Minggu, 01 April 2012

Mempertanyakan Ulang Kenaikan Harga BBM


Mempertanyakan Ulang Kenaikan Harga BBM
*Dimuat pada Harian Tribun Jabar Rabu 28 Maret 2012

Rencana pemerintah untuk menaikkan harga BBM semakin bulat. Pada sisi lainnya, rencana ini semakin mendapat tentangan dari berbagai kalangan masyarakat. Para buruh, mahasiswa, dan organisasi masyarakat lainnya saling menguatkan untuk membangun opini terkait penolakan ini. Begitu juga dengan pemerintah yang selalu membangunan opini seakan-akan kenaikan harga BBM ini merupakan solusi terbaik yang harus dilakukan. Pada akhirnya media-mediapun terdistraksi pada dua kutub: menolak kenaikan harga BBM 1 April 2012 ini atau mendukung kenaikan BBM 1 April 2012 ini.

Saya hanya ingin membahas beberapa hal terkait dengan kenaikan BBM ini. Hal pertama mengenai alasan pemerintah untuk menaikkan harga BBM dan bantahan yang bisa diberikan. Hal kedua mengenai antisipasi dampak kenaikan harga BBM.


Mempertanyakan alasan

Alasan yang selalu dikemukakan pemerintah untuk menaikkan harga BBM kali ini mengerucut pada tiga hal. Pertama, Indonesia adalah negara yang tidak kaya minyak, dan net importer minyak. Sehingga mau tidak mau negara kita harus mengikuti gejolak harga minyak di pasar dunia. Kedua, kondisi naiknya harga minyak dunia dan memanasnya konflik Selat Hormuz membawa kekhawatiran bahwa subsidi BBM akan membangkak dan semakin membebani APBN. Ketiga, subsidi BBM yang dilakukan selama ini tidak tepat sasaran.

Alasan pertama memang benar adanya. Negara kita adalah negara yang tidak kaya minyak, namun hal itu jika dibandingkan dengan negara-negara timur tengah, China, dan beberapa negara amerika latin. Jika pembandingnya adalah Australia, Brunei Darussalam, Malaysia, India, Thailand, dan Vietnam, Indonesia termasuk negara yang kaya minyak, apalagi ketika lifting minyak negara kita sempat mencapai 1,6 juta barrel per hari. Meskipun kondisi sekarang lifting minyak kita berkisar 930 ribu barrel per hari, angka ini masih lebih tinggi dibandingkan lifting minyak di negara-negara tersebut.

Namun, angka rata-rata 930 ribu barrel per hari ini juga perlu dipertanyakan. Pertanyaan pertama adalah mengapa angka produksi rata-rata minyak kita menurun sejak diberlakukannya UU No. 22 Tahun 2001 (UU Migas)? Pertanyaan kedua adalah apakah angka 930 ribu barrel per hari ini sudah mewakili kondisi nyata di lapangan? Sedangkan telah ditemukan sejumlah penyelewengan di lapangan dalam hal pelaporan aktivitas eksploitasi migas, seperti jumlah sumur yang dieksploitasi lebih banyak daripada data yang dilaporkan, kapasitas produksi minyak yang juga lebih besar daripada yang dilaporkan, dan sejumlah penyimpangan lain. Inilah pertanyaan untuk alasan pertama yang harus segera dijawab dengan tindakan yang juga jelas.

Alasan kedua terkait dengan membengkaknya subsidi BBM jika harga minyak dunia naik adalah benar adanya. Sebagai contoh, hal ini terjadi pada kenaikan hebat harga minyak dunia tahun 2008 yang menembus angka 120 dollar per barrel. Namun, informasi ini tidak boleh disampaikan secara parsial. Walaupun negara kita adalah net importer minyak, di satu sisi kita juga eksportir minyak. Tepatnya, bukan pemerintah kita yang mempunyai kuasa penentuan ekspor, namun perusahaan-perusahaan asing yang mengelola blok-blok migas kita. Hal ini dimungkinkan karena perusahaan swasta asing mempunyai hak atas 40% migas yang dieksploitasi dari perut bumi kita. Hak ini dijamin lewat skenario Production Sharing Contract (PSC), dimana negara membayar cost recovery kepada perusahaan swasta asing yang beroperasi.

Ketika harga minyak dunia naik, perusahaan asing yang mengekspor minyak dari perut bumi Indonesia ini juga mendapat penghasilan yang besar. Kondisi ini semakin didukung oleh fakta bahwa sejak tahun 2007 harga jual minyak dari bumi Indonesia (ICP) lebih tinggi dari rata-rata harga minyak dunia. Sehingga, pendapatan negara dari perusahaan swasta asing ini (dalam bentuk pajak dan bukan pajak) juga semakin meningkat. Jadi, meskipun kenaikan harga minyak dunia menyebabkan subsidi energi membengkak, pendapatan negara dari sektor migas juga meningkat drastis. Sebagai bukti, tahun 2008 ketika harga minyak dunia meningkat tajam, subsidi energi membengkak hingga Rp 223 triliun. Namun di lain sisi, pendapatan pajak dan bukan pajak negara dari migas juga meningkat hingga Rp 288 triliun.

Alasan ketiga terkait dengan subsidi yang tidak tepat sasaran. Hal ini benar sekali adanya. Menurut Kementerian ESDM, 53% BBM bersubsidi dinikmati oleh kendaraan roda empat pribadi, 40% oleh motor, 4% oleh mobil barang, dan 3% oleh angkutan umum. Akan tetapi hal ini sama sekali bukan alasan untuk menaikkan harga BBM, karena dengan menaikkan harga BBM, yang paling terkena imbasnya justru rakyat miskin, hampir miskin, dan menengah yang jika dijumlah bisa mencapai lebih dari setengah penduduk Indonesia. Imbas ini jelas tidak hanya berkaitan dengan kenaikan harga BBM saja, namun kenaikan harga bahan-bahan pokok dan barang lainnya. Kesalahan besar jika karena alasan subsidi tidak tepat sasaran, lantas mengurangi subsidi untuk semua golongan masyarakat.

Jika memang kebijakan teknis di lapangan sangat sulit untuk mengatur agar subsidi BBM tepat sasaran, pemerintah seharusnya bisa menggunakan opsi lain. Beberapa opsi yang bisa diterapkan adalah peningkatan pajak penghasilan perorangan untuk masyarakat yang pendapatan per bulannya tinggi. Cara lainnya adalah pemberlakuan pajak progresif untuk kendaraan roda empat mewah dan kendaraan roda empat yang kedua. Hal ini jelas lebih bisa disiasati secara teknis lapangan ketimbang mencari-cari cara agar subsidi BBM tepat sasaran. Namun, hal yang kembali dipertanyakan adalah, mengapa pemerintah tetap bersikeras menaikkan harga BBM?

Pikirkan ulang

Alasan yang disampaikan pemerintah yang setengah-setengah, banyaknya kebohongan, penyelewengan, dan manipulasi perhitungan semakin menggambarkan bahwa kebijakan menaikkan harga BBM ini bukanlah kebijakan yang matang. Padahal dalam diskusi-diskusi yang dilakukan, banyak sekali alternatif lain untuk menyelamatkan APBN tanpa harus mengurangi subsidi BBM. Seperti membenahi kebocoran anggaran, moratorium utang negara, meningkatkan pajak bagi orang yang kaya, dan melakukan renegosiasi kontrak migas agar pendapatan yang diterima negara semakin besar. Selain itu, pemerintah juga harus mengetatkan anggaran dan menghindari pengeluaran-pengeluaran yang menurut UUD 1945 tidak lebih penting daripada energi. Apabila pemerintah mengurangi subsidi BBM tanpa terlebih dahulu menyelesaikan permasalahan-permasalahan ini, itu tandanya pemerintah manja dan terlebih dahulu mengorbankan masyarakat sebelum melakukan usaha yang keras untuk membenahi internalnya. Menurut saya, hal ini sangat ironis.

Tidak hanya itu, rencana pengalihan penghematan dari subsidi inipun sangat tidak cukup untuk menjawab kegelisahan masyarakat dan beratnya kemampuan dalam menjangkau harga barang yang semakin melambung tinggi. Pemerintah mengklaim menyiapkan skema BLSM, subsidi untuk pemilik angkutan umum, dan menyiapkan beras untuk rakyat miskin sebagai kompensasi kenaikan BBM. Jika melihat betapa buruknya penyaluran BLT tahun 2009 dan potensi penyelewengan yang ada, sepatutnya kita pesimis bahwa skema ini dapat menjamin daya beli masyarakat, pun ini hanya sementara. Sedangkan subsidi untuk pemilik angkutan umum juga merupakan langkah yang tidak tepat sasaran, karena hal ini tidak dapat menjamin tarif angkutan umum tidak akan naik. Sementara raskin sebenarnya sudah ada anggarannya tiap tahun, masuk ke dalam kategori program pengentasan kemiskinan, sehingga ini bukan kompensasi, namun program rutin tahunan yang dikamuflasekan sebagai kompensasi.

Oleh karena itu, dengan kondisi sekarang ini, pemerintah wajib untuk memikirkan ulang rencananya untuk menaikkan harga BBM. Cukuplah ancaman 8.000 orang berdemonstrasi menggambarkan betapa gelisah dan beratnya masyarakat dalam menanggung beban ekonomi dan psikologis atas naiknya harga BBM. Sementara itu, untuk masyarakat dan mahasiswa, mari kita sama-sama bersatu untuk menuntut agar pemerintah membatalkan kenaikan harga BBM ini dengan cara-cara yang baik dan tidak melanggar undang-undang. Mari kita menyatakan pendapat dan berdemonstrasi secara tertib tanpa tindakan anarkis. Jangan lupa juga berdoa agar Allah yang Maha Kuasa segera membukakan hati pemimpin kita, dan segera mengirimkan kita pemimpin yang adil dan membawa kesejahteraan bagi rakyatnya.

***

Penulis adalah Menteri Koordinator Bidang Eksternal Keluarga Mahasiswa (KM) ITB.

Ramadhani Pratama Guna
Jalan Tubagus Ismail XVII No. 57, Bandung
dhani_aja_lah@yahoo.com
085691053532
http://pratamaguna.blogspot.com

Tidak ada komentar: