Selasa, 06 Januari 2009

Baiti Jannati, Aliyi Jannati [2]

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”

 

Berangkat dari ayat tersebut, marilah kita mulai membahas lebih jauh tentang da’wah pada keluarga. Seperti yang telah dijelaskan di postingan sebelumnya, bahwa dakwah keluarga memegang peranan penting, untuk itulah, mari kita coba membahas tentang dakwah kelurga, kita mulai dengan mengupas urgensi dakwah keluarga. Dari materi-materi dan referensi yang pernah dibaca, da’wah keluarga mempunyai urgensi sebagai berikut:

 

1.       Da’wah pada kelurga adalah tahap awal (bukan pertama, tapi di awal) dalam membentuk peradaban islami. Said Hawwa pernah memberi penjelasan tentang surat at-Tahrim ayat 6 (yang diposting sebelumnya), bahwa ketika kita ingin membangun peradaban islami, maka mulailah mengislamikan diri kita sendiri, kemudian tularkan ke keluarga kita sendiri, Ibda’ binnafsik, ibda’ bi ahlik.

 

2.       Turut membantu menyuplai manusia yang berafiliasi terhadap Islam. Saat ini, terutama di Indonesia, ummat Islam boleh dikatakan menguasai negara ini. Sebagai contoh, presiden yang dari ummat Islam, menteri-menteri, pengusaha terkaya (bahkan se-Asia Tenggara) beragama Islam, dsb. Akan tetapi, tidak banyak dari mereka (dan mungkin kita) yang berafiliasi terhadap Islam, dimana ia care terhadap masalah ummat Islam Indonesia, dan turut membantu menyelesaiakan masalah tersebut. Begitu juga dengan keluarga yang berafiliasi terhadap Islam.

 

3.       Memiliki tenaga dan energi yang besar dalam berda’wah dan lenyapnya hambatan dari orang terdekat. Hal ini telah jelas, jikalau keluarga para da’i juga sudah faham akan seluk-beluk da’wah dan Islam, akan mudah bagi mereka untuk mengizinkan putra-putra mereka untuk sekedar pulang malam, syuro bolak-balik, tidak pulang-pulang (bagi yang merantau), dsb selama hal itu untuk kemajuan da’wah. Apabila, pun seandainya, seorang da’i tersebut ingin pulang (misal pada saat libur semester), maka energi-nya untuk tetap berda’wah tidak akan surut karena dorongan dari keluarga.

 

Tidak ada komentar: