Bermimpi
Tentang Perekonomian Indonesia
Mari kita bermimpi tentang
perekonomian Indonesia. Mari kita memasang asa tentang kesejahteraan ekonomi
masyarakat. Semua kesejahteraan bermula dari sini. Bahkan ketenangan jiwapun
tidak akan tercapai jika belum tercapainya kesejahteraan ekonomi. Karl Marx
juga pernah berkata bahwa perubahan masyarakat ditentukan oleh faktor
ekonominya. Karena itulah, perekonomian merupakan hal yang penting dalam sebuah
tatanan masyarakat.
Selanjutnya, mari kita
identifikasi hal apa saja yang menjadi impian kita terhadap perekonomian
Indonesia. Konsepsi ideal perekonomian Indonesia meliputi perekonomian yang
efektif dalam pengentasan kemiskinan, pengangguran, dan kesenjangan sosial. Hal
ini juga ditopang oleh motor ekonomi berbasis sektor riil, bukan sektor moneter
yang penuh ketidakpastian. Dalam mengelolanya kita juga harus bersifat efisien,
tidak melakukan pemborosan, agar terjadi pembangunan yang berkelanjutan.
Kesemuanya itu harus juga didukung oleh peran pemerintah. Pemerintah harus
berperan aktif, agar perekonomian benar-benar berjalan dengan baik.
Pengentasan
kemiskinan, pengangguran, dan kesenjangan sosial
Semua perekonomian tentunya
bertujuan untuk mengentaskan kemiskinan dan mencapai kesejahteraan. Pengentasan
kemiskinan berjalan paralel dengan peningkatan taraf hidup masyarakat. Oleh
karena itu, threshold kemiskinan
harus semakin meningkat dari waktu ke waktu.
Untuk itu, diperlukan sebuah
ambang batas yang benar-benar sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia.
Parameternya harus komprehensif, meliputi pendapatan, pengeluaran, dan biaya
hidup rata-rata tiap daerah. Kemiskinan bukan hanya dinilai dari pendapatan per
hari, namun dilihat dari seberapa mampu seseorang memenuhi kebutuhan untuk
tetap bertahan hidup. Kebutuhan itu meliputi pangan, sandang, papan,
pendidikan, dan kesehatan. Apabila pendapatan yang ia peroleh tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar tersebut, maka ia dikategorikan miskin,
meskipun pendapatannya besar.
Barulah ketika semua masyarakat
sudah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya, peningkatan taraf hidup dapat dengan
segera dilaksanakan. Ambang batas kemiskinan pada tahap ini akan semakin
meningkat. Masyarakat yang hanya bisa memenuhi kebutuhan dasar dianggap miskin,
dan seterusnya.[1] Peningkatan
taraf hidup inilah yang semakin lama menyebabkan perubahan pada masyarakat. Kesejahteraan
dan ketenangan jiwa akan semakin meningkat seiring peningkatan taraf hidup
masyarakat. Sehingga peradaban juga akan semakin tinggi.
Pengentasan kemiskinan juga terkait
dengan tingkat pengangguran. Pengangguran dalam hal ini adalah seseorang yang
tidak berpenghasilan. Penyebab awal kemiskinan adalah tidak adanya penghasilan.
Kita tidak bisa berbicara peningkatan taraf hidup apabila masih banyak
masyarakat yang tidak berpenghasilan.
Oleh karena itu, peningkatan
lapangan pekerjaan dan iklim usaha yang baik harus tercipta demi pengentasan
kemiskinan. Investasi usaha yang minim bukan hambatan bagi penciptaan lapangan
pekerjaan. Pemerintah bisa membuat badan usaha milik negara untuk menyerap
banyak tenaga kerja. Selama sumber daya dasar suatu negara masih ada, di situ
pula badan usaha –milik negara maupun swasta– masih bisa berdiri.
Berbicara pengangguran juga
berbicara tentang keahlian dan kemampuan yang dimiliki seseorang. Untuk itu,
peningkatan kemampuan dan keahlian seseorang harus dilakukan. Hal ini bisa
dilakukan dengan pendidikan. Masyarakat harus terdidik dengan baik, secara
formal maupun informal. Oleh karena itu, aksesibilitas pendidikan harus
ditingkatkan. Sementara, ketidakmampuan masyarakat yang bersifat kosmik,
seperti kecacatan fisik, sehingga ia tidak bisa bekerja dan berpenghasilan,
negara harus menjamin kehidupannya, hingga mencapai kesejahteraan juga.[2]
Pada akhirnya, pengentasan
kemiskinan dan pengurangan pengangguran bertujuan pada pengurangan kesenjangan
sosial-ekonomi. Kesenjangan sosial ekonomi adalah keniscayaan, namun tidak
boleh ada kesenjangan yang terlampau dalam. Adanya Teori Optimalitas Paretto
dalam perekonomian, yang menyatakan bahwa 80% uang yang beredar dalam suatu
negara dikuasai hanya oleh 20% penduduknya, sementara 20% sisanya dikuasai oleh
80% penduduknya harus diminimalkan.[3]
Untuk itu, indikator perekonomian
juga harus dibuat lebih komprehensif, tidak boleh berdasarkan hal yang bersifat
material saja. Samuelson pernah berujar bahwa hal yang seperti ini tidak akan
bisa menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat dengan baik. Sehingga
pemerataan ekonomi juga tidak bisa terlaksana dengan baik. Kesejahteraan bukan
dinilai dari seberapa banyak orang yang mampu bisa mendapatkan
sebanyak-banyaknya barang, namun lebih kepada seberapa banyak orang yang bisa
memenuhi semua kebutuhannya, meskipun pendapatannya kecil.[4]
Motor ekonomi
berbasis sektor riil
Agar dicapai perekonomian yang
berjalan dengan efektif, yang dapat mengentaskan kemiskinan, mengurangi
pengangguran, dan memperkecil kesenjangan, perekonomian harus senantiasa digerakkan
oleh aktivitas-aktivitas ekonomi berskala mikro. Aktivitas-aktivitas ini
kemudian menjadi roda-roda penggerak perekonomian dalam skala yang lebih besar.
Untuk itulah, diperlukan motor ekonomi yang solid, massif, dan stabil.
Motor ekonomi yang solid adalah
perekonomian yang didasarkan pada struktur yang konkrit, dibangun atas dasar
kejelasan tentang apa yang akan diproduksi, untuk siapa memproduksi, dan
bagaimana memproduksi. Kesemua proses yang ada harus jelas, dan menghindari
adanya hal-hal yang abu-abu dan berbau spekulatif. Dengan menghindari spekulasi
dan ketidakjelasan, aktivitas-aktivitas ekonomi akan berjalan dengan stabil dan
pelaku-pelakunya diliputi ketenangan dalam menjalani tiap prosesnya.
Perekonomian juga harus berjalan
dengan massif, dalam artian sebanyak-banyaknya masyarakat harus terlibat dalam
aktivitas perekonomian. Hal ini dikarenakan aktivitas ekonomi adalah kunci
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat. Atas dasar inilah, motor
perekonomian harus dapat dijangkau oleh semua kalangan, apapun statusnya, di
manapun ia berada. Untuk itu, kita dapat berkesimpulan bahwa sektor riil-lah
yang paling dapat diandalkan agar aktivitas ekonomi dapat berjalan dengan
partisipasi sebesar-besarnya masyarakat, solid, dan stabil.
Fakta di berbagai negara telah
menunjukkan tentang bagaimana perekonomian diselamatkan karena kekuatan sektor
riilnya, baik skala besar ataupun skala mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Di
saat sektor moneter ambruk dan terombang-ambing karena keterhubungan langsungnya
dengan krisis, sektor riil dengan mulusnya tetap bergerak naik, meskipun tetap
saja ada dampak krisis. Pengembangan sektor riil merupakan syarat mutlak bagi
kestabilan dan perkembangan perekonomian suatu negara.[5]
Efisiensi proses
pengelolaan sumber daya alam untuk mewujudkan pembangunan ekonomi yang
berkelanjutan
Kesejahteraan masyarakat
merupakan hal yang paling utama. Namun yang perlu kita ingat adalah bahwa masyarakat
tidaklah dilihat dari perspektif sekarang saja. Masyarakat tentunya adalah sebuah
entitas yang berhubungan dengan rentang waktu, dahulu, sekarang, dan akan
datang. Apa yang ada sekarang pada hakikatnya adalah warisan masyarakat dahulu,
dan apa yang akan tersisa nantinya adalah warisan masyarakat sekarang kepada
masyarakat masa depan.
Proses ekonomi yang menjadikan
sumber daya sebagai input sedari
sekarang haruslah memperhitungkan akan keterbatasan sumber daya. Meskipun tidak
semua sumber daya di negara ini terbatas. Namun, sedari sekarang kita harus
arif dalam mengelola sumber daya, sehingga baik proses pengelolaannnya maupun
penggunaannya berjalan dengan efisien. Kita harus benar-benar memisahkan antara
needs dan want, dan perlahan-lahan mengurangi porsi want dalam daftar hal-hal yang akan didapatkan.
Peningkatan eksponensial dari
grafik pertumbuhan masyarakat dunia saat ini menuntut adanya daya dukung sumber
daya yang semakin besar. Tidak heran apabila kapasitas produksi barang-barang
produksi saat ini meningkat tajam, ditandai dengan konsumsi karbon dunia yang
juga meningkat secara eksponensial. Kondisi ini tentunya berpengaruh pada konsumsi
sumber daya yang menjadi input dasar
perekonomian.
Tantangan ke depan adalah
bagaimana sumber daya yang ada harus kita pergunakan dengan seefisien mungkin.
Kita perlu melakukan diversifikasi penggunaan sumber daya, sambil melakukan
proses recovery sumber daya yang bisa
diperbaharui. Pembangunan yang berkelanjutan adalah mutlak dilakukan agar
generasi-generasi mendatang juga turut merasakan kesejahteraan hidup di dunia.
Kemajuan bangsa ini juga sangat ditopang oleh ketersediaan sumber dayanya, oleh
karena itu adalah hal yang naïf jika kita tidak berbicara mengenai pembangunan
yang berkelanjutan.
Peran pemerintah
Perekonomian yang baik tidak akan
berjalan tanpa adanya mekanisme intervensi dari pemerintah yang berperan
sebagai self restraint. Adam Smith
dalam bukunya The Wealth of Nation mengemukakan arti penting dari self restraint yang harus selalu ada dan
menjadi kontrol dari adanya self interest.[6]
Konsep inti inilah yang memberi semacam lampu hijau kepada pemerintah untuk mengintervensi
pasar lebih dalam. Self interest
tanpa adanya kontrol ibarat sistem perekonomian yang banyak diterapkan di
berbagai negara belakangan ini: liberal. Semua pelaku-pelaku ekonomi bebas
untuk menjadikan semua hal yang ada dapat bernilai ekonomis. Pasar yang sangat
bebas dan percaya penuh akan keampuhan invisible
hand. Liberalisasi akan memperparah instabilitas ekonomi.[7]
Pemerintah harus berperan aktif
dalam rangka mengelola perekonomian. Pemerintah bukanlah pelaku ekonomi, tetapi
pengelolanya. Mengelola agar perekonomian berhasil mencapai tujuannya:
mengentaskan kemiskinan, mengurangi pengangguran, dan mempersempit kesenjangan
sosial. Pemerintah bisa berperan dengan menerapkan serangkaian aturan hukum dan
kebijakan-kebijakan perekonomian, ataupun dengan program kerja yang dirancang
untuk memenuhi target perekonomian tertentu.
Pemerintah
bisa memberlakukan aturan hukum dan perundangan non-pajak. Hal ini untuk
mengatasi ketidak efisienan pasar terkait monopoli dan eksternalitas. Contoh
perundangan yang bisa dibuat adalah UU pelarangan monopoli, UU usaha dan
bisnis, UU anti-polusi, UU pengelolaan limbah, UU lingkungan, dll. Hal lain
yang dilakukan adalah pembiayaan dan atau subsidi barang publik (public goods) seperti jembatan, jaringan
jalan raya, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, dll.[8]
Selanjutnya,
pengenaan pajak progresif atas pendapatan juga dapat dilakukan. Hal ini untuk
meminimasi kesenjangan sosial yang terlalu ekstrem. Pajak progresif adalah
pajak yang proporsinya sesuai dengan pendapatan yang diterima. Akan semakin
naik apabila pendapatan juga semakin meningkat. Mekanisme lainnya adalah subsidi
atau bantuan sosial. Hasil dari pajak progresif harus diputar kembali ke
masyarakat.[9]
Tentunya masyarakat yang miskin, yang belum mampu memenuhi kebutuhan dasarnya.
Variasi program ini sangat banyak, bisa dengan insentif langsung berupa uang
tunai, seperti BLT dan BOS, ataupun subsidi tidak langsung seperti subsidi BBM,
Listrik, dan Pupuk.
Terakhir,
terkait kebijakan moneter. Dilakukan untuk menetapkan jumlah uang beredar yang
dapat mempengaruhi suku bunga, investasi, dan konsumsi. Sementara, kebijakan
fiskal dilakukan untuk mengenakan pajak dan mengadakan pembelanjaan. Bertujuan
untuk menyeimbangkan pendapatan pemerintah.
[1] M. Baqir Ash Shadr. Iqtishaduna. 2008. Jakarta: Zahra Publishing House.
[2] Ibid.
[3] Joseph E. Stiglitz. Dekade Keserakahan. 2003. Tangerang: Marjin Kiri.
[4] Samuelson, P.A., dan Nordbaus, W. D,. Macroeconomics. 14th ed. 1992. New York:
McGraw-Hill, Inc.
[5] Lalu M. S. Wangsa. Merebut Hati Rakyat Melalui Nasionalisme, Demokrasi, dan Pembangunan
Ekonomi. 2004. Jakarta: Primamedia Pustaka.
[6] Widjajono Partowidagdo. Mengenal Pembangunan dan Analisis Kebijakan. 2010. Bandung: Program
Pascasarjana Studi Pembangunan ITB.
[7] Joseph E. Stiglitz. Dekade Keserakahan. 2003. Tangerang: Marjin Kiri.
[8] Abdullah Azwar Anas. Mengawal Negara Budiman. 2009. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
[9] Samuelson, P.A.,
dan Nordbaus, W. D,. Macroeconomics.
14th ed. 1992. New York: McGraw-Hill, Inc.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar