian meneruskan makannya.

 

"Esok ayah tak boleh makan bersama kita," Viva mendengar

ibunya berkata pada kakeknya, ketika kakeknya beranjak masuk

ke dalam kamar. Arwan hanya membisu. Sempat anak kecil itu

memandang tajam ke dalam mata ayahnya.

 

Demi memenuhi tuntutan Rina, Arwan membelikan sebuah meja

kecil yang rendah, lalu diletakkan di sudut ruang makan. Di

situlah ayahnya menikmati hidangan sendirian, sedangkan anak

menantunya makan di meja makan. Viva juga dilarang apabila

dia merengek ingin makan bersama kakeknya.

 

Air mata lelaki tua meleleh mengenang nasibnya diperlakukan

demikian. Ketika itu dia teringat kampung halaman yang

ditinggalkan. Dia terkenang arwah isterinya. Lalu

perlahan-lahan dia berbisik: "Miah... buruk benar layanan anak kita

pada abang."

 

Sejak itu, lelaki tua merasa tidak betah tinggal di situ.

Setiap hari dia dihardik karena menumpahkan sisa makanan. Dia

diperlakukan seperti budak. Pernah dia terpikir untuk lari

dari situ, tetapi begitu dia teringat cucunya, dia pun menahan

diri. Dia tidak mau melukai hati cucunya. Biarlah dia

menahan diri dicaci dan dihina anak menantu.

 

Suatu malam, Viva terperanjat melihat kakeknya makan

menggunakan piring kayu, begitu juga gelas minuman yang dibuat

dari bambu. Dia mencoba mengingat-ingat, di manakah dia

pernah melihat piring seperti itu. "Oh! Ya..." bisiknya.

Viva teringat, semasa berkunjung ke rumah sahabat papanya dia

melihat tuan rumah itu memberi makan kucing-kucing mereka

menggunakan piring yang sama!

 

"Tak akan ada lagi yang pecah, kalau tidak begitu, nanti habis

piring dan mangkuk ibu," kata Rina apabila anaknya bertanya.

 

Waktu terus berlalu. Walaupun makanan berserakan setiap kali

waktu makan, tiada lagi piring atau gelas yang pecah. Apabila

Viva memandang kakeknya yang sedang menyuap makanan,

kedua-duanya hanya berbalas senyum.

 

Seminggu kemudian, sewaktu pulang bekerja, Arwan dan Rina

terperanjat melihat anak mereka sedang bermain dengan

kepingan-kepingan kayu. Viva seperti sedang membuat sesuatu.

Ada palu, gergaji dan pisau di sisinya. "Sedang membuat apa

sayang? Berbahaya main benda-benda seperti ini," kata Arwan

menegur manja anaknya. Dia sedikit heran bagaimana anaknya

dapat mengeluarkan peralatan itu, padahal ia menyimpannya di dalam

gudang.

 

"Mau bikin piring, mangkuk dan gelas untuk Ayah dan Ibu.

Bila Viva besar nanti, supaya tak susah mencarinya, tak usah

ke pasar beli piring seperti untuk Kakek," kata Viva.

 

Begitu mendengar jawaban anaknya, Arwan terkejut. Perasaan

Rina terusik. Kelopak mata kedua-duanya basah. Jawaban Viva

menusuk seluruh jantung, terasa seperti diiiris pisau.

Mereka tersentak, selama ini mereka telah berbuat salah !

 

Malam itu Arwan menuntun tangan ayahnya ke meja makan. Rina

menyendokkan nasi dan menuangkan minuman ke dalam gelas. Nasi

yang tumpah tidak dihiraukan lagi. Viva beberapa kali

memandang ibunya, kemudian ayah dan terakhir wajah kakeknya.

Dia tidak bertanya, cuma tersenyum saja, bahagia dapat duduk

bersebelahan lagi dengan kakeknya di meja makan. Lelaki tua

itu juga tidak tahu kenapa anak menantunya tiba-tiba berubah.

 

"Esok Viva mau buang piring kayu dan gelas bambu itu" kata

Viva pada ayahnya setelah selesai makan. Arwan hanya

mengangguk, tetapi dadanya masih terasa sesak.

 

MORAL OF THE STORY - Hargailah kasih sayang kedua orang tua

kita. Bapak Ibu kita hanya satu, setelah meninggal tidak akan

ada pengganti. Jadi, berbaktilah kepada mereka selagi hidup !

Tidak ada komentar: