Minggu, 03 Mei 2009

Souce Power Of The Leader: Sebuah Evaluasi

Pemimpin, sebuah kata yang sering kali kita dengar dalam sebuah komunitas, perhimpunan, organisasi, atau sebuah lembaga, ataupun sebuah pergerakan. Dalam setiap perkumpulan tersebut, pastilah yang pertama kali disorot adalah seorang pemimpin. Bagaimana watak seorang pemimpin sewaktu ia memimpin, dan bagaimana kinerja dan karya yang ia hasilkan sebagai seorang pemimpin.

 

Bagaimana seorang Soekarno memimpin negara Indonesia hingga terangkat di mata dunia dengan kontribusinya terhadap dunia, bagaimana pula seorang Mahmoud Ahmadinejjad menggerakkan rakyatnya untuk menentang tirani AS,  bagaimana seorang Hugo Chavez dengan tegas mengusir Duta Besar Israel saat Israel sedang asiknya membombardir Palestina, dan bagaimana seorang Rasulullah masih sangat dikagumi dan difanatikkan oleh sebagian besar ummat Muslim di jagad ini, sehingga berabad-abad lamanya setelah beliau meninggal, kaum Muslim masih konsisten menjalankan risalahnya.

 

Seorang pemimpin adalah seorang penuntun, pembimbing. Bahkan KBBI-pun mengartikan seorang pemimpin sebagai penunjuk jalan, atau pembimbing. Seorang pemimpin adalah seorang yang menuntun sesuatu yang ia pimpin untuk mencapai sebuah tujuan yang telah ditetapkan pada awalnya. Entah apakah tujuan itu benar atau salah, baik atau buruk, ataukah cara mencapai tujuannya yang benar atau salah, baik atau buruk.

 

Agar dipatuhi dan diikuti oleh yang dibimbing, seorang pemimpin haruslah mempunyai source of power, dalam artian, sumber kekuatan yang akan membantunya dalam mengarahkan yang dibimbing untuk bergerak mecapai sebuah tujuan.

 

French dan Raven (1959) mengemukakan bahwa seorang pemimpin harus mempunyai lima source of power, yaitu:

 

1.       Expert Power, yaitu sebuah kekuatan berbasis expert (keahlian, keterampilan). Ini telah jelas, seorang pemimpin haruslah ahli dan menguasai apa yang ia pimpin, paham akan apa yang ia pimpin, dan mengerti filosofi apa yang ia pimpin. Hal inipun diiyakan oleh Jeffrey K. Liker (2004), seorang pengarang buku terkenal dalam bidang manajemen, The Toyota Way. Seorang pemimpin haruslah expert seminimalnya dalam bidang manajemen. Seorang pemimpin organisasi kemanusiaan, haruslah paham tentang antropologi dan sosiologi manusia, seorang pemimpin pabrik manufaktur haruslah punya pengetahuan yang luas tentang manufaktur, permesinan, biaya, operasi, dsb. Seorang dosen haruslah lebih luas pemahaman ilmunya daripada mahasiswanya.

 

Kesemua itu dibutuhkan untuk kekuatan menggerakkan, sehingga menumbulkan kepercayaan dan kewibawaan tersendiri dari yang dipimpin kepada yang memimpin. Rasulullah sebagai pembawa risalah Islampun sangatlah ahli dalam hal keIslaman, saat memimpin perangpun beliau ahli dalam mengatur strategi, dalam memimpin pemerintahan apalagi, dan dalam memimpin keluargapun ia ahli. Oleh karena itu, prinsip the right man on the right place sangat relevan untuk seorang pemimpin.

 

2.       Referent Power, yaitu sebuah rasa kesukaan yang dipimpin kepada yang memimpin. Ridwansyah Yusuf Achmad pernah berkata “anda bisa mencintai seseorang tanpa memimpinnya. akan tetapi anda tidak bisa memimpin seseorang tanpa mencintainya.” Mencintai apa yang dipimpin sangat diperlukan agar yang dipimpin-pun merasa suka dengan yang memimpinnya. Rasulullah adalah seorang pemimpin yang sangat mencintai yang dipimpinnya, ummati... ummati... ia sebutkan berulang kali bahkan hingga ajal menjemputnya.

 

Selain mencintai apa yang dipimpin, untuk dapat disukai oleh yang dipimpin, seorang pemimpin juga perlu menghindari virus-virus sosial. Anis Matta (2009) dalam bukunya, Delapan Mata Air Kecemerlangan mengemukakan bahwa seorang pemimpin harus bisa berintegrasi sosial dan mencapai kematangan pribadi, serta menghindari virus-virus sosial, yaitu angkuh, dendam, narsis, kasar (menyakiti orang lain), kikir, penakut, dan minder.

 

3.       Legitimate Power, yaitu kekuatan yang berbasis legitimasi. Seorang pemimpin yang terpilih berdasarkan legitimasi kuat akan dengan mudah menggerakkan yang dipimpinnya. Contoh legitimasi adalah presiden, ketua himpunan, direktur utama, dsb. Akan lebih ber-power jika memang yang memilih seorang pemimpin tersebut banyak dan dalam skala masif. Ini akan semakin memperkuat pondasi kekokohan seorang pemimpin di mata yang dipimpinnya.

 

Rasulullah diangkat terlebih dahulu oleh Allah menjadi seorang Rasul, barulah ia memimpin manusia untuk menuju risalahnya. Mungkin tidak bisa dibayangkan jika saat itu Rasul adalah orang biasa saja yang mengajak manusia untuk syahadat. Akan tetapi, itulah kekuatan dari sebuah legitimasi.

 

4.       Reward Power, yaitu kemampuan seorang pemimpin untuk menghargai yang dipimpinnya, memotivasinya untuk kemudian membangkitkan kinerjanya. Allah melalui Rasulullah (dalam Alquran) menjanjikan reward besar berupa surga yang indahnya tak pernah terbayangkan sebelumnya oleh manusia kepada orang-orang Islam yang ikhlas dan menjunjung tinggi risalah Islam di muka bumi ini hingga ia mati.

 

Kekuatan ini juga yang digunakan seorang dosen agar mahasiswanya tergerak untuk memahami mata kuliah yang disampaikan dengan memberikan reward berupa nilai yang baik sesuai performance mahasiswa tersebut. Bahkan tidak jarang dosen yang memberikan nilai lebih kepada mahasiswa yang berjuang untuk memahami kuliahnya.

 

5.       Coercive Power, yaitu kekuatan yang timbul akibat adanya tekanan dari seorang pemimpin kepada yang dipimpin. Tekanan ini juga yang akan menggerakkan seseorang agar bergerak untuk mencapai tujuannya. Terlepas apakah dengan tekanan ini seseorang bergerak tidak ikhlas atau tidak. Allahpun menjanjikan neraka sebagai seburuk-buruk tempat kembali bagi seorang kafir dan munafik dalam menjalankan kehidupan di dunia ini.

 

Begitu pula dengan penekanan yang dikatakan Rasulullah dalam sebuah hadits, “...Barangsiapa yang tidak mengikuti sunnahku, maka ia bukan termasuk golonganku.” Begitu juga dengan seorang direktur yang memotong gaji karyawannya yang bermalas-malas dalam bekerja.

 

Baik Reward Power maupun Coercive Power, berhubungan denga teori motivasi yaitu Reinforcement Theory yang dikembangkan oleh Coch dan French (1948) setelah mengembangkan dari The law of effect karya Thorndike (1913).

 

Itulah basic of source power seorang pemimpin agar dapat menggerakkan yang dipimpinnya menuju suatu tujuan. Walaupun teori ini masih bisa dibantah kemudian, namun teori ini masih relevan sampai saat ini.