Minggu, 13 Mei 2012

Ambil Alih Blok Siak!



Kisruh mengenai BBM sekarang perlahan tapi pasti mulai kembali menyita konsentrasi kita. Hal ini terjadi karena pemerintah semakin mantap untuk membatasi penggunaan BBM bersubsidi (jenis premium) karena khawatir kuota subsidi jebol. Ketika jebol, pilihannya dua: hidup tanpa BBM bersubsidi, atau meningkatkan volume impor BBM. Pilihan pertama adalah pilihan yang perih dan pastinya melanggar konstitusi karena pilihan masyarakat “terkunci” pada BBM harga pasar. Pilihan kedua, masyarakat tetap nyaman, namun pemerintah akan “sesak nafas” karena anggaran akan membengkak.

Dua klausul itu sama-sama mempunyai tingkat bahaya yang tinggi. Namun, ada hal yang lebih bahaya lagi, yaitu jika fokus pemerintah dan masyarakat terkunci (atau dikunci?) pada isu pembatasan saja. Padahal, tahun 2013 adalah masa habisnya kontrak pengelolaan blok Siak di Riau, yang selama ini dikelola oleh sebuah perusahaan swasta asing.


Secepatnya

Blok Siak selama ini menyumbang sekitar 2.600 barel per hari (bph) dari total produksi minyak dari bumi Indonesia yang sekitar 930.000 bph. Untuk ukuran sebuah blok, produksi dari perut bumi Siak tergolong besar. Oleh karena itu, wajar jika blok ini menjadi incaran banyak perusahaan swasta baik dalam dan luar negeri untuk mengelolanya. Apalagi Provinsi Riau merupakan salah satu provinsi kaya minyak di Indonesia. Selama ini, minyak yang dihasilkan dari blok migas di provinsi Riau menyumbang hampir separuh dari produksi minyak mentah nasional. Jumlahnya mencapai sekitar 408.000 bph. Potensi kedepannya akan sangat besar jika perlahan tapi pasti, Negara melalui Pertamina dapat mengelola blok-blok migas yang ada di Indonesia. Sehingga, pemerintah harus sesegera mungkin memutuskan perihal hak pengelolaan blok ini kedepannya.

Penguasaan blok Siak oleh Negara merupakan salah satu hal yang bisa memperkuat ketahanan energi nasional. Sedikit banyak hal ini akan berkontribusi dalam mengurangi volume impor BBM yang saat ini mencakup 2/3 kebutuhan minyak nasional. Pemerintah harus bisa membangun paradigma bahwa penguasaan blok Siak oleh Negara merupakan langkah-langkah kecil untuk menjadi penguasa kembali di bumi Indonesia.

Tidak hanya itu, dari segi analisis finansialpun, penguasaan blok ini juga sangat layak untuk dilakukan. Dengan asumsi harga minyak dunia US$ 95 per barel, pendapatan perusahaan yang nantinya mengelola blok ini bisa mencapai US$ 90,2 juta per tahun. Jika dikonversi terhadap rupiah, pendapatannya mencapai Rp 805,5 miliar per tahun.

Sekali lagi, sudah selayaknya pemerintah segera menetapkan hak pengelolaan blok Siak. Jika mengingat bahwa pemilu presiden akan dilakukan 2014 dan mulai tahun ini sudah mulai banyak pencitraan dan manuver dari pihak-pihak yang mungkin akan mencalonkan diri, penetapan ini sudah sangat mendesak. Hal ini untuk menghindari potensi terjadinya deal-deal politik yang menjadikan hak pengelolaan blok Siak menjadi komoditas politik.

Keberpihakan Negara

Pertanyaannya, apakah badan usaha milik negara dan daerah siap untuk mengelola blok Siak? Jawabannya adalah iya. Pertamina lewat direktur utamanya telah menegaskan bahwa Pertamina siap secara finansial dan teknologi untuk mengelola blok-blok yang akan habis masa kontraknya. Lagipula, pengalaman sejarah seharusnya membuat bangsa kita semakin percaya diri pada kemampuan sendiri. Sehingga tidak ada alasan lagi untuk mencari-cari kepada siapa blok Siak akan diberikan.

Siklus ayam-telur pada aplikasi teknologi harus segera dipotong. Siklus ini berpikir bahwa dengan menyerahkan kepada perusahaan yang teknologinya belum mumpuni, target produksi tidak akan tercapai dengan maksimal. Sehingga harus diberikan kepada perusahaan yang teknologinya mumpuni. Akan tetapi, jika perusahaan yang teknologinya belum mumpuni tidak diberikan kepercayaan, proses pembelajaran dan adaptasi teknologi akan berjalan lambat. Potong segera siklus itu dengan memberikan pengelolaan blok Siak kepada Pertamina, BUMN atau BUMD lainnya.

Untuk jangka panjang, pemotongan siklus ini harus diterapkan pada skala undang-undang. Sejak 15 Desember 2004, sejumlah 9 (sembilan) hakim konstitusi dalam Mahkamah Konstitusi telah memutuskan untuk membatalkan beberapa pasal dalam UU No. 22 Tahun 2001 (UU Migas). Seharusnya, DPR segera merampungkan revisi UU Migas yang sesuai amanat konstitusi. Namun, hingga detik tulisan ini dibuat, belum ada pengesahan UU Migas yang telah direvisi.

Oleh karena itulah, pasal-pasal yang berkaitan dengan keberpihakan negara terhadap badan usaha milik negara untuk mengelola blok migas harus dimasukkan. Hal ini selain berakibat lebih besarnya pendapatan negara, juga memperbesar ketahanan dan kedaulatan negara terhadap energi. Maka, tiada alasan lagi, segera ambil alih blok Siak. Tetapkan segera dan berikan pengelolaannya kepada badan usaha milik negara.

***
Penulis adalah Peneliti di Indonesian Resources Studies (IRESS) – http://iress.web.id

Tidak ada komentar: