Pendahuluan
Rancangan Undang-Undang
(RUU) tentang Pendidikan Tinggi memasuki babak baru yang lebih progressif. Sejak
tanggal 16 Agustus 2011, Panitia Kerja (Panja) RUU PT dari Komisi X DPR RI akan mulai memasuki pembahasan pasal per pasal, setelah sebelumnya pembahasan dilakukan dengan menyamakan persepsi di antara para
anggota fraksi, pemerintah, dan stakeholder lainnya terkait dengan pendidikan.
KM
ITB sebagai wadah mahasiswa ITB untuk berkontribusi dalam upaya perbaikan bangsa sejak awal
isu ini bergulir
selalu berusaha untuk mengawal pembahasan ini agar tercipta legislasi yang berkeadilan dan menyejahterakan bagi masyarakat.
Bagaimana tidak, sejak awal RUU ini bergulir, hawa
neoliberalisme sangat kencang terasa, dan sebagaimana kita ketahui bahwa
sifat Neoliberalisme adalah mengentaskan kemiskinan dengan cara menyingkirkannya,
bukan mengangkatnya menuju taraf hidup
yang lebih baik.
Untuk itu,
gerakan politik yang dilakukan dalam RUU PT hingga saat ini
sifatnya adalah penuntutan dan penyaluran aspirasi. Pada
bulan Juni dan Juli 2011 KM ITB yang diwakilkan oleh Kementerian Koordinator Bidang Eksternal melakukan dua kali audiensi, yaitu kepada Kelompok Komisi (Poksi) X Fraksi Partai Keadilan
Sejahtera (FPKS) dan Fraksi
Partai Golkar (FPG). Berikut laporannya.
Hasil Audiensi RUU PT ke Poksi X FPKS
Perlu diketahui
bahwa yang menghadiri audiensi ini tidak
hanya KM ITB, namun juga Keluarga Mahasiswa
(KEMA) UNPAD, BEM UNJ, dan Aliansi
BEM Seluruh Indonesia. Audiensi ini
dilakukan pada 26 Juni 2011 di Gedung
DPR RI. Sedangkan dari FPKS dihadiri
oleh M. Raihan Iskandar, Lc (Anggota
DPR RI Komisi X), dan sekitar 10 orang staff ahli komisi X FPKS.
Pola audiensi
RUU PT dengan FPKS kali ini
yaitu FPKS lebih mendengarkan dan mencatat serta diskusi diarahkan lebih kepada pasal-pasal
yang diperbaiki. Perlu diketahui bahwa
RUU PT yang dibahas adalah dua versi. Versi pertama
adalah RUU PT hasil Sidang Pleno DPR 7 April 2011.
Sedangkan versi kedua adalah RUU PT usulan pemerintah (dalam hal ini adalah
Presiden dan Mendiknas).
Adapun pasal-pasal
yang dibahas pada RUU PT versi pertama (RUU PT Sidang Pleno DPR, 7 April 2011) adalah BAB VII Pendanaan Pasal 83, terkait dengan hak PTN memperoleh sumbangan pendidikan dari mahasiswa, kemudian penghapusan bantuan dana yang tidak mengikat untuk bantuan pendidikan, karena sifatnya sudah tercakup dari sumbangan pendidikan, serta memperjelas definisi dari biaya operasional
perguruan tinggi.
Sementara untuk RUU PT versi pemerintah, pasal-pasal yang dibahas sangatlah banyak, dikarenakan banyak yang dinilai bermasalah dari pasal-pasal yang diusulkan pemerintah. Adapun pasal-pasal yang dibahas adalah BAB I Ketentuan Umum (terkait dengan fungsi dan wewenang komite audit, wewenang majelis pemangku untuk pengawasan non akademik, maksud dari kebebasan mimbar akademik, tujuan PT); BAB II Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi (terkait dengan hak mahasiswa, kurikulum, pendanaan pendidikan tinggi, anggaran pemerintah); BAB III Pengelolaan Perguruan Tinggi (terkait dengan PTN berbadan hukum, unsur-unsur dalam majelis pemangku, wewenang majelis pemangku, komite audit, PTN mandiri); BAB VII Pendanaan Perguruan Tinggi (terkait dengan peran pemerintah, masyarakat, dan PTN dalam pendanaan, kuota mahasiswa kurang mampu, beban yang ditanggung mahasiswa).
Hasil Audiensi RUU PT ke Poksi X FPG
Sama seperti
dengan FPKS, audiensi RUU
PT dengan Poksi X FPG juga dihadiri BEM-BEM lain yang menjadi undangan. Selain
KM ITB, hadir juga BEM KEMA
UNPAD, BEM UI, BEM UNJ, BEM IPB, dan BEM UPI. Dari
FPG hadir Ir. Rully Chairul Azwar, M.Si sebagai anggota
Poksi X FPG sekaligus Ketua Panitia Kerja
(Panja) RUU PT, ketua Fraksi Partai Golkar,
dan beberapa anggota DPR dari Partai Golkar lainnya,
serta lima orang staff ahli.
Alur audiensi
dimulai dari pengantar dari Ir. Rully Chairul Azwar,
M.Si terkait dengan sikap Partai
Golkar dan Panitia Kerja secara
keseluruhan terkait dengan RUU PT dan Latar Belakang mengapa DPR membahas RUU PT. Menurut beliau, ada tiga latar
belakang mengapa DPR memulai pembahasan RUU PT:
- Keterjangkauan biaya pendidikan tinggi oleh setiap
kalangan
- Daya tampung Universitas
- Relevansi lulusan dan kebutuhan
dunia industri
Sedangkan, sikap dari Panitia
Kerja secara keseluruhan terkait dengan RUU PT ini ada dua hal. Pertama, rakyat
miskin tidak boleh kehilangan haknya untuk memperoleh
pendidikan tinggi bermutu, dan yang kedua adalah PT bermutu tidak harus
murah, namun harus terjangkau.
Setelah memaparkan
mengenai sikap dasar fraksi, audiensi
dilanjutkan dengan diskusi yang dimulai dari aspirasi-aspirasi setiap kampus terkait
RUU PT. Beberapa pembahasan
yang sering dituntut dalam audiensi adalah terkait dengan pendanaan dan tanggung jawab
pemerintah, kurikulum dan karakter bangsa
terutama yang berkaitan dengan kurikulum asing, terkait dengan kuota mahasiswa
miskin dan beban yang ditanggung mahasiswa, statuta perguruan tinggi, dan lainnya.
Khusus untuk pendanaan dan tanggung jawab
pemerintah dalam pendanaan pendidikan tinggi, mayoritas kampus mengeluhkan terkait dengan tidak diaturnya peran pemerintah dalam menanggung beban perguruan tinggi.
Pak Rully menanggapi hal ini dengan
berkelit bahwa DPR sangat kesulitan untuk mengontrol “political will”
pemerintah dalam hal besaran dana untuk Kementerian Pendidikan Nasional. Hal ini dikarenakan dana 20% APBN yang diamanatkan UUD 1945 tersebut tidak semuanya dialokasikan untuk Kementerian Pendidikan Nasional. Hal ini
sangat ironis mengingat DPR seharusnya berwenang penuh dalam mengesahkan alokasi anggaran hingga ke tataran
fungsi.
Langkah Kedepan
Hal
yang juga patut kita ketahui adalah
langkah kedepan yang akan ditempuh
KM ITB dalam gerakan menyikapi RUU PT kedepannya. Dalam Roadmap Gerakan Politik KM ITB, kita mengasumsikan RUU PT akan
disahkan pada bulan Oktober 2011. Hal ini juga senada
dengan statement
dari Ketua Panja RUU PT. Namun, beliau juga tidak
menafikkan jika ternyata terjadi pengunduran pengesahan hingga bulan Desember
2011 jika ternyata pembahasan belum selesai.
Pertengahan Bulan September nanti merupakan momen yang besar bagi pengawalan RUU PT karena KM ITB berencana akan membuat audiensi RUU PT bersama dengan Panitia Kerja (PANJA) secara keseluruhan. Namun dalam menyambut momen tersebut, KM ITB akan mengambil pendekatan berupa audiensi parsial ke fraksi-fraksi. Setelah FPKS dan FPG, tanggal 6 September nanti kita akan ke FPDIP untuk kembali menyuarakan tuntutan kita. Setelah ke FPDIP, nantinya KM ITB akan ke FPAN. Sehingga ketika bertemu dengan PANJA keseluruhan, kita bisa menuntut hasil dan follow up yang mereka lakukan setelah bertemu dengan KM ITB dan mahasiswa lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar