Bismillah..
Proses
pemilu dan pencalonan pemimpin adalah suatu hal
yang sudah sering kita lihat sekarang.
Semenjak demokrasi menjadi sistem resmi pemerintahan Indonesia, dan semenjak aturan-aturan
itu dikuatkan dengan serangkaian aturan tambahan mengenai proses pemilihan kepala daerah dengan sistem
langsung, kita jadi bertanya-tanya mengenai apakah Islam pernah mencontohkan proses pencalonan pemimpin dan bagaimana
proses pemilihannya. Jawabannya ternyata ada, di
saat pemilihan khalifah pertama pasca Rasulullah wafat, yaitu Abu Bakar Ash-Shiddiq.
Isyarat Kepemimpinan
Rasulullah tidak mengutarakan secara jelas dan tersurat
mengenai siapa yang akan menggantikan
beliau kelak jika beliau wafat.
Ia tidak
memberikan wasiat apa-apa mengenai khalifah. Rasulullah nampaknya ingin
menyerahkan permasalahan ini semua kepada
kaum muslimin saat itu.
Namun Rasul selama hidupnya telah memberikan beberapa isyarat mengenai kepemimpinan Abu Bakar. Berikut beberapa hadist yang menguatkan hal itu:
"Ikutilah jejak dua orang setelahku,
Abu Bakar dan Umar" (HR. Tirmidzi, Hakim, Ath-Thabarani)
atau hadist ini:
"Wahai Bilal, jika
waktu shalat telah tiba dan
saya belum juga datang, maka
suruhlah Abu Bakar untuk menjadi Imam" (HR. Imam Ahmad, Abu Daud)
Proses Pembaiatan Abu Bakar
Ada perdebatan
cukup hebat yang terjadi setelah Rasulullah wafat, yaitu penentuan khalifah pengganti Rasulullah. Saat itu, kaum Muhajirin
dan Anshar berkumpul dalam suatu majelis untuk
menentukan. Posisi saat itu adalah
ada seorang 'pemimpin sidang' dari kaum Anshar
yang menyambut kedatangan kaum Muhajirin, termasuk juga Abu Bakar dan Umar
bin Khattab. Lalu salah seorang Anshar berkata, "Dari kami ada pemimpin
dan dari kalian ada pemimpin". Dan mereka mencalonkan Abu Ubaidah bin Al-Jarrah.
Kemudian forum mengalami
kegaduhan dan teriakan-teriakan, dan Umar mengkhawatirkan adanya persengketaan. Kemudian Umar menyeru kepada
Abu Bakar, "Angkat
tanganmu, wahai Abu Bakar!". Setelah itu
Abu Bakar mengangkat tangannya, dan Umar langsung membaiatnya.
Kemudian diikuti oleh kaum
Muhajirin. Dan setelah itu baru
diikuti oleh kaum Anshar.
Lalu Umar berkata, "Maka ketahuilah bahwa kami tidak pernah
menghadiri sama sekali satu majelis
yang sangat genting yang lebih mendapat taufik daripada pembaiatan Abu Bakar. Kami khawatir jika memecah
belah umat..."
*Cerita detail mengenai proses pembaiatan Abu Bakar ini dari
Umar Bin Khattab tatkala berpidato setelah pulang ibadah haji, perkataan
Umar ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim
Pidato Abu Bakar
Setelah resmi di baiat di
forum, Abu Bakar naik ke atas mimbar,
dan dia melihat
kepada hadirin, dan tidak didapatkan
Zubair. Dia memerintahkan agar Zubair dipanggil, lalu ia datang memenuhi panggilan Abu Bakar. Abu Bakar berkata,
"Kau adalah anak bibi Rasulullah
dan seorang hawari Rasulullah, apakah kau ingin
mengoyak-ngoyak kesatuan kaum muslimin?" Zubair menjawab, "Tidak wahai khalifah
Rasulullah!" lalu ia membaiat
Abu Bakar.
Lalu
Abu Bakar kembali melihat ke forum dan tidak melihat
adanya Ali di sana, kemudian
ia kembali memerintahkan untuk memanggil Ali. Alipun datang memenuhi
panggilan tersebut. Abu Bakar berkata,
"Kau adalah anak paman Rasulullah
dan dia kawinkan
engkau dengan anaknya, apakah kau akan mengoyak-ngoyak
kesatuan kaum muslimin?" Ali menjawab,
"Tidak wahai khalifah Rasulullah!", dan Alipun
membaiatnya.
Keesokan harinya,
diadakan semacam forum kembali dan itu
lebih besar lagi, namun sifatnya
sosialisasi terpilihnya Abu
Bakar. Sosialisasi ini dimulai oleh
Umar. Setelah itu Abu Bakar menyampaikan
pidato di mimbarnya,
"Amma Ba'du. Wahai
manusia! Sesungguhnya saya telah dipilih untuk memimpin
kalian dan bukanlah saya orang terbaik
di antara kalian. Maka, jika saya
melakukan hal yang baik, bantulah saya. Dan jika saya melakukan tindakan yang menyeleweng luruskanlah saya. Sebab kebenaran itu adalah amanah,
sedangkan kebohongan itu adalah pengkhianatan.
Orang yang
lemah di antara kalian adalah kuat dalam pandangan
saya hingga saya ambilkan hak-haknya
untuknya, sedangkan orang yang kuat di antara kalian adalah lemah di
hadapan saya hingga saya ambil
hak orang lain darinya, insya Allah. Dan tidak ada satu
kaumpun yang meninggalkan
jihad di jalan Allah kecuali akan
Allah timpakan kepadanya kehinaan. Dan tidak pula menyebar kemaksiatan kepada satu kaum
kecuali akan
Allah timpakan kepada mereka petaka. Taatlah kalian kepada saya selama
saya taat kepada Allah dan jika saya melakukan
maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya maka
tidak ada kewajiban taat kalian kepadaku. Bangunlah untuk melakukan shalat, rahimakumullah."
--
Karena
itulah, dalam proses pencalonan sah-sah saja jika
ada seseorang yang mengajukan diri, namun tentunya terlebih dahulu diajukan oleh orang
lain, dengan pertimbangan
yang juga kuat. Saat itu kita sudah
sama-sama mengetahui sejauh mana kapasitas
seorang Abu Bakar dan Umar, sehingga
memiliki bashirah yang kuat mengenai kepemimpinan
Islam yang harus diemban pasca wafatnya Rasulullah.
Sedangkan proses pengangkatan dan musyawarah menunjukkan bahwa demokrasi yang hakiki pernah dilaksanakan
oleh Islam, dimana kekuasaan berada di tangan rakyat
saat itu, dan pemilu merupakan
salah satu caranya. Jangan kita mengelu-elu demokrasi jika hanya dengan proses
pemilihan langsung pemimpin, namun setelahnya rakyat acuh terhadap kepemimpinannya.
Wallahu
a'lam..
-------------------
Maraji'
-Tarikh khulafa' karya Imam As-Suyuthi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar