Sabtu, 08 Agustus 2009

TUJUAN PENDIDIKAN DAN PERAN KITA

 

Bismillahirrahmaanirrahim

 

Sedikit Pengantar

 

Catatan sebelumnya dari saya lebih menekankan pada makna pendidikan (seharusnya). Review dikit ah, bahwa pendidikan itu semestinya mengembangkan, atau menumbuhkan, atau menyuburkan potensi dasar (fitrah) manusia yang dibawa sejak lahir. Tetapi, pengembangan di sini tetap harus dituntun atau diarahkan. Jadi, bukan mengubah atau mengganti, oke?

 

Manusia di satu sisi bisa menjadi subjek pendidikan dan si lain sisi bisa menjadi objek pendidikan, bahkan mungkin bisa keduanya sekaligus, yang dinamakan dengan Pendidikan Orang Dewasa (POD). POD menyatakan bahwa manusia seharusnya sadar dan mempunyai tanggung jawab untuk mengembangkan potensi-potensi dasar yang ada pada diri mereka sehingga mereka merancang sendiri metode yang dapat dilakukan, serta melakukannya untuk mereka sendiri.

 

Tahap selanjutnya adalah kita akan membahas tentang untuk apa pendidikan itu dilaksanakan? Tapi terlebih dahulu mari kita bahas mengenai hakikat penciptaan manusia, kenapa? Karena ya tadi, manusia itu merupakan subjek sekaligus objek pendidikan. Jadi, mari kita bahas tentang manusia.

 

Hakikat Penciptaan Manusia

 

Tujuan pendidikan dapat kita lihat dari tujuan penciptaan manusia secara umum. Dari berbagai agama samawi (agama yang turun dari “langit”) dan sumber referensi lain dapat disimpulkan bahwa tujuan penciptaan manusia adalah untuk mengabdi kepada Penciptanya. Ibarat, kita diciptakan karena ada sesuatu yang harus kita lakukan, dan hal yang harus kita lakukan adalah melaksanakan apa yang diinginkan Pencipta manusia. Hal ini menunjukkan bahwa kita adalah makhluk Tuhan yang menanggung amanah, atau disimpulkan mengabdi kepada Tuhan.

 

Selain makhluk Tuhan, manusia juga dijabarkan dari berbagai sisi bahasa. Manusia menurut bahasa, salah satu referensinya dapat kita temukan dalam bahasa Arab. Dalam bahasa Arab, manusia dikenal dengan tiga kata, yaitu al-insan, an-nas, dan al-basyar. Dari tiga kata ini, terdefinisilah secara jelas hakikat manusia. Pertama, kata al-insan merujuk kepada arti manusia sebagai sesuatu yang diciptakan, maksudnya adalah pemikul amanah/tanggung jawab, seperti yang telah kita bahas di atas.

 

Kedua, kata an-nas menunjukkan manusia secara jamak, atau secara golongan, atau secara ramai-ramai. Ini pertanda, bahwa manusia selain makhluk ciptaan Tuhan juga makhluk sosial, yang hidup harus saling bergolongan/beramai-ramai. Saling bahu membahu dalam rangka mewujudkan tanggung jawab yang diberikan Tuhan.

 

Ketiga, kata basyar yang berasal dari kata basyarah, yang berarti permukaan kulit, wajah, dan tubuh. Artinya, dalam makna yang luas, manusia adalah makhluk biologis. Inilah mengapa, Rasul atau pemuka-pemuka agama –yang dijunjung atau disucikan- tetap “dianggap” manusia. Karena memang, secara biologis sama dengan manusia pada umumnya. Namun, memang ada perbedaan, terutama dalam hal insaniyah, yaitu dalam hal kesadaran tanggung jawab. Kebanyakan, orang-orang yang “diagungkan” lebih utama dalam hal insaniyah, yaitu lebih sadar akan tanggung jawabnya sebagai pemikul amanah, yang kemudian insaniyah ini mengejawantah kepada an-nas dan basyar ini.

 

Dari penjabaran di atas, dapat kita simpulkan premis awal, bahwa memang tujuan pendidikan itu dalam rangka menunjang peran kita dalam ketiga hal tersebut, yaitu peran kita sebagai makhluk Tuhan, yang tidak bisa sendiri dan harus beramai-ramai dalam mengemban amanah di alam ini, sebagai tempat kita dapat menjalankannya.

 

Ki Hajar Dewantara menjabarkan tujuan pendidikan adalah untuk menjadi manusia yang sempurna, yaitu manusia yang hidup selaras dengan alam dan masyarakatnya. Kemudian, Sayid Sabiq juga mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah agar manusia menjadi anggota masyarakat yang bermanfaat, baik bagi diri maupun masyarakatnya (ummatnya).

Kesimpulannya, dapat kita pahami bahwa pendidikan yang kita lakukan bertujuan untuk menunjang diri kita/mengarahkan diri kita agar kita dapat bermanfaat bagi masyarakat dan lingkungan sekitar, serta menjaga dan memakmurkannya dalam rangka mengemban tanggung jawab yang diberikan Tuhan kepada kita. Sepakat?

 

Jadi, secara umum, Pendidikan adalah usaha yang dilakukan, baik mandiri ataupun bersama-sama dalam rangka mengembangkan, menumbuhkan, atau menyuburkan potensi dasar manusia yang dibawa saat lahir (fitrah), untuk menunjangnya agar dapat bermanfaat bagi masyarakat dan lingkungan sekitar, serta menjaga dan memakmurkannya, dalam rangka mengemban tanggung jawab yang diberikan Tuhan.

 

Peran Mahasiswa Untuk Mencapai Tujuan Pendidikan

 

Mahasiswa identik dengan peralihan dari anak-anak menjadi dewasa, bahkan sampai ke tahap dewasa. Sesuai dengan yang dijabarkan oleh Alan Rogers, bahwa dewasa adalah mempunyai kesadaran atau tanggung jawab terhadap dirinya.

 

Muhammad Hatta secara tersirat mengatakan bahwa seharusnya mahasiswa, dalam periodenya di perguruan tinggi adalah dalam rangka mengembangkan diri, ataupun mempersiapkan diri. Sehingga pada saat mereka keluar dari bangku kuliah, mereka diharapkan sudah siap untuk mengemban “amanah besar” mereka, yaitu bermanfaat bagi masyarakat dan lingkungan sekitar, dalam rangka mengemban tanggung jawab yang diberikan Tuhan.

 

Dalam masa peralihan ini (dari anak menuju dewasa), mahasiswa masih perlu “pembimbing” yang membimbing dan mengarahkan dalam rangka menumbuhkan potensi mereka. Namun, di suatu sisi, mahasiswa sebagai orang yang mulai dewasa juga seharusnya sadar akan tanggung jawabnya, sehingga setiap mahasiswa seharusnya dapat menemukan potensi diri manakah yang masih kurang dan harus mereka kembangkan untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut.

 

Pendidikan di Indonesia secara umum sudah ideal dari segi konsep, hal ini terlihat dalam UU tentang Sistem Pendidikan Nasional. Namun, dalam tataran implementasi, hal ini sangat jauh dari konsep yang dijabarkannya. Untuk itulah, ada dua peran yang dapat kita lakukan kedepannya dalam menghadapi hal ini. Pertama, perubahan yang bersifat sangat mendasar, yaitu, kita persiapkan diri kita sebagai politikus-politikus pengambil kebijakan, yang akan merubah kebijakan implementasi pendidikan Indonesia agar lebih baik. Namun, itu hal yang perlu persiapan sangat baik dan eskalasi yang jelas. Sementara menunggu itu, kita dapat melakukan langkah kedua, yaitu perubahan yang bersifat instant tapi tetap mendasar, bagaimana kita menyiasatinya. Itu tadi, kembali kepada kedewasaan kita, yaitu tanggung jawab terhadap diri kita sendiri untuk mencari yang terbaik. Itulah maksud dari continuous improvement, makna pendidikan yang hakiki.

 

 

Tidak ada komentar: