Pemimpin,
sebuah kata yang sering kali kita dengar dalam sebuah
komunitas, perhimpunan, organisasi, atau sebuah lembaga, ataupun sebuah pergerakan. Dalam setiap
perkumpulan tersebut, pastilah yang pertama kali disorot adalah seorang pemimpin. Bagaimana watak seorang pemimpin sewaktu ia
memimpin, dan bagaimana kinerja dan karya yang ia hasilkan sebagai
seorang pemimpin.
Bagaimana
seorang Soekarno memimpin negara Indonesia hingga terangkat di mata dunia
dengan kontribusinya terhadap dunia, bagaimana pula seorang Mahmoud Ahmadinejjad menggerakkan rakyatnya untuk menentang tirani AS, bagaimana seorang Hugo Chavez dengan tegas mengusir
Duta Besar Israel saat
Israel sedang asiknya membombardir Palestina, dan bagaimana seorang
Rasulullah masih sangat dikagumi dan difanatikkan oleh sebagian besar ummat
Muslim di jagad ini, sehingga berabad-abad
lamanya setelah beliau meninggal, kaum Muslim masih konsisten menjalankan risalahnya.
Seorang
pemimpin adalah seorang penuntun, pembimbing. Bahkan KBBI-pun mengartikan
seorang pemimpin sebagai penunjuk jalan, atau pembimbing.
Seorang pemimpin adalah seorang yang menuntun sesuatu yang ia pimpin
untuk mencapai sebuah tujuan yang telah ditetapkan pada awalnya. Entah
apakah tujuan itu benar atau
salah, baik atau buruk, ataukah
cara mencapai
tujuannya yang benar atau salah, baik
atau buruk.
Agar dipatuhi dan diikuti
oleh yang dibimbing, seorang pemimpin haruslah mempunyai source of power, dalam
artian, sumber kekuatan yang akan membantunya dalam mengarahkan yang dibimbing untuk bergerak mecapai sebuah tujuan.
French dan Raven (1959) mengemukakan bahwa seorang pemimpin
harus mempunyai
1.
Expert
Power, yaitu sebuah
kekuatan berbasis expert (keahlian,
keterampilan). Ini telah jelas, seorang
pemimpin haruslah ahli dan menguasai
apa yang ia
pimpin, paham akan apa yang ia
pimpin, dan mengerti filosofi apa yang ia pimpin.
Hal inipun diiyakan oleh Jeffrey
K. Liker (2004), seorang pengarang buku terkenal dalam bidang manajemen, The Toyota Way. Seorang pemimpin haruslah
expert seminimalnya dalam bidang
manajemen. Seorang pemimpin organisasi kemanusiaan, haruslah paham tentang
antropologi dan sosiologi manusia, seorang pemimpin pabrik manufaktur haruslah
punya pengetahuan yang luas tentang manufaktur, permesinan, biaya, operasi,
dsb. Seorang dosen haruslah lebih luas pemahaman ilmunya daripada mahasiswanya.
Kesemua itu dibutuhkan untuk
kekuatan menggerakkan, sehingga menumbulkan kepercayaan dan kewibawaan
tersendiri dari yang dipimpin kepada yang memimpin. Rasulullah sebagai pembawa
risalah Islampun sangatlah ahli dalam hal keIslaman, saat memimpin perangpun
beliau ahli dalam mengatur strategi, dalam memimpin pemerintahan apalagi, dan
dalam memimpin keluargapun ia ahli. Oleh karena itu, prinsip the right man on the right place sangat
relevan untuk seorang pemimpin.
2.
Referent Power, yaitu sebuah rasa kesukaan yang
dipimpin kepada yang memimpin. Ridwansyah Yusuf Achmad pernah berkata “anda bisa mencintai seseorang tanpa
memimpinnya. akan tetapi anda tidak bisa memimpin seseorang tanpa mencintainya.”
Mencintai apa yang dipimpin sangat diperlukan agar yang dipimpin-pun merasa
suka dengan yang memimpinnya. Rasulullah adalah seorang pemimpin yang sangat
mencintai yang dipimpinnya, ummati...
ummati... ia sebutkan berulang kali bahkan hingga ajal menjemputnya.
Selain mencintai apa yang
dipimpin, untuk dapat disukai oleh yang dipimpin, seorang pemimpin juga perlu
menghindari virus-virus sosial. Anis Matta (2009) dalam bukunya, Delapan Mata Air Kecemerlangan
mengemukakan bahwa seorang pemimpin harus bisa berintegrasi sosial dan mencapai
kematangan pribadi, serta menghindari virus-virus sosial, yaitu angkuh, dendam,
narsis, kasar (menyakiti orang lain), kikir, penakut, dan minder.
3.
Legitimate Power, yaitu kekuatan yang berbasis legitimasi.
Seorang pemimpin yang terpilih berdasarkan legitimasi kuat akan dengan mudah
menggerakkan yang dipimpinnya. Contoh legitimasi adalah presiden, ketua
himpunan, direktur utama, dsb. Akan lebih ber-power jika memang yang memilih seorang pemimpin tersebut banyak dan
dalam skala masif. Ini akan semakin memperkuat pondasi kekokohan seorang
pemimpin di mata yang dipimpinnya.
Rasulullah diangkat terlebih
dahulu oleh Allah menjadi seorang Rasul, barulah ia memimpin manusia untuk
menuju risalahnya. Mungkin tidak bisa dibayangkan jika saat itu Rasul adalah
orang biasa saja yang mengajak manusia untuk syahadat. Akan tetapi, itulah kekuatan dari sebuah legitimasi.
4.
Reward Power, yaitu kemampuan seorang pemimpin
untuk menghargai yang dipimpinnya, memotivasinya untuk kemudian membangkitkan
kinerjanya. Allah melalui Rasulullah (dalam Alquran) menjanjikan reward besar
berupa surga yang indahnya tak pernah terbayangkan sebelumnya oleh manusia
kepada orang-orang Islam yang ikhlas dan menjunjung tinggi risalah Islam di
muka bumi ini hingga ia mati.
Kekuatan ini juga yang digunakan
seorang dosen agar mahasiswanya tergerak untuk memahami mata kuliah yang
disampaikan dengan memberikan reward berupa nilai yang baik sesuai performance mahasiswa tersebut. Bahkan
tidak jarang dosen yang memberikan nilai lebih kepada mahasiswa yang berjuang
untuk memahami kuliahnya.
5.
Coercive Power, yaitu kekuatan yang timbul
akibat adanya tekanan dari seorang pemimpin kepada yang dipimpin. Tekanan ini
juga yang akan menggerakkan seseorang agar bergerak untuk mencapai tujuannya.
Terlepas apakah dengan tekanan ini seseorang bergerak tidak ikhlas atau tidak.
Allahpun menjanjikan neraka sebagai seburuk-buruk tempat kembali bagi seorang
kafir dan munafik dalam menjalankan kehidupan di dunia ini.
Begitu pula dengan penekanan yang
dikatakan Rasulullah dalam sebuah hadits, “...Barangsiapa yang tidak mengikuti sunnahku, maka ia bukan termasuk
golonganku.” Begitu juga dengan seorang direktur yang memotong gaji
karyawannya yang bermalas-malas dalam bekerja.
Baik Reward Power maupun Coercive
Power, berhubungan denga teori motivasi yaitu Reinforcement Theory yang
dikembangkan oleh Coch dan French (1948) setelah mengembangkan dari The law of effect karya Thorndike (1913).
Itulah basic of
source power seorang pemimpin agar dapat menggerakkan yang dipimpinnya
menuju suatu tujuan. Walaupun teori ini masih bisa dibantah kemudian, namun
teori ini masih relevan sampai saat ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar