Jumat, 02 Juli 2010

Sedikit Tentang Keterbatasan

Potensi dan Realitas Bangsa

Tanah airku Indonesia Negeri elok amat kucinta Tanah tumpah darahku yang mulia Yang kupuja sepanjang masa

Tanah airku aman dan makmur Pulau kelapa yang amat subur Pulau melati pujaan bangsa Sejak dulu kala

(Rayuan Pulau Kelapa, Ismail Marzuki)

Teori Keterbatasan (Theory Of Constraints)

Tuhan itu Maha Pemurah, setiap apa yang diciptakan-Nya, pastilah ada manfaatnya. Dan kita bisa melihat bahwa ciptaan-Nya merata di seluruh permukaan bumi. Tidak ada negara yang tidak mempunyai tumbuhan, hewan, dan ciptaan lainnya. Dan ini adalah sebuah potensi, yang apabila bisa dimanfaatkan dengan baik akan membawa kekuatan pada suatu negara.

Serupa, manusia juga sudah tersebar di muka bumi ini, tidak ada negara yang tidak memiliki manusia, meskipun tidak semua negara mempunyai jumlah penduduk yang sama. Jumlah penduduk dunia kini berkisar 6,5 milyar jiwa1, dan Indonesia menempati posisi keempat negara dengan jumlah penduduk terbanyak, yaitu 241.973.879 jiwa2. Namun, tidak semua indikator tersebut (kekayaan alam dan jumlah penduduk) menjadi syarat mutlak sejahteranya suatu negara.

Ketika suatu entitas, dalam hal ini negara belum mencapai kesejahteraan atau kemakmuran yang dirasakan langsung oleh penduduk negara tersebut, berarti masih ada batasan yang membatasi negara tersebut untuk makmur. Batasan ini bisa kita kategorikan menjadi batasan dari dalam (internal) maupun batasan dari luar (external). Dr. Eliyahu M. Goldratt, seorang ahli filosofi manajemen, membuat model tentang keterbatasan internal (Theory Of Constraints). Ia mengatakan, bahwa yang termasuk keterbatasan internal yaitu3:

1. Keterbatasan Sumber Daya, yaitu keterbatasan modal dasar, atau potensi dasar. Dalam konteks suatu negara, yang dimaksud dengan sumber daya yang ada dalam suatu negara adalah sumber daya alam dan sumber daya manusianya.

2. Keterbatasan Kemampuan (Skill), yaitu keterbatasan kemampuan manusia (skill) dalam mengelola segala potensi (sumber daya) yang ada di negaranya. Dalam konteks ini bisa kita dekatkan dengan penguasaan teknologi, kapasitas keilmuan dan wawasan masyarakat, dan sebagainya.

3. Keterbatasan Kebijakan, yaitu keterbatasan yang bersifat aturan. Dalam konteks ini adalah peraturan atau kebijakan pemerintah, seperti undang-undang, peraturan daerah, peraturan pemerintah, dan sebagainya.

Sedangkan keterbatasan dari luar, adalah batasan-batasan yang timbul dari luar negara Indonesia, sehingga turut menghambat perkembangan negara mencapai kemakmuran. Adapun batasan dari luar contohnya adalah lobby politik asing, embargo, dan lainnya.

Keterbatasan Sumber Daya, Benarkah?

Jika kita melihat kepada teori di atas, penyebab yang pertama adalah keterbatasan sumber daya. Namun benarkah hal tersebut? Untuk lebih jelasnya, kita klasifikasikan sumber daya yang ada menjadi Sumber Daya Alam (SDA) Hayati, SDA Non-hayati4, dan Sumber Daya Manusia (SDM).

Potensi SDA hayati Indonesia merupakan potensi yang sangat besar. Indonesia mempunyai keanekaragaman hayati dengan varietas yang tinggi dan juga populasi yang banyak. Indonesia mempunyai kekayaan jenis-jenis palem yang terbesar di dunia, lebih dari 400 jenis kayu Dipterocarp (jenis kayu komersial terbesar di Asia Tenggara) dan kurang lebih 25 ribu tumbuh-tumbuhan berbunga serta beranekaragam fauna. Indonesia menduduki tempat pertama di dunia dalam kekayaan jenis mamalia (515 jenis, 36% diantaranya endemik), menduduki tempat pertama juga dalam kekayaan jenis kupu-kupu Swallowtail (121 jenis, 44% diantaranya endemik), menduduki tempat ketiga dalam kekayaan jenis reptil (lebih dari 600 jenis), menduduki tempat keempat dalam kekayaan jenis burung (1519 jenis, 28% diantaranya endemik), menduduki tempat kelima dalam kekayaan jenis amfibi (lebih dari 270 jenis) dan menduduki tempat ketujuh dalam kekayaan flora berbunga5.

Tidak hanya itu, Indonesia mempunyai kekayaan keanekaragaman hayati laut yang besar di dunia. Dengan 70% stok keanekaragaman hayati di dunia, kawasan Coral Triangle Initiative (CTI) bagaikan amazon sea6.

Selanjutnya, tentang potensi SDA Non-hayati, Indonesia juga sangatlah kaya, dan ini membawa potensi yang sangat besar. Cadangan minyak kita diperkirakan masih ada hingga 45 milliar barel, kekayaan Batu Bara kita merupakan yang keempat di dunia, dan Timah nomor dua7. Belum lagi potensi lainnya, seperti yang bisa kita lihat dalam tabel berikut8.

ENERGI FOSIL

SUMBER DAYA

CADANGAN Terbukti

Potensial (Probable+Possible)

PRODUKSI

(per Tahun)

Minyak Bumi

56,6 miliar barel

3,7 miliar barel

4,5 miliar barel

357 juta barel

Gas Bumi

334,5 TSCF

112,4TSCF

57,6 TSCF

2,7 TSCF

Batubara

104,5 miliar ton

5,5 miliar ton

13,3 miliar ton

229,2 juta ton

Coal Bed Methane (CBM)

453 TSCF

-

-

-

ENERGI NON FOSIL

SUMBER DAYA

SETARA

KAPASITAS TERPASANG

Tenaga Air

845,00 juta SBM

75,67 GW

4,2 GW

Panas Bumi

219,00 juta SBM

27,51 GW

1,052GW

Mini/Micro Hydro

500 MW

500 MW

0,086 GW

Biomass

49,81 GW

49,81 GW

0,445 GW

Tenaga Surya

-

4.80 kWh/m2/day

0,012 GW

Tenaga Angin

9,29 GW

9,29 GW

0,0011 GW

Uranium (Nuclear)

24,112 ton*) atau 3 GW untuk 11 tahun

*) Hanya di Kalan – Kalimantan Barat

Berikut juga “kekayaan” Indonesia untuk SDA non-hayati mineral9. Emas, Perak,Tembaga, Timah, Bauksit, dan lainnya sudah terbukti merupakan titipan Tuhan kepada kita. Sejak dahulu, bangsa penjajah sangat menginginkan kekayaan Indonesia, bahkan hingga sekarang. Walaupun kita sudah tidak dijajah secara fisik.

Pada dasarnya, kekayaan sumber daya alam suatu negara sifatnya relatif. Dalam artian kita tidak bisa menyamaratakan potensi suatu negara karena memang posisi negara-negara di dunia yang berbeda-beda. Ada yang di sekitar garis khatulistiwa, ada yang di atasnya, atau di bawahnya. Dengan perbedaan musim masing-masing, juga keanekaragaman dan sumber daya yang sesuai. Namun, indikator yang seharusnya kita pandang adalah kemakmuran, yaitu sampai sejauh mana suatu negara memanfaatkan semua potensi yang dimiliki untuk memakmurkan negaranya sendiri.

Sumber daya yang terakhir adalah Sumber Daya Manusia (SDM). Manusia bisa dilihat dari segi SDM dengan memandang keberagaman sosial yang ada di masyarakat dan potensi-potensi lain yang ada. Dengan jumlah 241.973.879 jiwa2, Indonesia terdiri dari sekitar 489 suku bangsa10. Dengan asumsi setiap suku mempunyai satu kebiasaan yang mungkin berbeda dengan suku lainnya, itu pertanda bahwa Indonesia punya banyak “karakter” dalam menyikapi kehidupan sehari-hari. Hal ini membawa dampak tingginya kecerdasan, wawasan, dan kreatifitas masyarakat Indonesia. Ini dibuktikan dengan banyaknya industri kerajinan rakyat yang bernilai ekonomis di seantero negeri ini. Belum lagi prestasi-prestasi Indonesia dalam kancah keilmua dunia. Berulang kali kita menjuarai olimpiade-olimpiade sains, lomba-lomba software, lomba bisnis, dan lainnya.

Keterbatasan Kemampuan

Telah terbukti, bahwa Indonesia sebenarnya tidak mengalamai keterbatasan berarti pada sumber daya yang dimilikinya. Bahkan beberapa sumber daya yang kita miliki bisa kita ekspor untuk kepentingan negara lain. Namun, mengapa kesejahteraan dan kemakmuran masih belum mampu kita raih? Jika kita kembali kepada Theory Of Constraints pada awal, masih ada dua kemungkinan yang bisa menyebabkan ini semua, yaitu keterbatasan kemampuan dan keterbatasan kebijakan.

Jika kita melihat, kemampuan masyarakat Indonesia dalam mengelola kekayaannya sendiri juga menjadi ujung tombak kemandirian kita. Kita bisa belajar pada kasus blog gas Donggi-Senoro di Sulawesi Tengah, di mana saat itu pemerintah menetapkan vendor LNG Plant diberikan kepada Mitsubishi dari Jepang11, walaupun saat itu kita harus membayar mahal untuk hal tersebut, namun bisa saja keputusan ini timbul karena pemerintah lebih percaya pada penguasaan teknologi Jepang dalam mengelola sumur gas.

Kasus lain, PT Dirgantara Indonesia dan PT Industri Kereta Api juga menjadi contoh bahwa kita ternyata sudah bisa menguasai teknologi. Ratusan pesawat dan helikopter telah diproduksi oleh PT DI, serupa, PT INKA sekarang sudah mampu memproduksi KRL dari nol. Jika kita lihat, memang di suatu sisi kita masih terbatas dalam hal teknologi, namun di sisi lain, kita sudah menguasai sebuah teknologi. Itu tandanya, keterbatasan karena kemampuan mengelola sudah mulai bisa diatasi.

Keterbatasan Kebijakan

Lantas, jika memang kita sudah mulai bisa mengatasi keterbatasan sumber daya dan kemampuan, kita bisa berkesimpulan bahwa mungkin kebijakanlah yang membatasi kesejahteraan kita selama ini. Ada beberapa contoh yang bisa kita pelajari terhadap permasalahan ini, seperti Revolusi Hijau dan Dana Riset.

Revolusi Hijau, yang gencar dilakukan tahun 1960-an, awalnya memang terlihat sangat baik, bahkan bisa menuai keberhasilan di beberapa negara, termasuk Indonesia yang mencapai swasembada pangan12. Namun, setelahnya revolusi hijau tidak secemerlang adanya. Beberapa pihak bahkan menentang keras kebijakan ini dikarenakan merusak lingkungan dan memacu pembukaan hutan yang tidak terkendali. Kebijakan ini sungguh ironis, seperti perubahan paradigma secara struktural dari paradigma laut ke paradigma darat. Padahal, Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dengan 70% areanya berupa lautan13 dan laut kita sangat kaya, bahkan kabarnya adalah bangsa Indonesia terdahulu adalah bangsa-bangsa pelaut. Ir. Soekarno pernah berkata bahwa sebuah bangsa yang melawan prinsipnya sendiri tidak akan mampu bertahan14. Wajar jika akhirnya kita belum sejahtera dengan laut kita, jika kita mengikuti prinsip ini.

Kemudian mengenai dana riset yang dianggarkan pemerintah. Hal ini juga menjadi contoh bagaimana kebijakan membatasi kita untuk sejahtera. Dalam artian membekali diri kita dengan penguasaan teknologi. Pemerintah pada tahun 2010 ini menganggarkan dana riset sebesar Rp. 625 milyar15. Mungkin merupakan jumlah yang besar bagi seorang atau sekelompok orang. Namun ini dinilai kecil bagi sebuah negara. Mari kita bandingkan dengan dana riset sebuah perusahaan swasta di AS, yaitu Intel, yang menganggarkan US$ 6 milyar per tahun16. Ini menandakan, kebijakan yang membatasi pada akhirnya tidak akan membawa dampak apa-apa terhadap perkembangan bangsa, meskipun mempunyai sumber daya dan kemampuan yang tidak terbatas sekalipun.

Solusi Praktis

Kita telah menganalisis bahwa keterbatasan Indonesia masih terletak pada kemampuan mengelola dan kebijakan dalam mengaturnya. Dari kedua hal ini, solusi praktis yang bisa diusulkan sebenarnya hanya dua hal:

1. Mempersiapkan diri kita, mahasiswa masing-masing agar kita

mempunyai kemampuan dalam mengelola segala potensi yang ada di Indonesia ini. Penguasaan teknologi adalah hal yang mutlak untuk bisa mengelola SDA kita, baik hayati maupun non-hayati. Penguasaan sosial juga perlu agar kita bisa mengelola SDM yang ada di masyarakat nantinya.

2. Mengawasi kebijakan yang dibuat di negara ini. Jangan sampai kebijakan yang ada berdampak pada terbatasnya ruang gerak kita untuk sejahtera. Ironisnya apabila kekayaan kita berujung pada negara-negara asing tanpa terlebih dahulu berusaha mencukupi kekurangan bangsa.

____

1United States Census Bureau. 2006

2Badan Kependudukan PBB. 2005

3Dr. Eliyahu M. Goldratt. The Goal: A Process Of Ongoing Improvement. 2004 (Massachusetts: North River Press)

4Sumber Daya Alam. http://id.wikipedia.org/wiki/Sumber_daya_alam.

5Yayasan Kehati. Biodiversity of Indonesia. 2008 (Jakarta).

6Kementrian Lingkungan Hidup Indonesia. Status Lingkungan Hidup Indonesia 2009. 2009.

7Heppy Trenggono. Menjadi Bangsa Pintar. 2009 (Jakarta: Republika Press).

8Departemen ESDM. Handbook of Energy and Economic Statistics of Indonesia 2009. 2009.

9Kementrian ESDM. Kinerja Sektor ESDM Tahun 2009. 2009.

10http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_suku_bangsa_di_Indonesia.

11Indonesian Resources Studies. Menanti Keputusan dan Transparansi Proyek Gas Donggi Senoro. 2010.

12http://id.wikipedia.org/wiki/Revolusi_Hijau.

13 http://id.wikipedia.org/wiki/Indonesia.

14Widjajono Partowidagdo. Mengenal Pembangunan dan Analisis Kebijakan. 2010.

15 http://bataviase.co.id/node/124695.

16 http://www.detikinet.com/read/2008/06/21/110412/960082/319/us--6-miliar-dana-riset-intel-per-tahun

Tidak ada komentar: