Rabu, 12 Januari 2011

Tentang Pemilihan Pemimpin dan Pemilu

Bismillah..

Proses pemilu dan pencalonan pemimpin adalah suatu hal yang sudah sering kita lihat sekarang. Semenjak demokrasi menjadi sistem resmi pemerintahan Indonesia, dan semenjak aturan-aturan itu dikuatkan dengan serangkaian aturan tambahan mengenai proses pemilihan kepala daerah dengan sistem langsung, kita jadi bertanya-tanya mengenai apakah Islam pernah mencontohkan proses pencalonan pemimpin dan bagaimana proses pemilihannya. Jawabannya ternyata ada, di saat pemilihan khalifah pertama pasca Rasulullah wafat, yaitu Abu Bakar Ash-Shiddiq.

Isyarat Kepemimpinan

Rasulullah tidak mengutarakan secara jelas dan tersurat mengenai siapa yang akan menggantikan beliau kelak jika beliau wafat. Ia tidak memberikan wasiat apa-apa mengenai khalifah. Rasulullah nampaknya ingin menyerahkan permasalahan ini semua kepada kaum muslimin saat itu.

Namun Rasul selama hidupnya telah memberikan beberapa isyarat mengenai kepemimpinan Abu Bakar. Berikut beberapa hadist yang menguatkan hal itu:

"Ikutilah jejak dua orang setelahku, Abu Bakar dan Umar" (HR. Tirmidzi, Hakim, Ath-Thabarani)

atau hadist ini:

"Wahai Bilal, jika waktu shalat telah tiba dan saya belum juga datang, maka suruhlah Abu Bakar untuk menjadi Imam" (HR. Imam Ahmad, Abu Daud)

Proses Pembaiatan Abu Bakar

Ada perdebatan cukup hebat yang terjadi setelah Rasulullah wafat, yaitu penentuan khalifah pengganti Rasulullah. Saat itu, kaum Muhajirin dan Anshar berkumpul dalam suatu majelis untuk menentukan. Posisi saat itu adalah ada seorang 'pemimpin sidang' dari kaum Anshar yang menyambut kedatangan kaum Muhajirin, termasuk juga Abu Bakar dan Umar bin Khattab. Lalu salah seorang Anshar berkata, "Dari kami ada pemimpin dan dari kalian ada pemimpin". Dan mereka mencalonkan Abu Ubaidah bin Al-Jarrah.

Kemudian forum mengalami kegaduhan dan teriakan-teriakan, dan Umar mengkhawatirkan adanya persengketaan. Kemudian Umar menyeru kepada Abu Bakar, "Angkat tanganmu, wahai Abu Bakar!". Setelah itu Abu Bakar mengangkat tangannya, dan Umar langsung membaiatnya. Kemudian diikuti oleh kaum Muhajirin. Dan setelah itu baru diikuti oleh kaum Anshar.

Lalu Umar berkata, "Maka ketahuilah bahwa kami tidak pernah menghadiri sama sekali satu majelis yang sangat genting yang lebih mendapat taufik daripada pembaiatan Abu Bakar. Kami khawatir jika memecah belah umat..."

*Cerita detail mengenai proses pembaiatan Abu Bakar ini dari Umar Bin Khattab tatkala berpidato setelah pulang ibadah haji, perkataan Umar ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim

Pidato Abu Bakar

Setelah resmi di baiat di forum, Abu Bakar naik ke atas mimbar, dan dia melihat kepada hadirin, dan tidak didapatkan Zubair. Dia memerintahkan agar Zubair dipanggil, lalu ia datang memenuhi panggilan Abu Bakar. Abu Bakar berkata, "Kau adalah anak bibi Rasulullah dan seorang hawari Rasulullah, apakah kau ingin mengoyak-ngoyak kesatuan kaum muslimin?" Zubair menjawab, "Tidak wahai khalifah Rasulullah!" lalu ia membaiat Abu Bakar.

Lalu Abu Bakar kembali melihat ke forum dan tidak melihat adanya Ali di sana, kemudian ia kembali memerintahkan untuk memanggil Ali. Alipun datang memenuhi panggilan tersebut. Abu Bakar berkata, "Kau adalah anak paman Rasulullah dan dia kawinkan engkau dengan anaknya, apakah kau akan mengoyak-ngoyak kesatuan kaum muslimin?" Ali menjawab, "Tidak wahai khalifah Rasulullah!", dan Alipun membaiatnya.

Keesokan harinya, diadakan semacam forum kembali dan itu lebih besar lagi, namun sifatnya sosialisasi terpilihnya Abu Bakar. Sosialisasi ini dimulai oleh Umar. Setelah itu Abu Bakar menyampaikan pidato di mimbarnya,

"Amma Ba'du. Wahai manusia! Sesungguhnya saya telah dipilih untuk memimpin kalian dan bukanlah saya orang terbaik di antara kalian. Maka, jika saya melakukan hal yang baik, bantulah saya. Dan jika saya melakukan tindakan yang menyeleweng luruskanlah saya. Sebab kebenaran itu adalah amanah, sedangkan kebohongan itu adalah pengkhianatan. Orang yang lemah di antara kalian adalah kuat dalam pandangan saya hingga saya ambilkan hak-haknya untuknya, sedangkan orang yang kuat di antara kalian adalah lemah di hadapan saya hingga saya ambil hak orang lain darinya, insya Allah. Dan tidak ada satu kaumpun yang meninggalkan jihad di jalan Allah kecuali akan Allah timpakan kepadanya kehinaan. Dan tidak pula menyebar kemaksiatan kepada satu kaum kecuali akan Allah timpakan kepada mereka petaka. Taatlah kalian kepada saya selama saya taat kepada Allah dan jika saya melakukan maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya maka tidak ada kewajiban taat kalian kepadaku. Bangunlah untuk melakukan shalat, rahimakumullah."

--

Karena itulah, dalam proses pencalonan sah-sah saja jika ada seseorang yang mengajukan diri, namun tentunya terlebih dahulu diajukan oleh orang lain, dengan pertimbangan yang juga kuat. Saat itu kita sudah sama-sama mengetahui sejauh mana kapasitas seorang Abu Bakar dan Umar, sehingga memiliki bashirah yang kuat mengenai kepemimpinan Islam yang harus diemban pasca wafatnya Rasulullah.

Sedangkan proses pengangkatan dan musyawarah menunjukkan bahwa demokrasi yang hakiki pernah dilaksanakan oleh Islam, dimana kekuasaan berada di tangan rakyat saat itu, dan pemilu merupakan salah satu caranya. Jangan kita mengelu-elu demokrasi jika hanya dengan proses pemilihan langsung pemimpin, namun setelahnya rakyat acuh terhadap kepemimpinannya.

Wallahu a'lam..

-------------------

Maraji'

-Tarikh khulafa' karya Imam As-Suyuthi

Tidak ada komentar: