Potensi dan Realitas Bangsa
Tanah airku Indonesia
Negeri elok amat kucinta
Tanah tumpah darahku yang mulia
Yang kupuja sepanjang masa
Tanah airku aman dan makmur
Pulau kelapa yang amat subur
Pulau melati pujaan bangsa
Sejak dulu kala
(Rayuan Pulau Kelapa, Ismail Marzuki)
Teori Keterbatasan (Theory Of Constraints)
Tuhan itu Maha Pemurah, setiap apa yang diciptakan-Nya, pastilah
ada manfaatnya. Dan kita bisa melihat bahwa ciptaan-Nya merata di seluruh
permukaan bumi. Tidak ada negara yang tidak mempunyai tumbuhan, hewan, dan
ciptaan lainnya. Dan ini adalah sebuah potensi, yang apabila bisa dimanfaatkan
dengan baik akan membawa kekuatan pada suatu negara.
Serupa, manusia juga sudah tersebar di muka bumi ini, tidak ada
negara yang tidak memiliki manusia, meskipun tidak semua negara mempunyai
jumlah penduduk yang sama. Jumlah penduduk dunia kini berkisar 6,5 milyar jiwa1,
dan Indonesia menempati posisi keempat negara dengan jumlah penduduk terbanyak,
yaitu 241.973.879 jiwa2. Namun, tidak semua indikator tersebut
(kekayaan alam dan jumlah penduduk) menjadi syarat mutlak sejahteranya suatu
negara.
Ketika suatu entitas, dalam hal ini negara belum mencapai
kesejahteraan atau kemakmuran yang dirasakan langsung oleh penduduk negara
tersebut, berarti masih ada batasan yang membatasi negara tersebut untuk
makmur. Batasan ini bisa kita kategorikan menjadi batasan dari dalam (internal) maupun batasan dari luar (external). Dr. Eliyahu M. Goldratt,
seorang ahli filosofi manajemen, membuat model tentang keterbatasan internal (Theory Of
Constraints). Ia mengatakan, bahwa yang termasuk keterbatasan internal
yaitu3:
1. Keterbatasan Sumber Daya, yaitu keterbatasan modal dasar, atau potensi dasar. Dalam
konteks suatu negara, yang dimaksud dengan sumber daya yang ada dalam suatu
negara adalah sumber daya alam dan sumber daya manusianya.
2. Keterbatasan Kemampuan (Skill), yaitu
keterbatasan kemampuan manusia (skill)
dalam mengelola segala potensi (sumber daya) yang ada di negaranya. Dalam
konteks ini bisa kita dekatkan dengan penguasaan teknologi, kapasitas keilmuan
dan wawasan masyarakat, dan sebagainya.
3. Keterbatasan Kebijakan, yaitu keterbatasan yang bersifat aturan. Dalam konteks ini adalah
peraturan atau kebijakan pemerintah, seperti undang-undang, peraturan daerah,
peraturan pemerintah, dan sebagainya.
Sedangkan keterbatasan dari luar, adalah batasan-batasan yang
timbul dari luar negara Indonesia, sehingga turut menghambat perkembangan
negara mencapai kemakmuran. Adapun batasan dari luar contohnya adalah lobby
politik asing, embargo, dan lainnya.
Keterbatasan Sumber Daya,
Benarkah?
Jika kita melihat kepada teori di atas, penyebab yang pertama
adalah keterbatasan sumber daya. Namun benarkah hal tersebut? Untuk lebih
jelasnya, kita klasifikasikan sumber daya yang ada menjadi Sumber Daya Alam
(SDA) Hayati, SDA Non-hayati4, dan Sumber Daya Manusia (SDM).
Potensi SDA hayati Indonesia merupakan potensi yang sangat
besar. Indonesia mempunyai keanekaragaman hayati dengan varietas yang tinggi
dan juga populasi yang banyak. Indonesia mempunyai
kekayaan jenis-jenis palem yang terbesar di dunia, lebih dari 400 jenis kayu
Dipterocarp (jenis kayu komersial terbesar di Asia Tenggara) dan kurang lebih
25 ribu tumbuh-tumbuhan berbunga serta beranekaragam fauna. Indonesia menduduki
tempat pertama di dunia dalam kekayaan jenis mamalia (515 jenis, 36%
diantaranya endemik), menduduki tempat pertama juga dalam kekayaan jenis
kupu-kupu Swallowtail (121 jenis, 44%
diantaranya endemik), menduduki tempat ketiga dalam kekayaan jenis reptil
(lebih dari 600 jenis), menduduki tempat keempat dalam kekayaan jenis burung
(1519 jenis, 28% diantaranya endemik), menduduki tempat kelima dalam kekayaan
jenis amfibi (lebih dari 270 jenis) dan menduduki tempat ketujuh dalam kekayaan
flora berbunga5.
Tidak hanya itu, Indonesia
mempunyai kekayaan keanekaragaman hayati laut yang besar di dunia. Dengan 70%
stok keanekaragaman hayati di dunia, kawasan Coral
Triangle Initiative
(CTI) bagaikan amazon sea6.
Selanjutnya, tentang potensi SDA Non-hayati, Indonesia juga
sangatlah kaya, dan ini membawa potensi yang sangat besar. Cadangan minyak kita diperkirakan masih ada hingga 45 milliar
barel, kekayaan Batu Bara kita merupakan yang keempat di dunia, dan Timah nomor
dua7. Belum lagi potensi lainnya, seperti yang bisa kita lihat dalam
tabel berikut8.
ENERGI FOSIL |
SUMBER DAYA |
CADANGAN Terbukti |
Potensial (Probable+Possible) |
PRODUKSI (per Tahun) |
Minyak Bumi |
56,6 miliar barel |
3,7 miliar barel |
4,5 miliar barel |
357 juta barel |
Gas Bumi |
334,5 TSCF |
112,4TSCF |
57,6 TSCF |
2,7 TSCF |
Batubara |
104,5 miliar ton |
5,5 miliar ton |
13,3 miliar ton |
229,2 juta ton |
Coal Bed Methane (CBM) |
453 TSCF |
- |
- |
- |
ENERGI NON FOSIL |
SUMBER DAYA |
SETARA |
KAPASITAS TERPASANG |
Tenaga Air |
845,00 juta SBM |
75,67 GW |
4,2 GW |
Panas Bumi |
219,00 juta SBM |
27,51 GW |
1,052GW |
Mini/Micro Hydro |
500 MW |
500 MW |
0,086 GW |
Biomass |
49,81 GW |
49,81 GW |
0,445 GW |
Tenaga Surya |
- |
4.80 kWh/m2/day
|
0,012 GW |
Tenaga Angin |
9,29 GW |
9,29 GW |
0,0011 GW |
Uranium (Nuclear) |
24,112 ton*) atau 3 GW
untuk 11 tahun |
|
|
*) Hanya di Kalan – Kalimantan Barat
Berikut juga “kekayaan” Indonesia untuk SDA non-hayati mineral9.
Emas, Perak,Tembaga, Timah, Bauksit, dan lainnya sudah terbukti merupakan
titipan Tuhan kepada kita. Sejak dahulu, bangsa penjajah sangat menginginkan
kekayaan Indonesia, bahkan hingga sekarang. Walaupun kita sudah tidak dijajah
secara fisik.
Pada dasarnya, kekayaan sumber daya alam suatu negara sifatnya
relatif. Dalam artian kita tidak bisa menyamaratakan potensi suatu negara
karena memang posisi negara-negara di dunia yang berbeda-beda. Ada yang di
sekitar garis khatulistiwa, ada yang di atasnya, atau di bawahnya. Dengan
perbedaan musim masing-masing, juga keanekaragaman dan sumber daya yang sesuai.
Namun, indikator yang seharusnya kita pandang adalah kemakmuran, yaitu sampai
sejauh mana suatu negara memanfaatkan semua potensi yang dimiliki untuk memakmurkan
negaranya sendiri.
Sumber daya yang terakhir adalah Sumber Daya Manusia (SDM).
Manusia bisa dilihat dari segi SDM dengan memandang keberagaman sosial yang ada
di masyarakat dan potensi-potensi lain yang ada. Dengan jumlah 241.973.879 jiwa2,
Indonesia terdiri dari sekitar 489 suku bangsa10. Dengan asumsi
setiap suku mempunyai satu kebiasaan yang mungkin berbeda dengan suku lainnya,
itu pertanda bahwa Indonesia punya banyak “karakter” dalam menyikapi kehidupan
sehari-hari. Hal ini membawa dampak tingginya kecerdasan, wawasan, dan
kreatifitas masyarakat Indonesia. Ini dibuktikan dengan banyaknya industri
kerajinan rakyat yang bernilai ekonomis di seantero negeri ini. Belum lagi
prestasi-prestasi Indonesia dalam kancah keilmua dunia. Berulang kali kita
menjuarai olimpiade-olimpiade sains, lomba-lomba software, lomba bisnis, dan lainnya.
Keterbatasan Kemampuan
Telah terbukti, bahwa Indonesia sebenarnya tidak mengalamai
keterbatasan berarti pada sumber daya yang dimilikinya. Bahkan beberapa sumber
daya yang kita miliki bisa kita ekspor untuk kepentingan negara lain. Namun,
mengapa kesejahteraan dan kemakmuran masih belum mampu kita raih? Jika kita
kembali kepada Theory Of Constraints pada
awal, masih ada dua kemungkinan yang bisa menyebabkan ini semua, yaitu
keterbatasan kemampuan dan keterbatasan kebijakan.
Jika kita melihat, kemampuan masyarakat Indonesia dalam mengelola
kekayaannya sendiri juga menjadi ujung tombak kemandirian kita. Kita bisa
belajar pada kasus blog gas Donggi-Senoro di Sulawesi Tengah, di mana saat itu
pemerintah menetapkan vendor LNG Plant diberikan kepada Mitsubishi dari Jepang11,
walaupun saat itu kita harus membayar mahal untuk hal tersebut, namun bisa saja
keputusan ini timbul karena pemerintah lebih percaya pada penguasaan teknologi
Jepang dalam mengelola sumur gas.
Kasus lain, PT Dirgantara Indonesia dan PT Industri Kereta Api
juga menjadi contoh bahwa kita ternyata sudah bisa menguasai teknologi. Ratusan
pesawat dan helikopter telah diproduksi oleh PT DI, serupa, PT INKA sekarang
sudah mampu memproduksi KRL dari nol. Jika kita lihat, memang di suatu sisi
kita masih terbatas dalam hal teknologi, namun di sisi lain, kita sudah
menguasai sebuah teknologi. Itu tandanya, keterbatasan karena kemampuan mengelola
sudah mulai bisa diatasi.
Keterbatasan Kebijakan
Lantas, jika memang kita sudah mulai bisa mengatasi keterbatasan
sumber daya dan kemampuan, kita bisa berkesimpulan bahwa mungkin kebijakanlah
yang membatasi kesejahteraan kita selama ini. Ada beberapa contoh yang bisa
kita pelajari terhadap permasalahan ini, seperti Revolusi Hijau dan Dana Riset.
Revolusi Hijau, yang gencar dilakukan tahun 1960-an, awalnya
memang terlihat sangat baik, bahkan bisa menuai keberhasilan di beberapa
negara, termasuk Indonesia yang mencapai swasembada pangan12. Namun,
setelahnya revolusi hijau tidak secemerlang adanya. Beberapa pihak bahkan
menentang keras kebijakan ini dikarenakan merusak lingkungan dan memacu
pembukaan hutan yang tidak terkendali. Kebijakan ini sungguh ironis, seperti
perubahan paradigma secara struktural dari paradigma laut ke paradigma darat.
Padahal, Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dengan 70% areanya
berupa lautan13 dan laut kita sangat kaya, bahkan kabarnya adalah
bangsa Indonesia terdahulu adalah bangsa-bangsa pelaut. Ir. Soekarno pernah
berkata bahwa sebuah bangsa yang melawan prinsipnya sendiri tidak akan mampu
bertahan14. Wajar jika akhirnya kita belum sejahtera dengan laut
kita, jika kita mengikuti prinsip ini.
Kemudian mengenai dana riset yang dianggarkan pemerintah. Hal ini
juga menjadi contoh bagaimana kebijakan membatasi kita untuk sejahtera. Dalam
artian membekali diri kita dengan penguasaan teknologi. Pemerintah pada tahun
2010 ini menganggarkan dana riset sebesar Rp. 625 milyar15. Mungkin
merupakan jumlah yang besar bagi seorang atau sekelompok orang. Namun ini
dinilai kecil bagi sebuah negara. Mari kita bandingkan dengan dana riset sebuah
perusahaan swasta di AS, yaitu Intel, yang menganggarkan US$ 6 milyar per tahun16.
Ini menandakan, kebijakan yang membatasi pada akhirnya tidak akan membawa
dampak apa-apa terhadap perkembangan bangsa, meskipun mempunyai sumber daya dan
kemampuan yang tidak terbatas sekalipun.
Solusi Praktis
Kita telah menganalisis bahwa keterbatasan Indonesia masih
terletak pada kemampuan mengelola dan kebijakan dalam mengaturnya. Dari kedua
hal ini, solusi praktis yang bisa diusulkan sebenarnya hanya dua hal:
mempunyai kemampuan dalam mengelola segala potensi yang ada di Indonesia ini.
Penguasaan teknologi adalah hal yang mutlak untuk bisa mengelola SDA kita, baik
hayati maupun non-hayati. Penguasaan sosial juga perlu agar kita bisa mengelola
SDM yang ada di masyarakat nantinya.
2. Mengawasi kebijakan yang dibuat di negara ini. Jangan sampai
kebijakan yang ada berdampak pada terbatasnya ruang gerak kita untuk sejahtera.
Ironisnya apabila kekayaan kita berujung pada negara-negara asing tanpa
terlebih dahulu berusaha mencukupi kekurangan bangsa.
____
1United States Census Bureau. 2006
2Badan Kependudukan PBB. 2005
3Dr. Eliyahu M. Goldratt. The Goal: A Process Of Ongoing Improvement.
2004 (Massachusetts: North River Press)
4Sumber Daya
Alam. http://id.wikipedia.org/wiki/Sumber_daya_alam.
5Yayasan
Kehati. Biodiversity of Indonesia.
2008 (Jakarta).
6Kementrian
Lingkungan Hidup Indonesia. Status
Lingkungan Hidup Indonesia 2009. 2009.
7Heppy
Trenggono. Menjadi Bangsa Pintar.
2009 (Jakarta: Republika Press).
8Departemen
ESDM. Handbook of Energy and Economic
Statistics of Indonesia 2009. 2009.
9Kementrian
ESDM. Kinerja Sektor ESDM Tahun 2009.
2009.
10http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_suku_bangsa_di_Indonesia.
11Indonesian
Resources Studies. Menanti Keputusan dan
Transparansi Proyek Gas Donggi Senoro. 2010.
12http://id.wikipedia.org/wiki/Revolusi_Hijau.
13
http://id.wikipedia.org/wiki/Indonesia.
14Widjajono
Partowidagdo. Mengenal Pembangunan dan
Analisis Kebijakan. 2010.
15
http://bataviase.co.id/node/124695.
16
http://www.detikinet.com/read/2008/06/21/110412/960082/319/us--6-miliar-dana-riset-intel-per-tahun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar