Senin, 15 Desember 2008

Baiti Jannati, Aliyi Jannati [1]

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. at-Tahrim, 66:6).

“Koq udah jarang pulang ke rumah sih? Jangan-jangan udah “punya” nih di Bandung...”. Mungkin beberapa ikhwan yang menyandang status perantauan pernah mendapat statemen di atas oleh orang tuanya, ibu atau bapak. Sepintas kalimat tersebut memang sepele, semua orang juga pasti beranggapan kalo kalimat tersebut hanya sebagian senda gurau orang tua dalam menegur secara halus anaknya yang sudah jarang menengok ke kampung halaman. Entah itu karena amanah akademik ataupun amanah lain yang mungkin saja menumpuk dan tidak bisa menyempatkan menjenguk orangtua di rumah (tentunya jarak yang masih tetap feasible untuk menjenguk dalam frekuensi sedang).

Akan tetapi, jikalau kita selami lebih dalam, maka di kalimat bold tersebut tersirat bahwa orangtua belum memahami lebih dalam tentang akhlak pergaulan islami. Ada tiga kemungkinan yang dapat melatarbelakangi hal ini. Pertama, mungkin saja orangtua memang pure bercanda. Kedua, mungkin saja orangtua sudah memahami tentang akhlak pergaulan islami, pura-pura tidak tahu dan ingin mengetahui saja reaksi anaknya ketika diberi pertanyaan seperti itu. Ketiga, mungkin saja orangtua memang benar-benar belum paham.

Kejadian sering terjadi adalah merujuk ke kemungkinan ketiga dimana orangtua benar-benar tidak tahu dan tidak memahami. Ironisnya lagi jika itu adalah orangtua dari seorang aktivis dakwah yang terkenal dengan penyuaraan lantangnya terhadap penegakan nilai-nilai islam di lingkungan sekitarnya. Mereka yang biasa syuro berkoordinasi pagi-pagi redup, yang piawai dalam menyampaikan materi tarbiyah ke mad’unya, yang jago memimpin acara syiar islam di kampus, tiba-tiba tumbang tak berdaya ketika harus dihadapakan pada da’wah terhadap keluarga, ke bapak dan ibu, ayah bunda, abi ummi, atau papa mama. Padahal da’wah yang mereka sampaikan insya Allah baik dan sangat bermanfaat bagi keluarga apabila tersampaikan, kenyataannnya, mereka hanya terdiam tindakan ketika melihat ayah-ayah mereka melewatkan waktu awal sholat di rumah.

Mereka mungkin hanya tersenyum terpaksa ketika menyaksikan ibu-ibu mereka tidak memakai jilbab ketika “hanya” sekedar menaruh sesuatu di pekarangan rumah, yang hanya berjarak tidak sampai tiga meter dari pintu rumah mereka. Mereka juga mungkin tersenyum sakit ketika melihat adik ABG mereka lebih jago dalam update lagu-lagu terbaru yang lagi ngetrend. Atau konflik yang sangat sering terjadi di kalangan aktivis da’wah yaitu friksi dengan pihak keluarga ketika ingin mengadakan pernikahan dan walimatul ‘ursy. Di suatu pihak menginginkan ikhwan-akhwat terpisah dengan baik, di suatu sisi mempertanyakan mengapa hal itu dilakukan, dsb.

Da’wah terhadap keluarga memegang peranan sangat penting dalam membangun perdaban islam yang lebih baik. Hal ini dikarenakan keluarga adalah tempat first time study bagi anak dan ke-efektifan transfer nilai dari orangtua ke anaknya. Keluarga adalah tempat “kembali” seseorang di dunia jikalau perasaannya sedang bergejolak, baik senang maupun sedih. Keluarga adalah tempat berbagi dan boleh dibilang komunitas manusia paling nyaman bagi manusia itu sendiri (ia dan keluarganya, red).

Da’wah pada keluarga secara orientasi terbagi menjadi tiga. Pertama, da’wah vertikal ke atas, yaitu da’wah langsung kepada kedua orangtua. Kedua, da’wah horizontal kanan-kiri, yaitu da’wah kepada saudara kandung (kakak-adik). Yang ketiga, terutama yang sudah menikah, yaitu da’wah vertikal ke bawah kepada keturunan dan istri-istri.

Adalah tidak dibenarkan apabila seorang aktivis da’wah sangat sering “mentelantarkan” keluarganya di rumah dan membiarkan suasana keluarganya tidak mendapat sentuhan keindahan islam kecuali karena pengetahuan dari kecil, selebihnya, anaklah yang seharusnya bisa membawa oase penyegar. Salim A. Fillah, dalam bukunya Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim mengatakan bahwa sesekali meninggalkan aktivitas da’wah di luar bukan berarti berpaling dari da’wah, jika memang hal itu digunakan untuk memberi perhatian kepada keluarganya.

Setelah ini akan coba dibahas tentang langkah-langkah yang mungkin bisa dicapai dalam da’wah keluarga. Insya Allah pada postingan berikutnya.

Senin, 08 Desember 2008

Islam dan Teknik Industri [3. HABIS]

Tujuan

 

Sudah sedikit disinggung di atas bahwa ilmu TI adalah hasil daya cipta manusia, dan kita harus mengakui bahwa “pencipta” TI adalah orang barat yang notabene dikuasai oleh pemikiran Yahudi dan Nasrani, yang memang tidak sejalan dengan nilai Islam. Oleh karena itulah, TI dikenal sebagai ilmu pengadopsian pemikiran Kapitalisme. Yang dikenal dengan mengambil keuntungan sebanyak-banyaknya dengan pengorabanan sedikit-dikitnya.

 

Adam Smith, sebagai pencetus teori Kapitalisme ini, dalam ilmu TI dianggap sebagai Founding Father of Industrial Engineering. Hal ini semakin memperkuat fakta bahwa ilmu TI menggunakan prinsip barat yang kita akui sedang merajai dunia ini (Kapitalisme).

 

Tujuan dari ilmu TI ditinjau dari segi kebahasaan yaitu maksimalisasi hasil, hasil ini berarti hasil dari sebuah sistem kerja. Bisa berupa produktivitas kerja, bisa dengan kapasitas produksi meningkat, bisa dengan waktu yang dipangkas, dan sebagainya hingga tercapai keuntungan materi sebanyak-banyaknya. Sementara jika dilihat dari segi teknisnya, maksimalisasi hasil ini dapat berarti dua hal, yang pertama adalah penghematan, dalam artian mengurangi dan atau menghilangkan pemborosan, dan yang kedua ialah peningkatan produktivitas, dimana produktivitas ini dikaitkan erat dengan efisiensi, yaitu total elemen output dibagi elemen input dalam suatu sistem kerja.

 

Maksimalisasi hasil yang merupakan tujuan TI, dengan mengurangi/menghilangkan pemborosan yang terjadi dalam sistem kerja sangatlah sesuai dengan Islam:

“Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.” (QS. al-Israa’, 17:27).

 

Pengurangan pemborosan ini dapat dilakukan dengan bermacam-macam langkah strategis, seperti keteraturan tata letak, ergonomi dalam pencegahan kecelakaan, dsb. Dimana semua langkah ini sesuai dengan ajaran Islam, pengendalian mutu, kerapian dan ketelitian keuangan, dsb. Pada hakikatnya, pengurangan pemborosan ini sangat sering dilakukan oleh seorang insinyur TI untuk melakukan maksimalisasi hasil/output.

 

Hal yang bertentangan dengan Islam adalah saat ilmu TI dipakai untuk memaksimalisasi hasil melalui peningkatkan produktivitas kerja dengan cara orientasi keuntungan, semisal adanya bunga bank pada salah satu mata kuliah TI, yaitu Ekonomi Teknik. Juga dipelajari bagaimana saham bergerak/fluktuatif di mata kuliah Pengantar Ilmu Ekonomi. Lain lagi, yaitu mempelajari Perencanaan dan Pengendalian Produksi, dimana TI belajar meramalkan demand (permintaan), dan memproduksi banyak saat sedang musim, sehingga tercapai keuntungan yang maksimal.

 

Ideologi Kapitalis yang menjadi basic TI adalah “kesalahan” dari ilmu TI. Seandainya saja ideologi Islam dengan “saling berbagi” diterapkan dalam ilmu TI, tentunya TI akan sesuai dengan Islam. Jikalau itu yang terjadi, maka manusia tidak hanya dijadikan objek untuk meraih keuntungan, tetapi manusia itu juga disejahterakan dengan adanya “saling berbagi” ini. Juga dengan eksploitasi material di alam untuk keuntungan semata industri, dimana alam hanya dijadikan objek resources, sementara mungkin usaha memperbaikinya masih minim.

 

 

Kesimpulan

 

Itulah gambaran singkat mengenai disiplin ilmu TI yang banyak diaplikasikan di perindustrian dewasa ini. Sebagai ilmu yang merupakan hasil daya cipta manusia, apalagi manusia itu berasal dari barat, tentunya ada prinsip-prinsip ilmu TI yang sesuai dengan ajaran Islam, akan tetapi ada pula yang bertentangan dengan ajaran Islam. Disinilah tugas Islam sebagai solusi, seharusnya kita, umat Islam bisa “merombak” sebagian ilmu TI yang tidak sesuai dengan Islam agar menjadi sejalan dengan Islam. Akan tetapi, implementasi dari hal ini kemungkinan tidak bisa terlaksana dalam waktu dekat, mengingat masih kentalnya hegemoni barat dalam “pengaturan” sistem dunia saat ini.

 

Jadi, yang bisa kita lakukan adalah mempelajari ilmu TI dengan sebaik-baiknya, karena TI adalah salah satu disiplin ilmu, kemudian mengamalkan prinsip-prinsip yang sesuai dengan Islam, dan berusahalah meninggalkan prinsip-prinsip yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Dan janganlah lupa berdo’a kepada Allah agar dilindungi dari kesalahan pemahaman dan kekhilafan pelaksanaan.

 

 

Referensi

-          Alquranul karim, sebuah petunjuk, sebuah cahaya, sebuah penawar, dan berita gembira.

-          Rasmul Bayan. Materi Madah Tarbiyah.

-          Modul Ringkas Irwan Prayitno.

-          Introduction to Industrial and System Engineering. Wayne C. Turner.

-          Teknik Perancangan Sistem Kerja. Iftikar Z. Sutalaksana.

Islam dan Teknik Industri [2]

TEKNIK INDUSTRI DALAM PERSPEKTIF ISLAM

 

“...niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. al-Mujaadilah, 58:11).

 

Teknik Industri sebagai salah satu disiplin ilmu, tentunya wajib untuk dipelajari (tertera dalam hadis). Sebagai ilmu yang notabene hasil pemikiran manusia, tentu sangatlah banyak kekurangan dalam disiplin ilmu ini, dan tidak jarang juga beberapa aspek dalam ilmu ini bertentangan dengan Islam. Kita akan mencoba membahas satu per satu kata kunci dari definisi Teknik Industri menurut The Institue of Industrial Engineers (IIE), yaitu:

·         Pekerjaan: Desain, perbaikan, dan membuat sistem terintegrasi.

·         Objek: Sistem terintegrasi dari manusia, material, informasi, peralatan, energi.

·         Tujuan: Hasil yang maksimal.

 

 

Pekerjaan

 

Pekerjaan utama seorang Industrial Engineer adalah mendesain, memperbaiki, dan membuat suatu sistem terintegrasi. Mendesain adalah merancang atau merencanakan, tentu saja yang didesain adalah objek yaitu sistem terintegrasi. Dalam pandangan Islam, desain/merancang ini sangatlah dianjurkan karena persiapan merupakan bagian dari jihad/kesungguhan (hadist). Artinya, desain ini mempunyai peranan penting sebagai langkah awal dalam setiap pembuatan sistem terintegrasi, oleh karena itu, hal ini sejalan dengan Islam yang menganjurkan peranan penting dalam persiapan.

 

Selanjutnya, pekerjaan seorang teknik industri adalah perbaikan. Perbaikan berarti mengganti sesuatu yang tidak bermanfaat atau tidak baik dengan sesuatu yang lebih baik/bermanfaat. Dalam hal ini, perbaikan yang dilakukan adalah menambah nilai manfaat dalam sebuah sistem terintegrasi. Islam mengajarkan asas kebermanfaatan dan peningkatan nilai dalam kehidupannya. Firman Allah berikut menjelaskan kita tentang manfaat:

“Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit, maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya, maka arus itu membawa buih yang mengambang. Dan dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasan atau alat-alat, ada (pula) buihnya seperti buih arus itu. Demikianlah Allah membuat perumpamaan (bagi) yang benar dan yang bathil. Adapun buih itu, akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada harganya; adapun yang memberi manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi. Demikianlah Allah membuat perumpamaan-perumpamaan.” (QS. ar-Ra’d, 13:17).

 

Karena itulah, asas manfaat ini sangat sesuai dengan Islam dan tidak bertentangan dengan ajaran/nilai-nilai Islam. Rasulullah juga menyinggung tentang kebermanfaatan dalam hadist, “sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia (lainnya).” (HR. Bukhari Muslim), walaupun dalam hal ini kebermanfaatan yang dimaksud adalah sesama manusia. Salah satu objek Teknik Industri adalah manusia, dimana di Teknik Industri juga dipelajari bagaimana mengatur pekerja, membuat sistem kerja yang sehat dan aman, dan sebagainya.

 

Sama dengan kebermanfaatan, hal utama yang dituju dalam pembuatan sistem kerja (pekerjaan ketiga Sarjana Teknik Industri) bagaimana membuat sistem kerja terintegrasi yang efektif, aman, sehat, nyaman, dan efisien. Karena itu pembuatan sistem kerja ini tidak semua bertentangan dengan Islam, bahkan ada yang sejalan. Hal-hal yang bertentangan dengan Islam akan dibahas selanjutnya.

 

 

Objek Kajian

 

Objek utama dari disiplin ilmu Teknik Industri (TI) adalah sebuah sistem terintegrasi yang terdiri dari manusia, material, informasi, peralatan, energi.

 

Dalam disiplin ilmu TI dipelajari bagaimana manusia bekerja, beraktivitas dengan produktif, dan berinteraksi dengan lingkungan kerja secara nyaman. Jikalau dalam Islam manusia bisa bertindak sebagai subjek dan objek, dalam TI manusia hanya diletakkan sebagai objek, yaitu sesuatu yang dipelajari untuk mencapai tujuan yaitu hasil yang maksimal. Tujuan dipelajarinya manusia bukan untuk mencapai perbaikan kualitas manusia, tetapi mencapai perbaikan kualitas sistem dengan menjaga manusia sebagai operator. Bagaimanapun manusia yang sehat dan bekerja dalam kenyamanan akan menambah produktivitas sistem kerja tersebut, sehingga dicapailah keuntungan yang maksimal dengan pengorbanan yang sesedikit mungkin (teori Kapitalisme Adam Smith).

 

Material juga merupakan objek studi TI karena dalam menyusun sebuah sistem kerja yang integral (menyeluruh, bukan parsial), dibutuhkan elemen bahan baku, dalam hal ini material. Termasuk material yang dipelajari oleh ilmu TI adalah besi (al-Hadid), yang juga disinggung dalam Alquran dalam potongan surat al-Hadid(57) ayat 25 berikut:

“...Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)Nya dan rasul-rasul-Nya padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.”

 

Selain itu, mempelajari material berarti mempelajari tentang alam. Dengan mempelajari alam ini, akademisi TI bisa bertafakur tentang alam, sehingga bisa saja menjadi pengingat akan kekuasaan Allah.

 

Informasi dalam ilmu TI bermakna segala hal yang berhubungan dengan penyampaian berita, baik mengenai keadaan suatu sistem kerja yang telah terbangun, ataupun berita tentang luar sistem kerja yang berakibat pada sistem kerja tersebut. Contohnya, pada sistem kerja restoran, harga bahan baku seperti nasi adalah informasi di luar sistem kerja yang berpengaruh terhadap sistem kerja tersebut. Rasulullah menganjurkan setiap muslim selalu update terhadap setiap perkembangan yang ada dalam aspek kehidupan, hal ini tertera dalam hadist: “Sampaikanlah walau satu ayat...”

 

Islam sangat melarang umatnya kuper (kurang pergaulan), karena salah satu permasalahan umat Islam saat ini adalah do’fut tsaqofah (lemahnya pengetahuan). Karena itulah, hendaknya tiap-tiap muslim rajin membaca dan mengupdate informasi untuk menambah wawasan (QS. al-‘Alaq, 96:1).

 

Peralatan sebagai objek kajian TI maksudnya adalah segala sesuatu yang dapat dipakai untuk memudahkan pekerjaan. Islampun membolehkan menggunakan alat apa saja untuk melakukan suatu pekerjaan asalkan sesuai syariat Islam. Jadi tidak ada masalah berarti dalam penggunaan alat sebagai pembantu pekerjaan.

 

Energi yang dimaksud dalam objek TI adalah segala daya/kemampuan yang dapat digunakan untuk mendukung terciptanya sistem kerja yang efektif dan efisien. Dalam penerapannya, daya/kemampuan yang dipergunakan ini bisa dari bermacam-macam sumber, seperti manusia, mesin, hewan, dsb. Allah menyinggung agar kita menggunakan daya/kemampuannya dalam berbuat kebaikan:

“...Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (QS. al-Maa’idah, 5:2).

 

Dari ayat di atas kita dapat menyimpulkan bahwa objek kajian TI berupa daya sesuai dengan nilai-nilai Islam, yaitu penggunaan daya sebesar-besarnya di dalam kebaikan, yang dalam hal ini adalah mendukung kelancaran sistem kerja yang baik.

Islam dan Teknik Industri [1]

ISLAM DAN TEKNIK INDUSTRI

Oleh: Ramadhani Pratama Guna (13407126)

 

 

Pendahuluan

 

Sejarah Teknik Industri tidak dapat dilepaskan kaitannya dari revolusi industri di Inggris yang terjadi pada akhir abad ke-18, khususnya periode tahun 1769-1800. Pada saat itu, James Watt menemukan sebuah mesin uap yang kemudian menyebabkan terjadinya perubahan yang sangat fundamental dalam bidang produksi yaitu dari sistem produksi yang bersifat industri rumah tangga (home industry) menjadi sistem industri fabrikasi (factory system). Akibat perubahan ini, terjadilah substitusi tenaga manusia oleh mesin yang secara cepat meningkatkan kapasitas pabrik. Meningkatnya kapasitas pabrik  mengakibatkan perluasan pasar untuk menjual hasil produksi seiring dengan perluasan daerah jajahan, pertumbuhan yang pesat di sektor industri, dan terjadinya akumulasi sumber daya.

 

Di lain pihak perubahan ini juga menimbulkan permasalahan baru dalam pengelolaan organisasi sistem produksi, diantaranya adalah:

1.       Akibat pertumbuhan yang pesat, para pemilik perusahaan umumnya tidak mampu lagi mengarahkan serta mengendalikan aktivitas seluruh perusahaan yang beraneka ragam secara baik. Hal ini karena mengalami kekurangan tenaga professional baik pada tingkat manajerial yang tidak hanya menguasai aspek teknikal tetapi juga menguasai persoalan manajerial maupun tenaga kerja terampil pada tingkatan operasional.

2.       Rendahnya produktivitas tenaga kerja pada umumnya yang berakibat rendahnya produktivitas dan efisiensi sistem produksinya.

 

Di Indonesia, Teknik Industri adalah salah satu disiplin ilmu teknik (engineering atau rekayasa) yang diimpor dari Amerika Serikat pada 1969 oleh dosen Institut Teknologi Bandung, Prof. Dr. Ir. Matthias Aroeff. Maka sejak 1970 berdirilah Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Bandung yang tumbuh pesat dan melahirkan jurusan yang sama pada berbagai perguruan tinggi Indonesia baik yang negeri maupun swasta.

 

Sepanjang sejarahnya yang cukup matang yakni 36 tahun di Indonesia, Teknik Industri sebagai sebuah disiplin ilmu belum pernah dikaji secara formal sesuai tidaknya dengan Islam.

 

Mengingat Islam yang hidup dalam kesadaran setiap muslim mencakup/meliputi segala aspek kehidupan tanpa kecuali sedikitpun, maka mencoba mengkaji hubungannya dengan Teknik Industri tidak bisa dihindarkan. Karena kehidupan ber-teknik industri seorang muslim adalah salah satu aspek hidupnya yang tidak mungkin dipisahkan dari keseluruhan dirinya.

 

 

Pengertian Teknik Industri

 

Menurut The American Institute of Industrial Engineers (AIIE), definisi Teknik Industri yang paling awal dikeluarkan pada tahun 1948 adalah sebagai berikut :

“Industrial Engineering is concerned with the design, improvement, and installation of integrated systems of men, materials, and machines. It draws upon specialized knowledge and skill in the mathematical, physical, and social sciences together with the principles and methods of engineering analysis and design to specify, predict, and evaluate the results to be obtained from such system.”

 

Sesuai dengan perkembangannya, AIIE berubah nama menjadi The Institue of Industrial Engineers (IIE) dan definisi teknik Industri juga mengalami perubahan pada tahun 1984 menjadi sebagai berikut:

Industrial Engineering is concerned with the design, improvement, and installation of integrated systems of people, material, information, equipment, and energy, it draws upon specialized knowledge and skill in the mathematical, physical, and social sciences together with the principle and methods of engineering analysis and design to specify, predict, and evaluate the result to be obtained from such system.”

 

Dari definisi tersebut tersurat bahwa Teknik Industri memiliki objek kajian yang tetap, yaitu system integral walaupun komponennya mengalami perubahan mengikuti perkembangan lingkungannya. Hal ini menunjukkan bahwa objek dan ruang lingkup Teknik Industri bersifat dinamis, yang mengakibatkan pula perlunya untuk selalu memutakhirkan bidang keilmuan pendukungnya sesuai dengan perubahan lingkungan tersebut, walaupun dilihat dari prinsip dasar keilmuannya masih tidak mengalami perubahan.

 

 

Jumat, 05 Desember 2008

Kematian Hati

Banyak orang tertawa tanpa (mau) menyadari sang maut sedang mengintainya.

 

Banyak orang cepat datang ke shaf shalat layaknya orang yang amat merindukan kekasih. Sayang ternyata ia datang tergesa-gesa hanya agar dapat segera pergi.

 

Seperti penagih hutang yang kejam ia perlakukan Tuhannya. Ada yang datang sekedar memenuhi tugas rutin mesin agama. Dingin, kering dan hampa, tanpa penghayatan. Hilang tak dicari, ada tak disyukuri.

 

Dari jahil engkau disuruh berilmu dan tak ada idzin untuk berhenti hanya pada ilmu. Engkau dituntut beramal dengan ilmu yang ALLAH berikan. Tanpa itu alangkah besar kemurkaan ALLAH atasmu. 

 

Tersanjungkah engkau yang pandai bercakap tentang keheningan senyap ditingkah rintih istighfar, kecupak air wudlu di dingin malam, lapar perut karena shiam atau kedalaman munajat dalam rakaat-rakaat panjang.


Tersanjungkah engkau dengan licin lidahmu bertutur, sementara dalam hatimu tak ada apa-apa. Kau kunyah mitos pemberian masyarakat dan sangka baik orang-orang berhati jernih, bahwa engkau adalah seorang saleh, alim, abid lagi mujahid, lalu puas meyakini itu tanpa rasa ngeri.

 

Asshiddiq Abu Bakar Ra. selalu gemetar saat dipuji orang. "Ya ALLAH, jadikan diriku lebih baik daripada sangkaan mereka, janganlah Engkau hukum aku karena ucapan mereka dan ampunilah daku lantaran ketidaktahuan mereka", ucapnya lirih.

 

Ada orang bekerja keras dengan mengorbankan begitu banyak harta dan dana, lalu ia lupakan semua itu dan tak pernah mengenangnya lagi. Ada orang beramal besar dan selalu mengingat-ingatnya, bahkan sebagian menyebut-nyebutnya. Ada orang beramal sedikit dan mengklaim amalnya sangat banyak. Dan ada orang yang sama sekali tak pernah beramal, lalu merasa banyak amal dan menyalahkan orang yang beramal, karena kekurangan atau ketidaksesuaian amal mereka dengan lamunan pribadinya, atau tidak mau kalah dan tertinggal di belakang para pejuang. Mereka telah menukar kerja dengan kata.

 

Dimana kau letakkan dirimu?

Saat kecil, engkau begitu takut gelap, suara dan segala yang asing. Begitu kerap engkau bergetar dan takut.

 

Sesudah pengalaman dan ilmu makin bertambah, engkaupun berani tampil di depan seorang kaisar tanpa rasa gentar. Semua sudah jadi biasa, tanpa rasa.

 

Telah berapa hari engkau hidup dalam lumpur yang membunuh hatimu sehingga getarannya tak terasa lagi saat ma'siat menggodamu dan engkau meni'matinya?

 

Malam-malam berharga berlalu tanpa satu rakaatpun kau kerjakan. Usia berkurang banyak tanpa jenjang kedewasaan ruhani meninggi. Rasa malu kepada ALLAH, dimana kau kubur dia ?

 

Di luar sana rasa malu tak punya harga. Mereka jual diri secara terbuka lewat layar kaca, sampul majalah atau bahkan melalui penawaran langsung. Ini potret negerimu : 228.000 remaja mengidap putau. Dari 1500 responden usia SMP & SMU, 25 % mengaku telah berzina dan hampir separohnya setuju remaja berhubungan seks di luar nikah asal jangan dengan perkosaan. Mungkin engkau mulai berfikir "Jamaklah, bila aku main mata dengan aktifis perempuan bila engkau laki-laki atau sebaliknya di celah-celah rapat atau berdialog dalam jarak sangat dekat atau bertelepon dengan menambah waktu yang tak kauperlukan sekedar melepas kejenuhan dengan canda jarak jauh" Betapa jamaknya 'dosa kecil' itu dalam hatimu.

 

Kemana getarannya yang gelisah dan terluka dulu, saat "TV Thaghut" menyiarkan segala "kesombongan jahiliyah dan maksiat"?

 

Saat engkau muntah melihat laki-laki (banci) berpakaian perempuan, karena kau sangat mendukung ustadzmu yang mengatakan " Jika ALLAH melaknat laki-laki berbusana perempuan dan perempuan berpakaian laki-laki, apa tertawa riang menonton akting mereka tidak dilaknat ?" Ataukah taqwa berlaku saat berkumpul bersama, lalu yang berteriak paling lantang "Ini tidak islami" berarti ia paling islami, sesudah itu urusan tinggallah antara engkau dengan dirimu, tak ada ALLAH disana?

 

Sekarang kau telah jadi kader hebat. Tidak lagi malu-malu tampil. Justeru engkau akan dihadang tantangan: sangat malu untuk menahan tanganmu dari jabatan tangan lembut lawan jenismu yang muda dan segar. Hati yang berbunga-bunga didepan ribuan massa.

 

Semua gerak harus ditakar dan jadilah pertimbanganmu tergadai pada kesukaan atau kebencian orang, walaupun harus mengorbankan nilai terbaik yang kau miliki. Lupakah engkau, jika bidikanmu ke sasaran tembak meleset 1 milimeter, maka pada jarak 300 meter dia tidak melenceng 1 milimeter lagi ? Begitu jauhnya inhiraf di kalangan awam, sedikit banyak karena para elitenya telah salah melangkah lebih dulu.

 

Siapa yang mau menghormati ummat yang "kiayi"nya membayar beberapa ratus ribu kepada seorang perempuan yang beberapa menit sebelumnya ia setubuhi di sebuah kamar hotel berbintang, lalu dengan enteng mengatakan "Itu maharku, ALLAH waliku dan malaikat itu saksiku" dan sesudah itu segalanya selesai, berlalu tanpa rasa bersalah?

 

Siapa yang akan memandang ummat yang da'inya berpose lekat dengan seorang perempuan muda artis penyanyi lalu mengatakan "Ini anakku, karena kedudukan guru dalam Islam adalah ayah, bahkan lebih dekat daripada ayah kandung dan ayah mertua" Akankah engkau juga menambah barisan kebingungan ummat lalu mendaftar diri sebagai 'alimullisan (alim di lidah)? Apa kau fikir sesudah semua kedangkalan ini kau masih aman dari kemungkinan jatuh ke lembah yang sama?

 

Apa beda seorang remaja yang menzinai teman sekolahnya dengan seorang alim yang merayu rekan perempuan dalam aktifitas da'wahnya? Akankah kau andalkan penghormatan masyarakat awam karena statusmu lalu kau serang maksiat mereka yang semakin tersudut oleh retorikamu yang menyihir ? Bila demikian, koruptor macam apa engkau ini? Pernah kau lihat sepasang mami dan papi dengan anak remaja mereka. Tengoklah langkah mereka di mal. Betapa besar sumbangan mereka kepada modernisasi dengan banyak-banyak mengkonsumsi produk junk food, semata-mata karena nuansa "westernnya".

 

Engkau akan menjadi faqih pendebat yang tangguh saat engkau tenggak minuman halal itu, dengan perasaan "lihatlah, betapa Amerikanya aku". Memang, soalnya bukan Amerika atau bukan Amerika, melainkan apakah engkau punya harga diri. Mahatma Ghandi memimpin perjuangan dengan memakai tenunan bangsa sendiri atau terompah lokal yang tak bermerk. Namun setiap ia menoleh ke kanan, maka 300 juta rakyat India menoleh ke kanan. Bila ia tidur di rel kereta api, maka 300 juta rakyat India akan ikut tidur disana.

 

Kini datang "pemimpin" ummat, ingin mengatrol harga diri dan gengsi ummat dengan pameran mobil, rumah mewah, "toko emas berjalan" dan segudang asesori. Saat fatwa digenderangkan, telinga ummat telah tuli oleh dentam berita tentang hiruk pikuk pesta dunia yang engkau ikut mabuk disana. "Engkau adalah penyanyi bayaranku dengan uang yang kukumpulkan susah payah. Bila aku bosan aku bisa panggil penyanyi lain yang kicaunya lebih memenuhi seleraku"

-Dari berbagai sumber-

 

Ibrah Pada Sepertiga Malam Terakhir

Bandung, 051208, 3.30 AM

 

Untuk yang ketiga kalinya, pada kondisi yang sama persis, saya pulang ke kost pada jam-jam sepertiga malam terakhir. Melewati jalan-jalan malam di Bandung yang sunyi, dingin, dan berembun pastinya. Apalagi habis hujan semalaman. Bayangkan saja rasanya bagaikan di dalam kota yang disetiap sudut kotanya dipasang penyejuk ruangan (AC) dengan temperature kemungkinan 19 derajat celcius. BrrRasanya jaket tebal dengan celana panjang (pakaian standar pengendara motor) tidak cukup ampuh untuk menahan dingin yang semakin menusuk kulit.

 

Kebetulan pagi ini saya dari arah daerah Tubagus, mau pulang ke kost yang memang di daerah Cisitu. Untuk melewatinya, saya harus melewati pasar Simpang Dago untuk menuju kost. Awalnya ketika melewati daerah Tubagus dengan komplek2 perumahannya, saya berpikir mungkin saat itu masih terlalu pagi untuk beraktivitas, maklum, jam segitu biasanya seorang muslim sedang menikmati dua hal, yang pertama, menikmatiberkhalwatdengan Allah, dan yang kedua, sedang menikmati istirahatnya saat lelah beraktivitas siang harinya.

 

Dua hal itu yang menjadi hipotesis pikiran ini ketika melihat situasi Bandung pada sepertiga malam terakhir. Kondisi iklim di Bandung yang sangat dingin diwaktu menjelang subuh (ditambah lagi habis hujan malamnya) memungkinkan keduanya dilakukan dengan khusyuk, baik bermunajat dalam basuhan air wudhu yang dingin kemudian qiyamul lail, dan yang kedua berkemul di bawah selimut hangat sembari berbaring terlelap menghadap ke kanan.

 

Tapi ternyata, hipotesisku salah! Ketika melewati pasar Simpang Dago, bukan kesunyian yang kutemukan, malah keramaian, ya, keramaian. Bursa sayuran sudah ada sejak pagi buta, banyak sekali pedagang dan pembeli bertransaksi di pagi buta tersebut. Kebanyakan dari pembeli adalah para pedagang yang akan kembali menjual sayurannya di daerah rumah masing-masing di pagi harinya. Subhanallah...

 

Tidak sedikit ku melihat di antara mereka ada ibu-ibu rumah tangga, juga seorang bapak yang mencari nafkahnya. Mereka sangat gigih bekerja, untuk meraih kesejahteraan hidup, sesuap nasi bahkan. Hal ini menjadi ibrah penting khususnya bagi diri saya sendiri. Saya seperti mendapat sentilan dari Allah terhadap kinerja saya sebagai akademisi di Bandung ini. Pasalnya, belakangan ini saya sering dilanda malas, jenuh, dan kurang motivasi saat menyentuh kegiatan kuliah. Padahal saya menyadari, bahwa tujuan saya ke Bandung, amanah terbesar saya dari orang tua, adalah menuntut ilmu dengan sebaik-baiknya.

 

Semoga saja, dengan melihat kejadian tersebut, motivasi saya meningkat. Karena terus terang saya merasa malu. Pertama, saya lebih muda dari mereka, dan yang kedua, mungkin saja saya mempunyai titipan harta yang lebih besar dari mereka, akan tetapi, semangat saya untuk bekerja tidak ada apa-apanya bila dibandingkan dari mereka. Astaghfirullah

 

So, mulai sekarang, marilah kita meningkatkan motivasi dan etos kerja kita, karena motivasi dan semangat akan membuat persiapan yang baik. Dan jika persiapan baik, maka insya Allah prosesnya baik, dan proses yang baik akan berbuah hasil yang baik. Insya Allah. Wallahu a’lam.

Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam, beliau bersabda : “Barang siapa yang melepaskan satu kesusahan seorang mukmin, pasti Allah akan melepaskan darinya satu kesusahan pada hari kiamat. Barang siapa yang menjadikan mudah urusan orang lain, pasti Allah akan memudahkannya di dunia dan di akhirat. Barang siapa yang menutup aib seorang muslim, pasti Allah akan menutupi aibnya di dunia dan di akhirat. Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama hamba-Nya itu suka menolong saudaranya. Barang siapa menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu, pasti Allah memudahkan baginya jalan ke surga. Apabila berkumpul suatu kaum di salah satu masjid untuk membaca Al Qur’an secara bergantian dan mempelajarinya, niscaya mereka akan diliputi sakinah (ketenangan), diliputi rahmat, dan dinaungi malaikat, dan Allah menyebut nama-nama mereka di hadapan makhluk-makhluk lain di sisi-Nya. Barangsiapa yang lambat amalannya, maka tidak akan dipercepat kenaikan derajatnya”. (Lafazh riwayat Muslim)