Selasa, 24 Maret 2009

7 Indikator Kebaikan Dunia

Ibnu Abbas ra. adalah salah seorang sahabat Nabi SAW yang sangat telaten dalam menjaga dan melayani Rasulullah SAW, dimana ia pernah secara khusus didoakan Rasulullah SAW, selain itu pada usia 9 tahun Ibnu Abbas telah hafal Al-Quran dan telah menjadi imam di mesjid. Suatu hari ia ditanya oleh para Tabi'in (generasi sesudah wafatnya Rasulullah SAW) mengenai apa yang dimaksud dengan kebahagiaan dunia. Jawab Ibnu Abbas ada 7 (tujuh) indikator kebahagiaan dunia, yaitu :


Pertama, Qalbun syakirun atau hati yang selalu bersyukur.


Memiliki jiwa syukur berarti selalu menerima apa adanya (qona’ah), sehingga tidak ada ambisi yang berlebihan, tidak ada stress, inilah nikmat bagi hati yang selalu bersyukur. Seorang yang pandai bersyukur sangatlah cerdas memahami sifat-sifat Allah SWT, sehingga apapun yang diberikan Allah ia malah terpesona dengan pemberian dan keputusan Allah. Bila sedang kesulitan maka ia segera ingat sabda Rasulullah SAW yaitu : "Kalau kita sedang sulit perhatikanlah orang yang lebih sulit dari kita". Bila sedang diberi kemudahan, ia bersyukur dengan memperbanyak amal ibadahnya, kemudian Allah pun akan mengujinya dengan kemudahan yang lebih besar lagi. Bila ia tetap “bandel” dengan terus bersyukur maka Allah akan mengujinya lagi dengan kemudahan yang lebih besar lagi. Maka berbahagialah orang yang pandai bersyukur!


Kedua. Al azwaju shalihah, yaitu pasangan hidup yang sholeh.


Pasangan hidup yang sholeh akan menciptakan suasana rumah dan keluarga yang sholeh pula. Di akhirat kelak seorang suami (sebagai imam keluarga) akan diminta pertanggungjawaban dalam mengajak istri dan anaknya kepada kesholehan. Berbahagialah menjadi seorang istri bila memiliki suami yang sholeh, yang pasti akan bekerja keras untuk mengajak istri dan anaknya menjadi muslim yang sholeh. Demikian pula seorang istri yang sholeh, akan memiliki kesabaran dan keikhlasan yang luar biasa dalam melayani suaminya, walau seberapa buruknya kelakuan suaminya. Maka berbahagialah menjadi seorang suami yang memiliki seorang istri yang sholeh.


Ketiga, al auladun abrar, yaitu anak yang soleh.


Saat Rasulullah SAW lagi thawaf. Rasulullah SAW bertemu dengan seorang anak muda yang pundaknya lecet-lecet. Setelah selesai thawaf Rasulullah SAW bertanya kepada anak muda itu : "Kenapa pundakmu itu ?" Jawab anak muda itu : "Ya Rasulullah, saya dari Yaman, saya mempunyai seorang ibu yang sudah udzur. Saya sangat mencintai dia dan saya tidak pernah melepaskan dia. Saya melepaskan ibu saya hanya ketika buang hajat, ketika sholat, atau ketika istirahat, selain itu sisanya saya selalu menggendongnya". Lalu anak muda itu bertanya: " Ya Rasulullah, apakah aku sudah termasuk kedalam orang yang sudah berbakti kepada orang tua ?" Nabi SAW sambil memeluk anak muda itu dan mengatakan: "Sungguh Allah ridho kepadamu, kamu anak yang soleh, anak yang berbakti, tapi anakku ketahuilah, cinta orangtuamu tidak akan terbalaskan olehmu". Dari hadist tersebut kita mendapat gambaran bahwa amal ibadah kita ternyata tidak cukup untuk membalas cinta dan kebaikan orang tua kita, namun minimal kita bisa memulainya dengan menjadi anak yang soleh, dimana doa anak yang sholeh kepada orang tuanya dijamin dikabulkan Allah. Berbahagialah kita bila memiliki anak yang sholeh.


Keempat, albiatu sholihah, yaitu lingkungan yang kondusif untuk iman kita.


Yang dimaksud dengan lingkungan yang kondusif ialah, kita boleh mengenal siapapun tetapi untuk menjadikannya sebagai sahabat karib kita, haruslah orang-orang yang mempunyai nilai tambah terhadap keimanan kita. Dalam sebuah haditsnya, Rasulullah menganjurkan kita untuk selalu bergaul dengan orang-orang yang sholeh. Orang-orang yang sholeh akan selalu mengajak kepada kebaikan dan mengingatkan kita bila kita berbuat salah. Orang-orang sholeh adalah orang-orang yang bahagia karena nikmat iman dan nikmat Islam yang selalu terpancar pada cahaya wajahnya. Insya Allah cahaya tersebut akan ikut menyinari orang-orang yang ada disekitarnya. Berbahagialah orang-orang yang selalu dikelilingi oleh orang-orang yang sholeh.


Kelima, al malul halal, atau harta yang halal.

Paradigma dalam Islam mengenai harta bukanlah banyaknya harta tetapi halalnya. Ini tidak berarti Islam tidak menyuruh umatnya untuk kaya. Dalam riwayat Imam Muslim di dalam bab sadaqoh, Rasulullah SAW pernah bertemu dengan seorang sahabat yang berdoa mengangkat tangan. "Kamu berdoa sudah bagus", kata Nabi SAW, "Namun sayang makanan, minuman dan pakaian dan tempat tinggalnya didapat secara haram, bagaimana doanya dikabulkan”. Berbahagialah menjadi orang yang hartanya halal karena doanya sangat mudah dikabulkan Allah. Harta yang halal juga akan menjauhkan setan dari hatinya, maka hatinya semakin bersih, suci dan kokoh, sehingga memberi ketenangan dalam hidupnya. Maka berbahagialah orang-orang yang selalu dengan teliti menjaga kehalalan hartanya.

 

Keenam, Tafakuh fi dien, atau semangat untuk memahami agama.


Semangat memahami agama diwujudkan dalam semangat memahami ilmu-ilmu agama Islam. Semakin ia belajar, maka semakin ia terangsang untuk belajar lebih jauh lagi ilmu mengenai sifat-sifat Allah dan ciptaan-Nya. Allah menjanjikan nikmat bagi umat-Nya yang menuntut ilmu, semakin ia belajar semakin cinta ia kepada agamanya, semakin tinggi cintanya kepada Allah dan rasul-Nya. Cinta inilah yang akan memberi cahaya bagi hatinya. Semangat memahami agama akan meng ”hidup” kan hatinya, hati yang “hidup” adalah hati yang selalu dipenuhi cahaya nikmat Islam dan nikmat iman. Maka berbahagialah orang yang penuh semangat memahami ilmu agama Islam.


Ketujuh, yaitu umur yang baroqah.


Umur yang baroqah itu artinya umur yang semakin tua semakin sholeh, yang setiap detiknya diisi dengan amal ibadah. Seseorang yang mengisi hidupnya untuk kebahagiaan dunia semata, maka hari tuanya akan diisi dengan banyak bernostalgia (berangan-angan) tentang masa mudanya, iapun cenderung kecewa dengan ketuaannya (post-power syndrome). Disamping itu pikirannya terfokus pada bagaimana caranya menikmati sisa hidupnya, maka iapun sibuk berangan-angan terhadap kenikmatan dunia yang belum ia sempat rasakan, hatinya kecewa bila ia tidak mampu menikmati kenikmatan yang diangankannya. Sedangkan orang yang mengisi umurnya dengan banyak mempersiapkan diri untuk akhirat (melalui amal ibadah) maka semakin tua semakin rindu ia untuk bertemu dengan Sang Penciptanya. Hari tuanya diisi dengan bermesraan dengan Sang Maha Pengasih. Tidak ada rasa takutnya untuk meninggalkan dunia ini, bahkan ia penuh harap untuk segera merasakan keindahan alam kehidupan berikutnya seperti yang dijanjikan Allah. Inilah semangat “hidup” orang-orang yang baroqah umurnya, maka berbahagialah orang-orang yang umurnya baroqah.


Demikianlah pesan-pesan dari Ibnu Abbas ra. mengenai 7 indikator kebahagiaan dunia.


Bagaimana caranya agar kita dikaruniakan Allah ke tujuh buah indikator kebahagiaan dunia tersebut ? Selain usaha keras kita untuk memperbaiki diri, maka mohonlah kepada Allah SWT dengan sesering dan se-khusyu’ mungkin membaca doa ‘sapu jagat’ , yaitu doa yang paling sering dibaca oleh Rasulullah SAW. Dimana baris pertama doa tersebut “Rabbanaa aatina fid dun-yaa hasanaw” (yang artinya “Ya Allah karuniakanlah aku kebahagiaan dunia ”), mempunyai makna bahwa kita sedang meminta kepada Allah ke tujuh indikator kebahagiaan dunia yang disebutkan Ibnu Abbas ra, yaitu hati yang selalu syukur, pasangan hidup yang soleh, anak yang soleh, teman-teman atau lingkungan yang soleh, harta yang halal, semangat untuk memahami ajaran agama, dan umur yang baroqah.


Walaupun kita akui sulit mendapatkan ketujuh hal itu ada di dalam genggaman kita, setidak-tidaknya kalau kita mendapat sebagian saja sudah patut kita syukuri.


Sedangkan mengenai kelanjutan doa sapu jagat tersebut yaitu “wa fil aakhirati hasanaw” (yang artinya “dan juga kebahagiaan akhirat”), untuk memperolehnya hanyalah dengan rahmat Allah. Kebahagiaan akhirat itu bukan surga tetapi rahmat Allah, kasih sayang Allah. Surga itu hanyalah sebagian kecil dari rahmat Allah, kita masuk surga bukan karena amal soleh kita, tetapi karena rahmat Allah.


Amal soleh yang kita lakukan sepanjang hidup kita (walau setiap hari puasa dan sholat malam) tidaklah cukup untuk mendapatkan tiket masuk surga. Amal soleh sesempurna apapun yang kita lakukan seumur hidup kita tidaklah sebanding dengan nikmat surga yang dijanjikan Allah.


Kata Nabi SAW, “Amal soleh yang kalian lakukan tidak bisa memasukkan kalian ke surga”. Lalu para sahabat bertanya: “Bagaimana dengan Engkau ya Rasulullah ?”. Jawab Rasulullah SAW : “Amal soleh saya pun juga tidak cukup”. Lalu para sahabat kembali bertanya : “Kalau begitu dengan apa kita masuk surga?”. Nabi SAW kembali menjawab : “Kita dapat masuk surga hanya karena rahmat dan kebaikan Allah semata”.


Jadi sholat kita, puasa kita, taqarub kita kepada Allah sebenarnya bukan untuk surga tetapi untuk mendapatkan rahmat Allah. Dengan rahmat Allah itulah kita mendapatkan surga Allah (Insya Allah, Amiin).

 

http://kebunhikmah.com

Minggu, 15 Maret 2009

Lambang Baru MITI (Lagi)

Mahasiswa Islam Teknik Industri atau yang lebih dikenal MITI, baru-baru ini kembali mengganti lambang baru. Berikut Transformasi lambang MITI.

 

Berikut lambang MITI yang baru.

 

Filosofi Lambang MITI yang baru:

·         Background hitam jika dilihat menyerupai Ka’bah yang memang dilapisi kain hitam dan kain keemasan yang melintang horisontal pada bagian hampir atas.

·         Tulisan “MITI” yang tegak dan lurus (tidak diagonal atau melengkung), menandakan bahwa MITI seharusnya tegas dan konsisten dalam berda’wah dan men-syiar-kan Islam di bumi Teknik Industri. Dengan membawa pemahaman dan pendidikan Islam sebagai agama yang lurus.

·         Tulisan “MITI” yang menjulang tegak vertikal seperti menandakan bahwa MITI sebagai pilar, yaitu pilar yang menopangMahasiswa Islam” agar selalu teratas, dengan berpijak pada pondasi kokoh keilmuan Teknik Industri.

·         Warna biru pada tulisan “MITI” menandakan bahwa MITI membawa pemahaman Islam yang menyeluruh dan luas seperti birunya langit dan birunya lautan.

 

Dengan ini, sebenarnya kita sudah dapat menyimpulkan bahwa MITI ingin senantiasa untuk membantu men-supply mahasiswa-mahasiswa TI yang tidak hanya cakap dalam keilmuan TI, tetapi dengan ilmu tersebut, ia dapat memajukan atau menopang Islam, agamanya, menjadi terdepan. Kedengaran sangat idealis, tetapi hakikatnya, itulah cita-cita kita bersama dan memang seharusnya itu cita-cita kita bersama sesuatu sebagai Muslim. Sesuatu memang harus diawali dengan mimpi, angan-angan, dan bayangan. Bayangan yang jelas, dan memacu untuk bergerak.  Amiin..

 

Selamat Buat Agam (Mailing List MTI)

Selamat buat Agam, ditunggu progress perubahan yang dijanjikannya.

Avanti MTI!

Regards,
Ferry

Sent from my Samsung® SGH-i780 smartphone

 

 

Man, lo cepet banget tau infonya fer, hehe... Litbang bikin quick count ya??

Anyway, slamet buat agam!! Gw yakin lo bisa bawa aspirasi anak2 MTI (termasuk kami2 para alumni yang pengen MTI selalu jadi lebih baik..)

-JW

 

 

Bos Ferry,

Kaga sabar nunggu pengumuman resminya dulu ya?

Makasih info SMSnya...

Huehehe...

 

 

Selamat, Bung Agam...

Semoga menjadi pemimpin yang amanah..

 


 


-fajar-

 

 

Wah...wah..
Bung Ferry ni selalu bikin orang keheran-heranan. . info ini valid kan fer? anw..

Selamat gam, Semoga mimpimu mampu kau wujudin buat MTI kita. Dan jangan pernah lelah buat mendengar,,tapi jangan juga cuma sampai pada tahap mendengar aja..

NB: sori kita ga jadi-jadi buat ngobrol..

 

 

Why should wait if I can do sooner? Total suara masuk 305, hasilnya 192-105 untuk Agam, 8 suara abstain/tidak sah. Hehe jadi tantangan juga buat panpel kok bs kalah cepet sama gw yah.. :)

Panpel pls clarify ya, takutnya angka gw ada yg salah.

Thanks.

Regards,
Ferry

 

 

 

 

Minggu, 01 Maret 2009

Untukmu Kader Da'wah [3. Habis]

Buah mengimani hari akhir

 

“Mengapa da’wah itu pahit? Karena balasannya manis...”

 

Kalimat di atas mungkin sangat sering terdengar di kalangan aktivis da’wah. Kalimat ini mengandung sebuah motivasi, janji, sebab akibat, dan juga merupakan penegasan. Disebut sebuah motivasi karena ada sebuah “iming-iming” yang akan di dapatkan dari da’wah. Yaitu sebuah kenikmatan, dan kenikmatan yang hakikilah yang akan dirasakan di hari akhir nanti.

 

Dengan mengimani hari akhir, seorang aktivis da’wah seakan mendapat sebuah oase penyegar di tengah tanah tandus nan kering. Bagaimana tidak, balasan di hari akhir adalah “sebuah” surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai yang airnya jernih dan tidak pula deras, yang datarannya hijau rimbun dengan pepohonan yang subur, sebagian besar pohon tersebut berbuah dengan lebat, dan buahnyapun manis. Angin sepoi-sepoi, udara yang sejuk, dan cahaya terang yang tidak menyilaukan turut menambah kenikmatan surga yang tiada tara.

 

Oase di hari akhir inilah yang menjadi pembangkit kembali semangat-semangat da’wah di tengah kepenatan dan hawa dunia yang tenang menghanyutkan, dan inilah yang mengubah paradigma mereka bahwa surga adalah tempat akhir dimana kita bisa berleha-leha, bersantai-santai, tidur, dan duduk-duduk bercengkerama sebagai balasan kerja keras mereka di dunia yang hanya sebentar.

 

Iman ini juga menghasilkan, memelihara, dan meningkatkan keikhlasan, keteguhan, dan semangat juang. Keberanian, kesungguhan dan optimisme adalah ciri khas mereka yang beriman kepada Allah dan hari akhir.

 

 

Kerendahan hati dan kepekaan sosial

 

Merendahlah, engkau kan seperti bintang-gemintang

Berkilau di pandang orang

Diatas riak air dan sang bintang nun jauh tinggi

Janganlah seperti asap

Yang mengangkat diri tinggi di langit

Padahal dirinya rendah-hina

 

Alangkah nikmatnya dicintai dan mencintai, dipercaya dan mempercaya. Alangkah mengharukannya dukungan rakyat yang tanpa pamrih. Kadang mereka lebih galak membela kita daripada kita yang mereka bela. Rakyat bisa datang berjalan kaki bermil-mil, dalam panas dan haus. Untuk apa mereka begitu antusias ? Apa jaminan caleg dan jurkam yang berjanji memperjuangkan nasib mereka?

 

Dukungan ini tak lepas dari realita yang mereka temukan dalam kehidupan para kader di pelbagai medan kehidupan. Yang komitmen kerakyatannya tak diragukan. Yang kepekaannya terhadap nasib mereka selalu hidup dan tajam. Yang tertempa oleh keikhlasan dan kesabaran sehingga tak tergiur oleh iming-iming dunia, KKN atau berbagai tekanan, ancaman atau godaan. Kecuali bila Anda adalah sekian dari sekian kekecualian, penumpang gelap di gerbong atau lok keadilan.

 

Akan teruskah dukungan berdatangan, ataukah seperti penumpang bus yang silih berganti dan berbeda kepentingan atau turun dengan penuh umpatan penyesalan? Demikian mengharukan dukungan datang. Tetapi awas, tiba-tiba ia dapat berubah menjadi taufan dan amuk balik yang mematikan.

 

Rakyat terlalu lelah untuk bisa memahami tokoh partai, kiayi muda atau aleg yang takut mengunjungi mereka, karena harus berhati-hati jangan sampai kemeja mahalnya ternoda debu di gubug mereka. Atau pantalonnya lusuh karena duduk diatas bangku reot di warung mereka. Atau nafasnya sesak duduk di rumah mereka yang kecil dan kurang udara. Atau jangan sampai mobil hasil dukungan rakyat tergores di gang sempit tempat domisili mereka. Rasanya terlalu mewah untuk bermimpi kapan pemimpin yang mereka dukung mengikrarkan (dan membuktikan), “Bila Anda perlu mengangkut keluarga yang sakit di tengah malam buta, silakan ketuk pintu dan kami akan antar ke rumah rawat”.

 

Mereka tak punya cukup keberanian untuk menyeruak rumah baru para pemimpin yang sudah serba mewah. Mereka pun tak cukup mengerti bahwa ada (isteri) sesama kader juga saling menunggu, kalau-kalau tetangga yang sukses dengan dukungan kita mau ‘melempar’ mesin cuci butut atau kompor bekas yang sudah berganti dengan produk paling mutakhir, atau membeli tambahan buku saat anak-anak mereka berbelanja, untuk teman sekelas atau anak tetangga lainnya.

 

 

Gairah cinta dan kelesuan ukhuwwah

 

Mungkin terjadi seseorang yang dahulunya saling mencintai akhirnya saling memusuhi dan sebaliknya yang sebelumnya saling bermusuhan akhirnya saling berkasih sayang. Sangat dalam pesan yang disampaikan Kanjeng Nabi SAW: "Cintailah saudaramu secara proporsional, mungkin suatu masa ia akan menjadi orang yang kau benci. Bencilah orang yang kau benci secara proporsional, mungkin suatu masa ia akan menjadi kekasih yang kau cintai." (HR Tirmidzi, Baihaqi, Thabrani, Daruquthni, Ibn Adi, Bukhari). Ini dalam kaitan interpersonal. Dalam hubungan kejamaahan, jangan ada reserve kecuali reserve syar'i yang menggariskan aqidah "La tha’ata limakhluqin fi ma’shiati’l Khaliq". Tidak boleh ada ketaatan kepada makhluq dalam berma'siat kepada Alkhaliq. (HR Bukhari, Muslim, Ahmad dan Hakim).

 

Doktrin ukhuwah dengan bingkai yang jelas telah menjadikan dirinya pengikat dalam senang dan susah, dalam rela dan marah. Bingkai itu adalah : "Level terendah ukhuwah (lower), jangan sampai merosot ke bawah garis rahabatus’ shadr (lapang hati) dan batas tertinggi tidak (upper) tidak melampaui batas itsar (memprioritaskan saudara diatas kepentingan diri).

 

Bagi kesejatian ukhuwah berlaku pesan mulia yang tak asing di telinga dan hati setiap ikhwah: "Innahu in lam takun bihim falan yakuna bighoirihim, wa in lam yakunu bihi fasayakununa bighoirihi" (Jika ia tidak bersama mereka, ia tak akan bersama selain mereka. Dan mereka bila tidak bersamanya, akan bersama selain dia). Karenanya itu semua akan terpenuhi bila ‘hati saling bertaut dalam ikatan aqidah’, ikatan yang paling kokoh dan mahal. Dan ukhuwah adalah saudara iman sedang perpecahan adalah saudara kekafiran (Risalah Ta'lim, rukun Ukhuwah).

 

Ukhuwwah adalah salah satu faktor besar mengapa seseorang kader masih “betah” dalam bekerja keras berda’wah. Mereka merasa nyaman dengan perhatian, nasihat, larangan, dan peringatan ikhlas dari saudara jamaah mereka sendiri. Apabila ia berbuat sesuatu yang salah, maka saat itu pula saudara ukhuwwahnya memperingatkannya, di saat ia sedang dapat kesenangan, maka saudara ukhuwwahnyapun turut senang dan bahagia, ketika ia mendapat kesulitanpun, saudara ukhuwwahnya dengan ikhlas dan kesungguhan membantunya keluar dari kesulitan ini. Juga yang terpenting di saat imannya sedang menurun, maka akibat bergaul dengan saudaranya yang imannya sedang naik, ikutlah imannya naik. Sekarang imannya bukan lagi seperti grafik sinus-cosinus, akan tetapi menjadi grafik sinus-cosinus mutlak, yang letaknya selalu di atas sumbu horison.

 

Namun kondisi ideal seperti itu sekarang perlahan sudah mulai luntur. Entah apa yang turut menyumbang kelunturan itu. Para ikhwah sekarang sangat lebih disibukkan dengan syuro-syuro, siasat-siasat, dan pekerjaan mereka sendiri dan sudah jarang melakukan jaulah ke rumah saudara-saudara mereka.  Mereka lupa bahwa saat mereka tertidur pulas, mungkin ada saudara mereka yang tidak bisa tidur pulas karena sakit yang dideritanya, atau mungkin yang lebih parah, ikhwah tersebut “lupa” untuk mendoakan saudara mereka itu di setiap munajatnya kepada Allah.

 

Tapi mudah-mudahan kasus yang terjadi hanya sebagian kecil dari fenomena ukhuwwah di antara para kader. Sesungguhnya Allah tidak tidur atas segala yang dilakukan hamba-Nya.

 

 

Ramadhan, stasiun besar musafir iman

 

Tak pernah air melawan qudrat yang ALLAH ciptakan untuknya, mencari dataran rendah, menjadi semakin kuat ketika dibendung dan menjadi nyawa kehidupan. Lidah api selalu menjulang dan udara selalu mencari daerah minimum dari kawasan maksimum, angin pun berhembus. Edaran yang pasti pada keluarga galaksi, membuat manusia dapat membuat mesin pengukur waktu, kronometer, menulis sejarah, catatan musim dan penanggalan. Semua bergerak dalam harmoni yang menakjubkan. Ruh pun –dengan karakternya sebagai ciptaan ALLAH– menerobos kesulitan mengaktualisasikan dirinya yang klasik saat tarikan gravitasi ‘bumi jasad’ memberatkan penjelajahannya menembus hambatan dan badai cakrawala.

 

Kini –di bulan ini– ia jadi begitu ringan, menjelajah ‘langit ruhani’. Carilah bulan –diluar Ramadhan– saat orang dapat mengkhatamkan tilawah satu, dua, tiga sampai empat kali dalam sebulan. Carilah momentum saat orang berdiri lama di malam hari menyelesaikan sebelas atau dua puluh tiga rakaat. Carilah musim kebajikan saat orang begitu santainya melepaskan ‘ular harta’ yang membelitnya. Inilah momen yang membuka seluas-luasnya kesempatan ruh mengeksiskan dirinya dan mendekap erat-erat fitrah dan karakternya.

 

Marhaban ya Syahra Ramadhan Marhaban Syahra’ Shiyami Marhaban ya Syahra Ramadhan Marhaban Syahra’l Qiyami.

 

Orang yang tertempa makan (sahur) di saat enaknya orang tertidur lelap atau berdiri lama malam hari dalam shalat qiyam Ramadlan setelah siangnya berlapar-haus, atau menahan semua pembatal lahir-batin, sudah sepantasnya mampu mengatasi masalah-masalah da’wah dan kehidupannya, tanpa keluhan, keputusasaan atau kepanikan. Mu-suh-musuh ummat mestinya belajar untuk mengerti bahwa bayi yang dilahirkan di te-ngah badai takkan gentar menghadapi deru angin. Yang biasa menggenggam api jangan diancam dengan percikan air. Mereka ummat yang biasa menantang dinginnya air di akhir malam, lapar dan haus di terik siang.

 

Mereka terbiasa memburu dan menunggu target perjuangan, jauh sampai ke akhirat negeri keabadian, dengan kekuatan yakin yang melebihi kepastian fajar menyingsing. Namun bagaimana mungkin bisa mengajar orang lain, orang yang tak mampu memahami ajarannya sendiri? "Faqidu’s Syai’ la Yu’thihi" (Yang tak punya apa-apa tak akan mampu memberi apa-apa).

 

Wahyu pertama turun di bulan Ramadlan, pertempuran dan mubadarah (inisiatif) awal di Badar juga di bulan Ramadlan dan Futuh (kemenangan) juga di bulan Ramadlan. Ini menjadi inspirasi betapa madrasah Ramadlan telah memproduk begitu banyak alumni unggulan yang izzah-nya membentang dari masyriq ke maghrib zaman.

 

Bila mulutmu bergetar dengan ayat-ayat suci dan hadits-hadits, mulut mereka juga menggetarkan kalimat yang sama. Adapun hati dan bukti, itu soal besar yg menunggu jawaban serius.

 

 

Shalawat atas Nabi SAW

 

Tidak ada orang semulia ia, tidak ada manusia secerdas ia, tidak ada da’i yang lebih militan dari dia, tidak ada yang dapat mengalahkan ukhuwwah beliau kepada sahabat beliau, tidak ada yang dapat mengalahkan rasa cinta beliau terhadap anak dan istrinya, terlebih lagi rasa cinta beliau terhadap ummatnya.

 

Ummati.. ummati..

 

Tidak ada kata-kata terakhir yang ia ucapkan kecuali rasa perhatiannya kepada ummatnya, ummat Islam, ummat terbaik di penjuru bumi Allah ini. Termasuk juga mungkin kita, saya, kamu, dan kalian. Pengorbanannya untuk mentransformasi masyarakat menjadi masyarakat Rabbani sudah tidak diragukan lagi, meskipun setiap harinya celaka mengintainya, pedang, batu, dan kotoranpun menjadi saksi atas keikhlasannya menerima itu semua, karena ia tahu, bahwa mereka belum mengerti dan memahami.

 

Sayangnya beliau terhadap setiap orang yang rela berkorban demi risalahnya, demi Islam, demi tegaknya kalimat “Laa ilaaha illallah, Muhammadur Rasulullah..” di muka bumi Allah ini. Sudah sepatutnya kita yang merasakan hidup nikmat di tengah-tengah masyarakat iman dan islam mengirimkan shalawat kepadanya, di setiap awal doa kita, dan di setiap akhir doa kita. Dan di setiap saat kita mendengar namanya disebut.

 

Allahumma shalli wa sallim wa baarik ‘alaih...