Minggu, 25 April 2010

Dan Ketika Kemerdekaan Kembali Dipertanyakan

Dan Ketika Kemerdekaan Kembali Dipertanyakan

Ada sesuatu yang mengganjal ketika kita sering meneriakkan kata-kata merdeka, dengan lantang dan penuh semangat. Merdeka, merupakan harapan semua entitas di dunia ini, mulai dari entitas yang besar, berupa bangsa, hingga entitas terkecil, yaitu setiap individu.

Bangsa-bangsa di dunia rela melakukan totalitas dalam meraih kemerdekaan. Sebut saja perjuangan para pahlawan Indonesia yang bersatu untuk menentang penindasan dan meraih kemerdekaan dari Belanda, Jepang, Portugis, dan penjajah lainnya. Belum pergi dari ingatan kita kegagahan seorang Fatahillah yang mengusir portugis dari sunda kelapa (Batavia), atau kepiawaian Imam Bonjol yang memimpin Perang Padri melawan imperialisme Belanda, dan tentunya, itulah harga dari sebuah kemerdekaan: jiwa dan harta.

Tidak pernah terpikir dalam benak-benak mereka seperti apa nantinya kemerdekaan ini akan diisi kedepannya, karena saat itu mereka masih mempercayai generasi-generasi penerus mereka, yang mereka pikirkan saat itu adalah bagaimana meraih kemerdekaan, meskipun dengan taruhan nyawa sekalipun.

Kemerdekaan adalah amanah

Ternyata, kemerdekaan selama ini adalah amanah. Amanah dari mereka yang berkorban dalam memberikan hadiah terindah mereka kepada penerusnya. Bahwa harapan mereka adalah agar kemerdekaan yang sudah ada ini tidak lagi bisa direbut oleh pihak lain, dan kita berhak menentukan ke mana arah bangsa kita akan melangkah, bukan didikte oleh bangsa lain.

Menjaga amanah adalah hal yang sulit, namun mungkin. Bahwa kemerdekaan fisik yang selama ini sudah diraih, hendaknya diiringi dengan kemerdekaan dimensi lainnya, yaitu kemerdekaan hati, dan kemerdekaan pikiran. Kemerdekaan pikiran adalah kemerdekaan yang pertama, di mana, semua harapan akan waktu di depan berawal dari pikiran, segala tindakan yang akan terlaksana berawal dari pikiran, dan pikiran ini adalah inisiator, dan hati adalah legislator, yang mentransformasikan dimensi pikiran ke dalam dimensi kenyataan. Motivasi dan tekad dibangun di sini, dan legalitas tentang pikiran dilakukan di sini.

Ketika kita sudah mempunyai kesempatan dan potensi yang besar untuk menentukan arah kita melangkah, itu berarti merupakan sebuah amanah. Kita dipercaya untuk mengambil langkah sendiri. Untuk itu, setiap amanah ini hendaknya harus dimanfaatkan dengan baik, kemerdekaan harus dikelola dengan baik dan benar, karena amanah akan dipertanggungjawabkan, dan kesabaran adalah jalan yang harus ditempuh terlebih dahulu.

Kemerdekaan bukan kebebasan

Kemerdekaan dalam definisinya mengandung arti bebas dari penghambaan, tidak terikat, dan tidak tergantung. Namun apakah bisa kita padankan antara kemerdekaan dengan kebebasan?

Merdeka berbeda dengan kebebasan. Letak perbedaannya ada pada peran tiga dimensi kemerdekaan. Dimensi insiator, dimensi legislator, dan dimensi eksekutor. Kemerdekaan mengenal semua dimensi ini, karena pada dasarnya tujuan kemerdekaan adalah kesejahteraan dan kebahagiaan. Sementara kebebasan hanya melibatkan dua dimensinya, yaitu inisiator dan eksekutor.

Kebebasan tidak lagi mengenal legislator. Tidak lagi mengenal apa yang disebut dengan aturan, tata nilai, dan norma. Ketika kebebasan diagung-agungkan, maka akan ada pihak-pihak lain yang tertindas, dan ini bukan kemerdekaan. Ketika kebebasan menjadi kelakuan, maka akan banyak penindasan hak-hak manusia lainnya. Setiap manusia akan selalu merebut hak-haknya tanpa peduli juga hak-hak orang lain, itulah kebebasan.

Kemerdekaan, seberapa bebaspun ia, tetap akan membawa kebahagiaan, karena tidak akan ada kewajiban-kewajiban yang dilanggar dan tidak ada hak-hak yang dirampas. Untuk itulah, jangan sekali-kali hilangkan dimensi legislator pada kemederdekaan, sebelum semua bergeser menjadi kebebasan. Terkadang manusia sebagai entitas terkecil ini lupa atau bahkan terbaik dalam menafsirkan kemerdekaan. Terkadang manusia meletakkan pikiran pada dimensi legislator dan meletakkan hati pada dimensi inisiator. Pikiran seharusnya tunduk pada hati, tiada perbuatan yang terejawantahkan sebelum mendengar kata hati.

Hati yang merdeka

Hati yang merdeka adalah hati yang berfungsi sempurna sebagai legislator. Kesempurnaan ini dapat dibangun dengan terus menerus melatih hati, hingga hati itu bersih dan tidak pula terbelenggu. Lalu kepada siapa hati akan tunduk? Bagaimana hati itu merdeka?

Hati yang merdeka adalah hati yang hanya tunduk kepada pencipta-Nya, pada-Nya lah sumber legislasi itu, sebuah indikator adil dan merdeka. Allah itulah kemerdekaan hakiki, yang mempunyai kuasa atas segalanya, dan berhak mengatur segalanya. Dia telah memberikan legislasi itu dengan prinsip-prinsip yang jelas. Hati yang tidak merdeka dan tunduk pada pencipta-Nya niscaya akan tunduk pada hal lainnya, dan itu sangat banyak.

Mulai dari yang terdekat dari hati, yaitu pikiranpun, bisa menjadi tempat hati tunduk. Belakangan, hal ini semakin bervariasi. Uang, kekayaan, kekuasaan, wanita, atau manusia lainnya sangat berpotensi menjadi tempat hati tunduk. Dan bahayanya ketika hati telah tunduk pada hal tersebut, maka yang timbul adalah kebebasan, bukan kemerdekaan.

Selasa, 20 April 2010

Analisis Usulan Pemilihan Jalan Untuk Car Free Day Kota Bandung

Analisis Usulan Pemilihan Jalan Untuk Car Free Day Kota Bandung

Oleh: Ramadhani Pratama - 13407126

“Car free day ternyata bukan untuk pengurangan polusi,

namun penambahan ruang publik insidental baru…”

Car Free Day (hari bebas kendaraan bermotor) yang semakin marak diterapkan di kota-kota besar di Indonesia, kini menjadi suatu trend tersendiri yang semakin digemari masyarakat. Awalnya, Kota Jakarta yang menerapkan hal ini di jalan MH. ThamrinSudirman, dan ternyata mendapat sambutan yang hangat dari warga kota, sehingga hingga sekarang diperluas menjadi jalan HR. Rasuna Said, dua jalan protokol Jakarta. Sementara itu, beragam Kota besar di Indonesia mulai menyusul, sebagai contoh, Kota Medan dengan Jalan Gatot Subroto, Kota Semarang dengan Jalan Pahlawan, Kota Surabaya dengan Jalan Raya Darmo, Kota Jogjakarta dengan Jalan Kaliurang, Kota Balikpapan dengan Jalan Jend. Sudirman, dan lainnya.

Memang dari segi manfaat untuk penghijauan dan pengurangan polusi, event ini mempunyai dampak yang cukup besar, setidaknya menjadi sepertirehat”-nya sebuah jalan yang sibuk. Tidak hanya polusi udara yang tereduksi, namun juga polusi suara. Namun yang membuat CFD (Car Free Day, red) ini menarik bukanlah terletak pada sisi pengurangan polusinya, namun ternyata keterbukaan ruang-ruang publik baru bagi masyarakat kota, yang hal ini sudah sangat sulit ditemui.

Ketika CFD diberlakukan, banyak masyarakat yang melakukan jogging, rekreasi sederhana, bersepeda, berfoto ria, bahkan bermain futsal, basket, dan permainan tradisional seperti gobak sodor. Banyak di antara mereka yang bermain bersama teman sebayanya, atau keluarga. Ini memperlihatkan bahwa CFD adalah ruang-ruang publik insidental baru yang digemari. Ketersediaan ruang publik yang minim, atau akses yang jauh menambah tingkat kesukaan ini.

Kota Bandung mulai bulan Mei ini akan kembali menerapkan CFD setelah sebelumnya diadakan di Jalan DiponegoroGasibu. Menurut Polwiltabes Kota Bandung, terutama Direktorat Lalu Lintasnya, pemberlakuan ini akan rutin tiap pekan, mulai pukul 06.00 hingga pukul 10.00. Sampai sekarang ada tiga alternatif jalan yang akan dijadikan tempat CFD: Jalan Ir. H. Juanda (Dago, mulai dari Simpang Dago – Taman Cikapayang, sekitar 1,5 km), Jembatan Layang Pasupati (sekitar 2,6 km), dan Jalan Braga (tempat batu andesit, sekitar 400 m).

Jalan Ir. H. Juanda menjadi kandidat terkuat dikarenakan nuansa jalan ini yang masih hijau dan terletak di daerah pemukiman. Segmen jalan ini adalah masyarakat sekitar Dipati Ukur, Tubagus Ismail, Dago Atas, Cisitu, Siliwangi, Taman Sari, dan Daerah Dago Bawah, yang kesemuanya banyak area pemukiman penduduk. Kalau ini diberlakukan, skenario pengalihan arus akan lebih mudah, bisa melewati Jalan Taman Sari, atau Dipati Ukur. Namun, ada beberapa isu yang menghambat penerapan CFD di jalan ini, pertama adalah soal adanya RS. Boromeus, yang sewaktu-waktu bisa saja ambulance-nya dipakai dalam keadaan darurat keluar-masuk RS. Kedua, terkait banyaknya Factory Outlet dan Restaurant yang memang pangsa pasar terbesarnya adalah wisatawan yang berkunjung ke Bandung pada akhir pekan.

Selanjutnya, Jembatan Layang Pasupati, yang membantang dari ujung barat Kota Bandung hingga utara-tengah Kota Bandung sebagai kandidat kedua. Jika CFD diterapkan, masyarakat Cipaganti, Sukajadi, Sarijadi, Sekitar Pasir Kaliki, Taman Sari, dan Dago akan sangat antusias mendatangi event ini, ditambah jembatan ini adalah salah satu tempat yang asik untuk menikmati panorama Kota Bandung beserta gunung-gunung yang melingkupinya. Namun, skenario lalu lintas untuk jembatan ini sangatlah rumit, dikarenakan jembatan ini adalah penguhubung Bandung bagian barat dengan timur, yang melewati lembah sungai Cikapundung, dikhawatirkan kemacetan akan terjadi mulai dari bawah jembatan layang, hingga kawasan cipaganti bawah, dan jalan dago bawah karena kendaraan akan dialihkan memutar ke utara atau selatan.

Jalan Braga (bagian batu andesitnya) sebagai kandidat terakhir mempunyai keunikan tersendiri tentang wisata sejarah dan letaknya yang di pusat kota, namun jauh dari pemukiman penduduk. Dan memang sudah ada rencana bahwa jalan ini kedepannya akan dijadikan city walk yang bebas kendaraan selamanya. Untuk skenario lalu lintas juga mudah, kendaraan bisa dialihkan lewat jalan Banceuy, Naripan, atau Veteran. Namun yang menjadi kendala adalah kondisi jalan braga yang sempit dan pendek, juga bangunan-bangunan yang mengapit memberi kesan sempit jalan ini, sehingga kesan ruang-ruang publik ini kurang.

Sebenarnya mungkin ada jalan yang bisa dijadikan CFD lagi di Kota Bandung, di antaranya Jalan Asia Afrika, Jalan Cipaganti, Jalan Pajajaran, atau Buah Batu. Namun memang perlu ada kajian sosial yang mendalam kembali, dan sementara ini analisis resiko dan segmen efektif masih menunjukkan bahwa Jalan Ir. H. Juanda yang harus diutamakan dalam CFD ini. Bahkan jikalau bisa, tidak hanya sampai Taman Cikapayang, namun hingga Jalan Merdeka.

Semoga CFD ini dapat berlangsung konsisten, dan bisa diperluas lagi untuk beberapa ruas jalan di Kota Bandung, sehingga semakin besar dampaknya bagi pengurangan polusi udara di cekungan Bandung dan juga menambah ruang-ruang publik baru bagi masyarakat berinteraksi. Sukses terus untuk CFD di Indonesia.

Senin, 19 April 2010

DAN SEMUA TENTANG KECINTAAN

DAN SEMUA TENTANG KECINTAAN

 

Ketika peluit ditiupkan dengan kuatnya,

Dan ketika semboyan telah tegak terangkat mengudara,

Lalu hijau menggantikan merah

 

Maka perjalanan sudah akan dilakukan,

Dengan doa,

Dengan harap,

Dengan cemas,

Meninggalkan suatu peraduan, untuk segera menyambut peraduan lainnya

 

Di luar sana, keluarga melambaikan tangan,

Tanda perpisahan, perpisahan yang harus dilakukan,

Demi pertemuan kembali, di suatu waktu,

Waktu yang belum diketahui

 

Dengan sedikit menghela, penggerak itu gagah menghadapi medan,

Dengan hanya ingin keselamatan, dan kenyamanan

 

Dan ketika orang-orang di sana tidak mengerti,

Mereka hanya melihat saat ini, dan apa saja yang terlihat,

Tanpa memandang hal yang tak tampak,

Dan mungkin adil itu memang sulit,

Namun adil itu cinta

 

Ada sesuatu yang hilang, dan itu menyesakkan,

Walaupun sebagian lain tidak merasakan,

Tapi setidaknya mereka tahu,

Karena cinta itu menuntut keadilan

 

Yang terpenting, pelajaran ini sangat berarti,

Pelajaran tentang cinta dan keadilan,

Dan jangan sampai ada yang tersakiti lagi,

Dikemudian hari,

Karena cinta menuntut keadilan, bukan keberpihakan

 

Selamat jalan,

Kami akan selalu merindukanmu,

Saat kami berdiri,

Saat kami menunggu,

Dan saat cinta itu mulai bersemi

 

 

Photo by Ricki