“Kami ingin agar prinsip yang terdapat dalam pasal dua
ini tetap ditegaskan.
Prinsip dari, oleh, dan untuk
mahasiswa adalah prinsip yang paling sesuai dengan kami, manusia
yang sudah dewasa.”
“Kami ingin tetap independen, setidaknya dalam sikap kami terhadap suatu hal. Meskipun memang tidak kami pungkiri bahwa kami masih menerima dana kemahasiswaan dari institusi.”
Itulah beberapa kutipan aspirasi para presiden mahasiswa dari beberapa kampus saat diundang secara khusus oleh Kementerian Pendidikan Nasional (terutama Direktorat Pendidikan Tinggi) untuk membicarakan mengenai posisi dan peran organisasi mahasiswa di kampus. Dalam hal ini khususnya dibahas mengenai Kepmendikbud No. 155/U/1998 yang sampai saat ini masih menjadi peraturan yang sah mengenai organisasi kemahasiswaan di kampus. Untuk diketahui, Kemendiknas sekarang sedang menyusun draft peraturan baru pengganti Kepmen tersebut untuk mengadopsi UU Sisdiknas yang disahkan tahun 2003. Oleh karena itu, Kepmen ini dianggap sudah tidak relevan dengan kondisi sekarang.
Dalam tema tersebut juga dibahas mengenai fungsi organisasi kemahasiswaan yang tertera di pasal 5. Dalam pasal tersebut, fungsi organisasi kemahasiswaan “dikebiri” hanya sifatnya pengembangan akademik dan pengembangan diri saja. Hal yang menjadi sorotan adalah bahwa organisasi mahasiswa juga harus bisa menjadi wadah mahasiswa untuk melakukan usaha perbaikan bangsa, dan hal ini harus didukung oleh pemerintah melalui keputusannya nanti.
Hadir dalam diskusi tersebut Dirjen DIKTI yang juga mantan rektor ITB Djoko Santoso, direktur pendidikan Ilah Sailah dan wakilnya Widyo. Pada akhir sesi, menjelang buka puasa, Menteri Pendidikan Nasional Muhammad Nuh turut bergabung dalam forum. Forum ini dilakukan di Komplek Kementerian Pendidikan Nasional di bilangan senayan, pada tanggal 9 Agustus 2011 lalu. Dari mahasiswa, mayoritas yang hadir adalah presiden mahasiswa dan atau menteri coordinator bidang eksternalnya. Adapun BEM yang hadir di antaranya KM ITB, BEM Unpad, BEM IPB, BEM UI, BEM UNJ, BEM ITS, BEM UGM, BEM UNNES, BEM UPI, BEM Trisakti, BEM UB, dan lainnya.
Namun tema yang dibahas tidak hanya mengenai organisasi kemahasiswaan. Tema lainnya adalah mengenai urun gagas program BEM tingkat nasional. Sebagai pengantar, DIKTI mengatakan bahwa BEM harus mulai menggagas program tingkat nasional. Ada hal yang tidak enak dari perkataan petinggi DIKTI tersebut, yaitu “BEM jangan bersifat politis”. Tentunya hal ini menjadi sorotan mayoritas perwakilan BEM yang ada di sana, yang notabene aktivis. Lantas, semua aspirasi yang disampaikan adalah tentangan atas statement tersebut.
Bagaimana tidak, DIKTI seakan menawarkan program tingkat nasional yang sifatnya seakan mengalihkan perhatian mahasiswa dalam bidang politik dan pengawasan terhadap kinerja penyelenggara negara. Beberapa yang diusulkan adalah program pengembangan minat dan bakat, program pengabdian masyarakat dengan pembangunan suatu desa, ataupun pengembangan kewirausahaan. Menurut para mahasiswa, hal itu tidak harus dijadikan program tingkat nasional. Justru yang harus menjadi program tingkat nasional adalah bagaimana membangkitkan kesadaran politik mahasiswa.
Menjelang berbuka, diskusi diarahkan bebas. Mendiknas Muhammad Nuh ingin mendengarkan aspirasi mahasiswa secara keseluruhan, dan mencatatnya. Hal yang diangkat dalam diskusi bebas ini lebih berupa mahalnya biaya pendidikan tinggi, aksesibilitas, dan beasiswa yang ada. Banyak mahasiswa yang mengeluhkan mengenai problem penerimaan mahasiswa baru di kampusnya masing-masing, yang kebanyakan berhubungan dengan masalah keuangan dan kemampuan membayar biaya pendidikan tinggi.
Pertemuan ditutup dengan berbuka puasa bersama, dan beberapa perwakilan BEM berbicang secara informal sambil makan bersama Mendiknas. Hal yang menginspirasi dari hal ini –terlepas dari apakah ini politik pencitraan ataupun tidak– kita melihat bahwa pemerintah dalam hal Mendiknas mempunyai itikad baik untuk bertemu langsung dengan rakyatnya, mendengar aspirasinya, dan mencatat langsung di catatan yang selalu ia bawa. Suatu hal yang jarang ditemui dari kepribadian pemimpin-pemimpin era sekarang.
Oleh Ramadhani Pratama Guna – Menteri Koordinator Bidang Eksternal KM ITB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar