Sabtu, 28 Februari 2009

Untukmu Kader Da'wah [2]

Cermin diri

 

Paham dan sadar akan kemampuan diri menjadi obrolan besar tentang cerminan diri. Di mana, setiap kita, kader da’wah, harus paham dan sadar akan potensi diri kita sendiri. Banyak di antara kita yang “tumpul” dalam berda’wah karena memilih untuk terjun ke dalam hal yang mereka sendiri tidak mampu mengimbanginya (lebih tinggi kualitasnya), juga banyak pula yang futur karena memilih untuk terjun ke dalam hal yang terlalu rendah dibanding potensi diri kita karena merasa sudah sangat bisa, sehingga pada akhirnya membuat malas untuk belajar dan selalu memperbaharui kondisi ruhiyah yang berdampak pada futur tadi.

 

Memahami potensi dan sadar akan itu memegang peranan penting dalam pencapaian tujuan da’wah. Posisikan diri kita pada posisi yang benar dalam barisan da’wah ini. Ketika potensi ini telah dipahami dan diaplikasikan, maka hasilnyapun bisa menjadi sarana da’wah yang bagus ketimbang berda’wah tanpa hasil potensi.

 

Sudah banyak sekali kader yang meraih prestasi gemilang di lingkungannya masing-masing. Betapa banyak di antara kader da’wah kampus yang mencapai IP cum laude, betapa banyak juga mereka yang menjadi pengusaha kaya raya yang ber-afilliasi terhadap Islam, betapa banyak kader da’wah yang berhasil membangun keluarga Islami, di mana setiap anak mereka juga merupakan tonggak-tonggak da’wah di lingkungan masing-masing, yang orang tua-orang tua mereka senang mengikuti majelis-majelis ilmu, betapa banyak juga kader yang menduduki jabatan penting di lingkungan mereka dan berhasil membuat lingkungan mereka subur akan da’wah. Dan semua itu terjadi atas izin Allah lewat potensi diri yang telah diaplikasikan.

 

 

Khutbah ‘Idul Adha 1421 H

 

Ada tiga hal yang patut disorot dalam bagian ini, yang pertama adalah ketaatan pada Allah, yang kedua adalah mendahulukan Allah di atas segalanya, dan yang ketiga adalah keyakinan pada Allah. Setidaknya tiga hal ini yang harus dimiliki hamba yang beriman. Di manapun ia berada, kapanpun itu, dan dalam kondisi seperti apapun, seorang hamba yang beriman haruslah mempertahankan ketaatannya kepada Allah, bukan malah menjual hal itu kepada sesuatu yang murah. Kemudian, sikap ketaatan kepada Allah akan membawa dampak pada sikap mendahulukan Allah di atas segalanya. Saat sikap ini muncul, selayaknya seorang hamba melengkapinya dengan keyakinan kepada Allah. Untuk lebih jelasnya, simak sebuah episode Nabi Ibrahim berikut.

 

Suatu saat Nabi Ibrahim membawa istri dan anaknya (Ismail) yang masih kecil (masih disusui) sampai ke Baitullah di Dauhah, di atas Zamzam, di daerah perbukitan gurun yang terik dan tandus. Di Makkah waktu itu belum ada manusia dan belum ada air. Ia letakkan mereka disana. Ia bekali mereka dengan sekantung kurma dan sekantung air dan segera bergegas pergi. Ummu Ismail (Ibu Ismail) mengikutinya sambil bertanya “Wahai Ibrahim, akan kemana kau pergi meninggalkan kami di lembah ini tanpa siapa-siapa tanpa apa-apa?”. Diucapkannya kalimat itu berulang-ulang, namun ia tak juga menoleh.

 

Akhirnya Ummu Ismail bertanya: “Allahkah yang menyuruhmu melakukan ini?”. Ia menjawab: “Ya”. Ummu Ismail berkata: “Jika begitu, tentulah Ia (Allah) takkan sia-siakan kami”, kemudian ia kembali dan Ibrahim berangkat. Sesampainya di Tsaniyah (jalan tinggi di bukit) tempat mereka tak lagi melihatnya, ia hadapkan wajahnya ke Baitullah, berdoa dengan beberapa kalimat dan mengangkat kedua tangannya: “Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rizkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.”

 

Lihatlah, betapa lurusnya keluarga ini memandang perintah Allah. Betapa ringannya mereka melaksanakan titah agung ini. Mereka utamakan ketaatan daripada kesenangan pribadi. Dari ketiga permintaan, ternyata yang pertama dimintanya agar keturunannya menjadi penegak shalat, kemudian untuk menopang da’wah ia minta mereka dicintai ummat manusia, barulah permintaan ketiga agar Allah memberikan mereka rezki. Padahal keadaan sangat sulit; tak ada sanak, kerabat bahkan manusia, tak ada air dan sumber makanan. Hanya mereka berdua; seorang perempuan yang baru melahirkan dan bayi kecil yang baru beberapa belas atau beberapa puluh tahun kedepan diangkat menjadi rasul.

 

 

Militansi

 

“Hai Yahya, ambillah (pelajarilah) Al Kitab (Taurat) itu dengan sungguh-sungguh. Dan kami berikan kepadanya hikmah selagi ia masih kanak-kanak.” (QS. Maryam, 19:12).

 

Kita dapat mengambil pelajaran penting dari satu ayat di atas, yaitu militansi. Militansi sendiri dapat dimaknai dengan kesungguhan dan keseriusan. Tatkala Allah memerintahkan kepada Yahya untuk mempelajari Taurat, maka saat itu pula Allah menekankan untuk mempelajarinya dengan sungguh-sungguh.

 

Sungguh-sungguh ini kemudian akan menjadi “ruh” dalam setiap gerak dan kontribusi seseorang, apalagi seseorang itu adalah da’i. Sejarah telah membuktikan bahwa orang yang bersungguh-sungguh akan menyemai hasil yang baik, bukan dengan berleha-leha, berfoya-foya, dan bersantai ria. Sudah banyak pepatah dan nasihat-nasihat yang menegaskan arti militansi atau kesungguhan dalam setiap perbuatan. Bukan karena akan menjadi “ruh” dalam setiap gerakan saja, militansi juga dapat memberi proses dan output/hasil yang baik. Karena kesungguhan akan berdampak pada seluruh bagian dari setiap pergerakan, baik fase inisiasi, fase dinamisasi, maupun fase terminasi.

 

Orang yang bersungguh-sungguh biasanya terlihat dari hasil/output yang ia keluarkan. Jika output itu baik, maka dapat disimpulkan bahwa orang itu bersungguh-sungguh. Dan output yang baik juga akan membawa keberhasilan yang ia ingin capai. Rasulullahpun pernah menyinggung tentang militansi: “Siapa yang bersungguh-sungguh, ia akan berhasil”.

 

Di antara sekian jenis kemiskinan, yang paling memprihatinkan adalah kemiskinan azam dan tekad, bukan kemiskinan harta. Misalnya anak yang mendapatkan warisan berlimpah dari orangtuanya dan kemudian dihabiskannya untuk berfoya-foya karena merasa semua itu didapatkannya dengan mudah, bukan dari tetes keringatnya sendiri. Boleh jadi dengan kemiskinan azam yang ada padanya akan membawanya pula pada kebangkrutan dari segi harta. Sebaliknya anak yang lahir di keluarga sederhana, namun memiliki azam dan kemauan yang kuat kelak akan menjadi orang yang berilmu, kaya dan seterusnya.

 

Demikian pula dalam kaitannya dengan masalah ukhrawi berupa ketinggian derajat di sisi Allah. Tidak mungkin seseorang bisa keluar dari kejahiliyahan dan memperoleh derajat tinggi di sisi Allah tanpa tekad, kemauan dan kerja keras.

 

Jumat, 27 Februari 2009

Rahasia Kecerdasan Yahudi

Artikel Dr Stephen Carr Leon patut menjadi renungan bersama. Stephen menulis dari pengamatan langsung. Setelah berada 3 tahun di Israel karena menjalani housemanship dibeberapa rumah sakit di sana. Dirinya melihat ada beberapa hal yang menarik yang dapat ditarik sebagai bahan tesisnya, yaitu, "Mengapa Yahudi Pintar?"

Ketika tahun kedua, akhir bulan Desember 1980, Stephen sedang menghitung hari untuk pulang ke California, terlintas di benaknya, apa sebabnya Yahudi begitu pintar? Kenapa tuhan memberi kelebihan kepada mereka? Apakah ini suatu kebetulan? Atau hasil usaha sendiri?

Maka Stephen tergerak membuat tesis untuk Phd-nya. Sekadar untuk Anda ketahui, tesis ini memakan waktu hampir delapan tahun. Karena harus mengumpulkan data-data yang setepat mungkin.

Marilah kita mulai dengan persiapan awal melahirkan. Di Israel, setelah mengetahui sang ibu sedang mengandung, sang ibu akan sering menyanyi dan bermain piano. Si ibu dan bapak akan membeli buku matematika dan menyelesaikan soal bersama suami.

Stephen sungguh heran karena temannya yang mengandung sering membawa buku matematika dan bertanya beberapa soal yang tak dapat diselesaikan. Kebetulan Stephen suka matematika.

Stephen bertanya, "Apakah ini untuk anak kamu?"

Dia menjawab, "Iya, ini untuk anak saya yang masih di kandungan, saya sedang melatih otaknya, semoga ia menjadi jenius."

Hal ini membuat Stephen tertarik untuk mengikut terus perkembangannya.

Kembali ke matematika tadi, tanpa merasa jenuh si calon ibu mengerjakan latihan matematika sampai genap melahirkan.

Hal lain yang Stephen perhatikan adalah cara makan. Sejak awal mengandung dia suka sekali memakan kacang badam dan korma bersama susu. Tengah hari makanan utamanya roti dan ikan tanpa kepala bersama salad yang dicampur dengan badam dan berbagai jenis kacang-kacangan.

Menurut wanita Yahudi itu, daging ikan sungguh baik untuk perkembangan otak dan kepala ikan mengandungi kimia yang tidak baik yang dapat merusak perkembangan dan penumbuhan otak anak didalam kandungan. Ini adalah adat orang orang Yahudi ketika mengandung. menjadi semacam kewajiban untuk ibu yang sedang mengandung mengonsumsi pil minyak ikan.

Ketika diundang untuk makan malam bersama orang orang Yahudi. Begitu Stephen menceritakan, "Perhatian utama saya adalah menu mereka. Pada setiap undangan yang sama saya perhatikan, mereka gemar sekali memakan ikan (hanya isi atau fillet),"
ungkapnya.

Biasanya kalau sudah ada ikan, tidak ada daging. Ikan dan daging tidak ada bersama di satu meja. Menurut keluarga Yahudi, campuran daging dan ikan tak bagus dimakan bersama. Salad dan kacang, harus, terutama kacang badam.

Uniknya, mereka akan makan buah buahan dahulu sebelum hidangan utama. Jangan terperanjat jika Anda diundang ke rumah Yahudi Anda akan dihidangkan buah buahan dahulu. Menurut mereka, dengan memakan hidangan kabohidrat (nasi atau roti) dahulu kemudian buah buahan, ini akan menyebabkan kita merasa ngantuk.
Akibatnya lemah dan payah untuk memahami pelajaran di sekolah.

Di Israel, merokok adalah tabu, apabila Anda diundang makan dirumah Yahudi, jangan sekali kali merokok. Tanpa sungkan mereka akan menyuruh Anda keluar dari rumah mereka. Menyuruh Anda merokok di luar rumah mereka.

Menurut ilmuwan di Universitas Israel, penelitian menunjukkan nikotin dapat merusakkan sel utama pada otak manusia dan akan melekat pada gen. Artinya, keturunan perokok bakal membawa generasi yang cacat otak ( bodoh). Suatu penemuan yang dari saintis gen dan DNA Israel.

Perhatian Stephen selanjutnya adalah mengunjungi anak-anak Yahudi. Mereka sangat memperhatikan makanan, makanan awal adalah buah buahan bersama kacang badam, diikuti dengan menelan pil minyak ikan (code oil lever).

Dalam pengamatan Stephen, anak-anak Yahudi sungguh cerdas. Rata rata mereka memahami tiga bahasa, Hebrew, Arab dan Inggris. Sejak kecil mereka telah dilatih bermain piano dan biola. Ini adalah suatu kewajiban.
Menurut mereka bermain musik dan memahami not dapat meningkatkan IQ. Sudah tentu bakal menjadikan anak pintar.

Ini menurut saintis Yahudi, hentakan musik dapat merangsang otak.

Tak heran banyak pakar musik dari kaum Yahudi.

Seterusnya di kelas 1 hingga 6, anak anak Yahudi akan diajar matematika berbasis perniagaan. Pelajaran IPA sangat diutamakan. Di dalam pengamatan Stephen, "Perbandingan dengan anak anak di California, dalam tingkat IQ-nya bisa saya katakan 6 tahun kebelakang!! !" katanya.

Segala pelajaran akan dengan mudah di tangkap oleh anak Yahudi. Selain dari pelajaran tadi olahraga juga menjadi kewajiban bagi mereka. Olahraga yang diutamakan adalah memanah, menembak dan berlari.
Menurut teman Yahudi-nya Stephen, memanah dan menembak dapat melatih otak fokus. Disamping itu menembak bagian dari persiapan untuk membela negara.

Selanjutnya perhatian Stephen ke sekolah tinggi (menengah). Di sini murid-murid digojlok dengan pelajaran sains. Mereka didorong untuk menciptakan produk. Meski proyek mereka kadangkala kelihatannya lucu dan memboroskan, tetap diteliti dengan serius.
Apa lagi kalau yang diteliti itu berupa senjata, medis dan teknik. Ide itu akan dibawa ke jenjang lebih tinggi.

Satu lagi yg di beri keutamaan ialah fakultas ekonomi. Saya sungguh terperanjat melihat mereka begitu agresif dan seriusnya mereka belajar ekonomi. Diakhir tahun diuniversitas, mahasiswa diharuskan mengerjakan proyek. Mereka harus memperaktekkanya.
Anda hanya akan lulus jika team Anda (10 pelajar setiap kumpulan) dapat keuntungan sebanyak $US 1 juta!

Anda terperanjat?

Itulah kenyataannya.

Kesimpulan, pada teori Stephen adalah, melahirkan anak dan keturunan yang cerdas adalah keharusan.. Tentunya bukan perkara yang bisa diselesaikan semalaman. Perlu proses, melewati beberapa generasi mungkin?

Kabar lain tentang bagaimana pendidikan anak adalah dari saudara kita di Palestina. Mengapa Israel mengincar anak-anak Palestina. Terjawab sudah mengapa agresi militer Israel yang biadab dari 27 Desember 2008 kemarin memfokuskan diri pada pembantaian anak-anak Palestina di Jalur Gaza.

Seperti yang kita ketahui, setelah lewat tiga minggu, jumlah korban tewas akibat holocaust itu sudah mencapai lebih dari 1300 orang lebih. Hampir setengah darinya adalah anak-anak.

Selain karena memang tabiat Yahudi yang tidak punya nurani, target anak-anak bukanlah kebetulan belaka. Sebulan lalu, sesuai Ramadhan 1429 Hijriah, Ismali Haniya, pemimpin Hamas, melantik sekitar 3500 anak-anak Palestina yang sudah hafidz al-Quran.

Anak-anak yang sudah hafal 30 juz Alquran ini menjadi sumber ketakutan Zionis Yahudi. "Jika dalam usia semuda itu mereka sudah menguasai Alquran, bayangkan 20 tahun lagi mereka akan jadi seperti apa?" demikian pemikiran yang berkembang di pikiran orang-orang Yahudi.

Tidak heran jika-anak Palestina menjadi para penghafal Alquran. Kondisi Gaza yang diblokade dari segala arah oleh Israel menjadikan mereka terus intens berinteraksi dengan al-Qur'an. Tak ada main Play Station atau game bagi mereka.
Namun kondisi itu memacu mereka untuk menjadi para penghafal yang masih begitu belia. Kini, karena ketakutan sang penjajah, sekitar 500 bocah penghafal Quran itu telah syahid.

Perang panjang dengan Yahudi akan berlanjut entah sampai berapa generasi lagi. Ini cuma masalah giliran. Sekarang Palestina dan besok bisa jadi Indonesia... Bagaimana perbandingan perhatian pemerintah Indonesia dalam membina generasi penerus dibanding dengan negara tetangganya.

Ambil contoh tetangga kita yang terdekat adalah Singapura. Contoh yang penulis ambil sederhana saja, Rokok. Singapura selain menerapkan aturan yang ketat tentang rokok, juga harganya sangat mahal.

Benarkah merokok dapat melahirkan generasi "Goblok!" kata Goblok bukan dari penulis, tapi kata itu sendiri dari Stephen Carr Leon sendiri. Dia sudah menemui beberapa bukti menyokong teori ini.
"Lihat saja Indonesia," katanya seperti dalam tulisan itu.

Jika Anda ke Jakarta, di mana saja Anda berada, dari restoran, teater, kebun bunga hingga ke musium, hidung Anda akan segera mencium bau asak rokok! Berapa harga rokok? Cuma US$ .70cts !!!

"Hasilnya? Dengan penduduknya berjumlah jutaan orang berapa banyak universitas? Hasil apakah yang dapat dibanggakan? Teknologi? Jauh sekali. Adakah mereka dapat berbahasa selain dari bahasa mereka sendiri? Mengapa mereka begitu sukar sekali menguasai bahasa Inggris? Ditangga berapakah kedudukan mereka di pertandingan matematika sedunia?
Apakah ini bukan akibat merokok? Anda fikirlah sendiri?" http://sabili. co.id/

Rabu, 25 Februari 2009

Untukmu Kader Da'wah [1]

Cahaya di wajah ummat

 

Sebagai seorang kader da’wah, sudah seharusnya kita didukung oleh ruhiyah, semangat, dan tekad yang kuat, baik berda’wah di kala sendirian, maupun di kala melakukan da’wah secara bersama-sama (amal jama’i).

 

Saat seorang da’i sedang berada dalam amal jama’i, maka keluarkanlah segenap kemampuan yang dimiliki saat sedang berda’wah. Jangan sekali-kali berpikir untuk melimpahkan sesuatu yang bisa kita lakukan kepada jamaah. Setiap orang harus melakukan amanah yang adil dan melakukan dengan kemampuan yang maksimal. Berada dalam amal jama’i tidak sepatutnya membuat kader da’wah hanya berpangku tangan dan menempel pada nama besar jaringan amal jama’i, padahal diri mereka sendiri sesungguhnya tidak patut untuk dianggap “hebat” karena masuk dalam jaringan amal jama’i tersebut.

 

Juga di saat seorang da’i sedang berda’wah dalam keadaan sendiri, tidak sepantasnya ada seorang da’i yang mengatakan bahwa ia futur karena lingkungan, atau ia lelah karena terlalu banyak amanah, padahal, amanah itu sendiri banyak yang hampa tanpa ada makna yang mendalam dirasakan oleh mereka. Ingatlah, bahwa sesungguhnya, back up kita adalah Allah SWT. Paradigma yang harus diubah adalah bahwa sesungguhnya kita tidaklah sendiri, bahwa Allah adalah penyemangat dan penolong mereka. Sangat indah ungkapan Imam Syahid Hasan Al Banna, "Antum ruhun jadidah tarsi fi ja-sadil ummah". Kamu adalah ruh baru, kamu adalah jiwa baru yang mengalir di tubuh ummat, yang menghidupkan tubuh yang mati itu dengan Al-Qur’an.

 

Jangan ada sesudah ini, kader yang hanya mengandalkan kerumunan besar untuk merasakan eksistensi dirinya. Tapi, dimanapun dia berada ia tetap merasakan sebagai hamba Allah SWT, ia harus memiliki kesadaran untuk menjaga dirinya dan taqwanya kepada Allah SWT, baik dalam keadaan sendiri maupun dalam keadaan terlihat orang. Kemanapun pergi, ia tak merasa kesunyian, tersudut atau terasing, karena Allah senantiasa bersamanya. Bahkan ia dapatkan kebersamaan rasul-Nya, ummat dan alam semesta senantiasa.

 

 

Kedunguan kasta vs komitmen perjuangan

 

Salah satu permasalahan kader adalah adanya kesalahan paradigma tentang “kasta” dalam da’wah. Ada yang sudah lima tahun liqa’, ada yang sudah membina lima halaqah, ada yang sudah berhasil mem-fardhiyah sampai sepuluh orang, dsb. Ingatlah bahwa hal tersebut semata-mata hanyalah karena Allah. Allah yang memberi rizki lebih berupa pemahaman yang mendalam, atau akhlak yang baik, dsb. Jadi, tidak benar bahwa “kasta” dapat menghambat da’wah. Boleh jadi, yang menghambat adalah paradigma kita dalam menyikapinya.

 

Belum tentu kader yang hafalan Qur’annya mencapai puluhan juz dapat menjamin dirinya akan tetap berkomitmen berjuang kedepannya. Juga belum tentu kader yang mempunyai banyak binaan akan menjadi barisan-barisan terdepan dalam komitmen berjuang. Bahkan mungkin banyak kader yang sesungguhnya bersembunyi di balik “pencapaiannya”. Terkadang ada yang terlihat alim saat di dalam komunitas jamaah, akan tetapi, ketika kembali ke rumah, sikapnya tidak mencerminkan bahwa ia adalah seorang juru lontar da’wah.

 

Yang dibutuhkan dari “pengkastaan” ini adalah adanya sikap saling melengkapi. Disinilah adab amal jama’i diimplementasikan. Tidak untuk dihujat dan tidak pula untuk direndahkan. Ibarat sebuah bangunan, “kasta” hanyalah sebuah bagian-bagian dari bangunan tersebut yang saling melengkapi. Jika “kasta”-nya tinggi, patutlah ia menjadi tiang atau atap bangunan tersebut. Jika “kasta”-nya rendah, patutnya ia juga sepenuh hati menjadi dinding-dinding yang membentuk sebuah kesatuan bangunan tersebut sehingga bangunan tersebut nantinya akan kokoh biar diterjang badai sekalipun.

 

Sesungguhnya “kasta” hanya urusan Allah. Karena hanya Dialah yang mengetahui secara pasti dan gamblang kapasitas keimanan dan ketaqwaan seseorang. Dan “kasta” itulah yang nantinya akan kekal memompanya dalam setiap pengucuran tetesan-tetesan keringatnya di dalam jalan da’wah ini. Sedangkan “kasta” yang hanya dipelihara untuk ditampilkan hanya di mata manusia, itulah yang akan cepat runtuh dan tidak menjadi ruh perjuangan tiap pemiliknya.

 

Senin, 23 Februari 2009

Politik sekitar kita

Panas, itulah satu kata yang tercermin dari kondisi lingkungan kita saat ini. Panas disini maksudnya adalah panas suasana kehidupan. Penyebabnya adalah politik. Tahun 2009 adalah tahun yang penuh akan agenda perpolitikan, sebuah agenda besar untuk menentukan langkah yang besar. Sebuah agenda besar untuk saling berusaha mencapai tujuan dengan cara dan pemikiran yang berbeda-beda.

 

Tidak salah kita menyebut saat-saat ini adalah saat panas, karena dari lingkup yang cukup kecilpun, di program studi kita, Teknik Industri, sedang diselimuti dengan agenda politik, yaitu rangkaian agenda pemilihan ketua Keluarga Mahasiswa Teknik Industri periode kurang lebih satu tahun kedepan. Tidak jauh dari TI, kita juga menemukan hal serupa, tidak kurang dari beberapa jurusan sekitar TI juga sedang diliputi agenda perpolitikan, sebutlah HIMATIKA.

 

Dalam tingkat kampuspun, genderang politik itu sudah hampir ditabuh, dengan dimulainya masa kampanye Calon Presiden KM ITB tanggal 23 Februari 2009, Senin ini. Tak kurang dari enam pasangan calon mengambil formulir waktu itu. Entah berapa yang akan lolos verifikasi, yang jelas, yang akan maju ke tahap berikutnya adalah orang-orang yang berkapasitas untuk memimpin pergerakan kemahasiswaan di kampus fenomenal ini.

 

Sedikit keluar kemahasiswaan, pihak atas rektorat ITB-pun sudah hampir habis masa jabatannya, walaupun memang belum terlalu memanas, akan tetapi sudah santer terdengar beberapa nama yang akan menduduki tampuk tertinggi kampus ini.

 

Yang lebih besar lagi, agenda politik yang sedang meliputi bangsa ini, yang sudah jauh-jauh hari ditabuh dengan keluarnya beberapa orang yang berencana menduduki kursi kepemimpinan di layar televisi.

 

Politik dalam Islam dikenal dengan nama siyasah, yang berarti secara harfiah adalah tawar menawar, pastinya dalam hal ini, tawar menawar yang terjadi adalah tentang kebijakan dan kesepakatan. Jadi, pada dasarnya, yang bertarung dalam agenda perpolitikan adalah bukan orang-orang dan kelompok-kelompok semata, tetapi yang bertarung adalah kebijakan. Kebijakan tentang suatu hal yang dilandasi oleh pemikiran seseorang atau segolongan orang. Dan politik biasanya merupakan alat untuk mencapai kekuasaan, dan kekuasaan adalah kendaraan untuk menetukan kebijakan dan mengimplementasikan pemikiran, entah pemikiran itu baik ataupun buruk.

 

Jadi, jangan dahulu berpikir bahwa politik itu busuk. Memang, yang terlihat dari sebuah politik adalah perebutan kekuasaan, akan tetapi, jikalau pemikiran yang dibawa segolongan memang baik dan bermanfaat bagi umat, mengapa masih saja dianggap buruk. Intinya, politik dan kekuasaan bukan tujuan, tetapi hanya alat atau kendaraan semata, untuk mencapai cita-cita yang lebih besar, yaitu cita-cita peradaban.

AM-AB, masih relevankah?

 

Sistem keanggotaan MTI sejak tahun 2002 diubah dari sistem keanggotaan biasa, menjadi sistem keanggotaan AM-AB. Jadilah jenjang kader terbagi menjadi tiga, Anggota Muda, Anggota Biasa, dan Anggota Luar Biasa. Pada awal perencanaan dibentuknya, ada masalah-masalah di MTI yang memang menjadi masalah yang cukup pelik. Pertama, permasalahan militansi MTI, yaitu semakin berkurangnya orang-orang yang aware terhadap keberjalanan MTI dan semakin bertambahnya orang-orang yang apatis terhadap perkembangan MTI. Kedua, yaitu masalah pada kebanyakan Rapat Anggota (RA), dimana RA berulang kali mengalami kegagalan atau pembatalan karena tidak tercapainya kuota forum (kuorum RA), dan memang hal ini juga merupakan dampak dari permasalahan pertama tadi.

 

Untuk itu, para petinggi MTI waktu itu berinisiatif untuk melakukan sebuah gerakan konkrit memecahkan permasalahan tersebut. Akhirnya, setelah analisis yang cukup panjang, akhirnya keluarlah kesimpulan bahwa MTI pada saat itu butuh sebuah sistem yang “menarik” kembali para anggotanya untuk “kembali” lagi ke MTI, ada suatu kebutuhan untuk men-supply anggota MTI yang berkomitmen lebih terhadap MTI, yang jika sudah banyak yang berkomitmen, maka RA-pun akan mudah dilaksanakan. Akhirnya, dibuatlah sistem AM-AB yag selain men-supply tersebut, juga untuk mempermudah penjenjangan kader, jadi jelas, mana kader yang berkomitmen untuk berkotribusi lebih terhadap MTI, dan mana yang berkontribusi terhadap MTI.

 

Jadi, kurang lebih, tujuan AM-AB ada empat. Pertama, adanya kebutuhan supply orang-orang yang berkomitmen untuk MTI. Kedua, adanya kebutuhan penjenjangan kader MTI. Ketiga, adanya kebutuhan RA. Keempat, adanya kebutuhan umur masa MTI selama di MTI, tidak bisa kita menuntut lebih pada masa yang baru seumur jagung di MTI.

 

Belakangan, keempat tujuan ini dinilai oleh beberapa kalangan sudah tidak tercapai. Kita dapat lihat, tidak sedikit Anggota Biasa (AB) MTI yang sering tidak mengikuti forum-forum MTI, atau acara-acara MTI, atau kepanitiaan MTI, dsb. Kita juga dapat lihat, bahwa penjejangan kader MTI dari AM ke AB, hampir tidak terlihat output konkrit kader dari masing-masing jenjang kader. Selanjutnya, RA-pun belakangan malah menjadi bumerang tersendiri bagi sistem AM-AB, dimana RA sering batal karena lagi-lagi AB yang tidak mencapai kuorum. Dan belakangan juga massa MTI semakin kritis dan semakin “cerdas”.

 

Dengan melihat fakta dan asumsi kuat yang ada, sudah sepatutnya suatu pertanyaan terlontar dari beberapa orang terkait AM-AB ini, masih relevankah AM-AB? Jika memang semua tujuan AM-AB sudah tidak lagi dapat dicapai dengan metode AM-AB, apakah masih patut kita mempertahankan sistem keanggotaan ini? Jika memang tujuan AM-AB bisa disiasati tanpa menggunakan sistem AM-AB, apakah AM-AB ini masih relevan? Jawabannya, hanya massa yang tahu, tapi, kedepannya, kajian tentang AM-AB ini akan mengundang massa MTI agar massa sepakat dan hal ini dapat mencerdaskan dengan baik.

Kamis, 19 Februari 2009

PEMIMPI... [N] part 2. End

Figur seorang pemimpin

 

Figur seorang pemimpin mempengaruhi keberpihakan orang yang akan dipimpinnya sehingga bisa menjadi simpati, atau malah antipati. Islam memberi kaidah-kaidah yang jelas dalam memilih dan berpihak kepada pemimpin. Berikut figur pemimpin yang sesuai dengan Islam

 

1.       Satu akidah, dalam hal ini, beragama Islam.

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (QS. al-Maa’idah, 5: 51)

 

Dari kutipan ayat tersebut jelas bahwa syarat utama seorang pemimpin sesuai syariat Islam adalah ia harus Islam. Pemimpin Islam tidak akan mengambil kebijakan yang akan serta merta merugikan ummat Islam, dan langkah ini sebenarnya merupakan tindak preventif. Jika ditanya tindak preventif apa, maka silakan mendalami QS. al-Baqarah, 2 ayat 120. Juga ada penjelas lagi tentang hal ini, di surat al-Maa’idah, 5: 57.

 

2.       Tidak hanya Islam, tapi seorang pemimpin harus beriman.

 

Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami. (QS. as-Sajdah, 32: 24)

 

Pemimpin yang dekat dengan Allah, segala langkah yang ia ambil selalu atas pemikiran dan perasaan yang matang. Dengan sendirinya, Allah akan menuntun seorang pemimpin yang dekat dengannya agar kepemimpinan seseorang tersebut tetap pada koridor-koridornya.  Jadi, Islam saja tidak cukup untuk menjadi seorang pemimpin, ia harus beriman dan berusaha semaksimal mungkin untuk dekat dengan Allah (taqarrub ilallah).

 

3.       Hierarki pemimpin

 

Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka........ (QS. an-Nisa’, 4: 34)

 

Allah yang menciptakan manusia, karena itulah, Allah mengetahui potensi apa yang ada dalam setiap hambanya. Oleh karena itu, hierarki ini Allah tentukan. Wanita akan tetap bisa menjadi pemimpin, yaitu pemimpin di antara kaum wanita. Selama ada laki-laki Islam, maka tidak ada alasan bagi wanita untuk memegang tampuk kepemimpinan tertinggi.

 

4.       Sesuai dengan sifat Rasul

 

Sifat Rasul yang terkenal adalah FASTI (Fatanah, Amanah, Sidiq, Tabligh, Iltizam).

·         Fatanah berarti cerdas à Cerdas intelektual, emosional, spiritual.

·         Amanah berarti dapat dipercaya à Integritas; sesuai dan bertanggung jawab antara pikiran, lisan, dan tindakan.

·         Sidiq berarti benar à Selalu berpihak pada kebenaran, walaupun hal itu pahit. Dalam hal ini kebenaran harus berlandaskan ilmu (ilmiah).

·         Tabligh artinya komunikatif à Pandai-pandai berkomunikasi baik persuatif maupun konstruktif.

·         Iltizam artinya berkomitmen à Militansi; dimana semangat dalam bergerak tidak mudah luntur oleh suatu hal yang kecil.

 

 

Pergerakan seorang pemimpin

 

Langkah gerak seorang pemimpin akan sangat dipengaruhi oleh ideologinya. Ideologi ini seharusnya bersifat konstruktif terhadap pergerakan yang akan ia lakukan agar percepatan pencapaian tujuan dapat terlasana.

 

1.       Ideologi yang berlandaskan Islam atau tidak bertentangan dengan Islam.

Dan mereka berkata:"Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah mentaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar). (QS. al-Ahzab, 33: 67)

 

Hal ini dapat dilihat dari content yang akan dipakai pemimpin itu untuk mecapai tujuan. Jika secara umum content yang dibawa tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam, maka insya Allah hal ini akan halal.

 

2.       Pergerakan yang selaras dengan tujuan

 

Pemimpin hanyalah bertindak sebagai nahkoda pergerakan. Ia yang menentukan, jalan mana yang harus ditempuh agar pulau tujuan diseberang sana dapat dicapai. Jadi, content yang dibawa oleh seorang pemimpin tersebut haruslah merupakan langkah-langkah untuk mencapai tujuan bersama, yaitu tujuan manusia itu berhimpun.

 

Islam sebagai agama yang syumul (sempurna) menawarkan solusi kehidupan bagi setiap penganutnya, tidak ada tujuan lain, yaitu agar penganutnya menjalani kehidupan dengan baik. Oleh karena itulah, mudah-mudahan dengan adanya penjelasan ini, paradigma kita bisa berubah agar lebih matang dalam memilih pemimpin, tidak hanya memilih sebatas kenal atau tidak, famous atau tidak, ganteng atau tidak, bahkan orang-orang dibelakangnya atau tidak. Tetapi ada hal yang harus diperhatikan, yaitu figur dan ideologinya.

 

Wallahu a’lam...

PEMIMPI... [N] part 1.

PEMIMPI… [N]

 

Setiap orang pasti pernah bermimpi. Entah bermimpi dalam lelap, ataupun mimpi saat sadar. Dan mimpi-mimpi itu juga ada yang bisa dibangun, dicapai, dan diraih. Akan tetapi ada juga yang tidak dapat diraih. Yang lebih celaka lagi, jika suatu mimpi bisa diraih, akan tetapi tidak ada effort untuk meraih mimpi-mimpi tersebut.

 

Dalam kehidupan, selalu ada watak manusia yang selalu bermimpi, bermimpi tentang hari esok dan masa depan. Akan tetapi, tidak semua manusia yang bermimpi tersebut dapat meraih mimipi yang ia impikan. Hal ini bisa saja dikarenakan memang mimpi tersebut yang tidak feasible diraih, atau memang dia sudah berusaha kuat untuk meraihnya, tapi Allah berkehendak lain. Inilah yang bisa disebut sebagai seorang pemimpin. Sementara di lain sisi, ada yang memang suatu mimpi itu feasible untuk diraih, tetapi tidak ada usaha yang berarti untuk meraihnya. Inilah yang disebut pemimpi. Sedikit memang bedanya, akan tetapi pada kenyataannya, perbedaan ini sangat signifikan.

 

Pemimpin adalah seseorang yang mempunyai visi besar, narasi besar, dan keinginan besar, lalu bergerak dan maju untuk meraih visi tersebut setelah merancangnya.

 

Seorang tauladan ummat pernah berkata bahwa setiap kita adalah pemimpin, dan suatu saat kita akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang telah kita pimpin selama kehidupan ini. Apakah kita berhasil memimpin hati dan pikiran kita saat badai yang menerjang keimanan datang tanpa diperkirakan? Apakah kita berhasil mencapai narasi besar kita menjadi hamba yang bertaqwa? Semua itu akan dimitai pertanggungjawabannya kelak.

 

Dalam kehidupan, terkadang ada visi-visi dan narasi besar yang memang harus dicapai dengan kerjasama. Dimana jika hal itu kita lakukan sendiri, maka akan tidak feasible untuk dicapai. Oleh karena itulah, disini kita perlu berhimpun, kita perlu bersama, dan kita perlu bergerak beriringan untuk mencapai tujuan tersebut. Hal ini dikenal dengan konsep amal jama’i .

 

Seorang yang cerdas tanpa kuliah pernah berkata, jika kita bergerak bersama untuk mencapai suatu tujuan, minimal dua orang, maka salah satu dari kita harus menjadi pemimpin atas yang lain. Pemimpin yang menyatukan gerak para “pasukannya” untuk mencapai tujuan bersama secara Islami, bukan tujuan pribadi ataupun tujuan beberapa golongan.

 

Memilih seseorang untuk menjadi pemimpin bukanlah perkara mudah, karena ini akan menyangkut ketercapaian tujuan bersama suatu pergerakan. Tapi bukan karena itu saja yang menyebabkan hal ini tidak mudah, ada penyebab lain mengapa ini menjadi perkara sulit, yaitu langkah yang diambil dalam mencapai tujuan bersama tersebut, apakah sudah berusaha agar sesuai dengan tuntunan Islam, ataukah tidak. Dan sebenarnya, ini yang merupakan hal terpenting, yaitu process orientation. Masalah hasil dari suatu usaha, sebenarnya itu sudah menyangkut hak prerogatif Allah. Karena proses yang harus sesuai dengan nilai-nilai Islam inilah, setiap pemimpin juga hendaknya dipilih berdasarkan panduan Islam.

 

Pemimpin dipilih berdasarkan dua hal. Pertama, karena figur dan kepribadiannya. Kedua, karena ideologi yang ia gunakan, dalam hal ini bisa tercermin dari visi, misi, dan strategi yang ia gunakan.

 

 

Selasa, 10 Februari 2009

Sedikit Refleksi DAT

Motivasi Bergerak

 

Kalau ditanya tentang motivasi saya dalam bergerak, maka saya dapat membagi kedalam dua faktor. Yang pertama, faktor internal diri, dan yang kedua, faktor eksternal diri. Bagi saya, faktor internal diri memegang peranan penting dalam tahap inisiasi sebuah gerakan. Ibarat menjalankan sebuah mobil, tahap inisiasi ini pada saat menyalakan mobil, memasukkan gigi, dan mulai mengegas. Begitu juga dengan inisiasi pergerakan oleh faktor internal, menyalakan mobil maksudnya adalah memahami lebih dalam untuk apa saya bergerak, kenapa saya harus bergerak, dan apa dampaknya jika saya bergerak. Tujuan dari fase ini adalah menimbulkan sebuah need (kebutuhan). Kebutuhan akan sesuatu itu, sehingga saya bergerak untuk mencapai itu. Saya tidak memungkiri bahwa ideologi turut andil dalam semangat bergerak.

 

Memasukkan gigi bagi saya diibaratkan dengan follow up dari rasa need tersebut, yaitu seperti merancang path atau membangun infrastruktur untuk mencapai need (kebutuhan) tersebut. Langkah selanjutnya, mulai mengegas dianalogikan dengan mulai bergerak.

 

Selanjutnya, yang kedua, faktor eksternal diri, memegang peranan penting dalam penjagaan (guidance) gerak kita. Konsistensi turut dipengaruhi oleh faktor eksternal diri, seperti banyaknya teman, lingkungan, kondisi, dsb. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena memang kita hidup disekitar lingkungan dan kondisi yang dinamis. Maka dari itulah, untuk menjaga gerak kita dan kekonsistenan kita, haruslah kita membentuk ataupun masuk ke dalam komunitas yang mempunyai need yang sama dengan kita (Army Alghifari).

 

Akan tetapi yang perlu ditekankan adalah fungsi komunitas dan lingkungan disini haruslah tetap ditujukan sebagai guidance dan optimalisasi gerak. Permasalahan yang sering terjadi belakangan ini ialah malah turunnya potensi dan kemampuan diri dalam bergerak akibat masuk ke dalam komunitas atau lingkungan. Hal ini dapat disebabkan karena komunitas tersebut kemungkinan kondusif dan memang semua dalam komunitas tersebut bergerak. Oleh karena itulah banyak orang di suatu komunitas orang hebat, malah timbul rasa saling mengandalkan dan berakibat pada pengekangan ledakan potensi diri.

 

Solusi dari hal ini tiada lain adalah kontemplasi dan merenung sejenak tentang apa esensi bergerak tiap individu, dan mengapa harus berhimpun/berkomunitas. Tiada lain adalah percepatan pencapaian tujuan dengan komunitas sebagai katalis.

 

 

Sinergisasi gerak KM ITB

 

Sinergisasi gerak akan terjadi apabila adanya common enemy (Muhammad Iqbal).

 

Mungkin untuk saat ini, frasa common enemy tidaklah tepat, dan mungkin akan lebih tepat jika frasa tersebut diganti menjadi common needs. Butuh sebuah narasi besar yang digagas KM ITB untuk Indonesia kedepannya dan harus rajin-rajinlah mendengungkan narasi ini ke seluruh penjuru kampus gajah ini. Sebagai langkah teknisnya, saya mengusulkan langkah berikut:

1.       Kongres KM ITB digemukkan dari yang tadinya satu orang senator per himpunan, menjadi komite-komite dan fraksi-fraksi yang terdiri dari dua sampai empat wakil dari tiap himpunan/lembaga/rumpun.

2.       Maksimalisasi fungsi Kongres sebagai sistem control kinerja kabinet dan badan aspirasi mahasiswa.

3.       Adakan forum Indonesia rutin dengan memasukkan narasi besar tersebut dalam agenda untuk menaikkan suhu penciptaan common needs ini. Forum ini juga bisa diganti dengan forum silaturrahim rutin yang memang selama ini sering diadakan.

4.       Tanamkan lagi esensi dan tujuan pergerakan kemahasiswaan dan urgensi kenapa kita harus bersatu padu dan berirama dalam bergerak, benturkan dengan analisis kondisi sebagai bahan evaluasi dan pembuatan ekskalasi kedepannya.

5.       Perbaiki keturunan dengan menanamkan narasi besar Indonesia pada saat kaderisasi awal KM ITB.

 

 

Langkah Kedepan

 

Kontemplasi merupakan hal yang pertama dilakukan setelah otak dicekoki dengan segala hal tentang pergerakan kemahasiswaan, bertujuan untuk mengevaluasi gerakan selama ini, apakah sudah benar ataukah belum. Apa yang baik dilanjutkan, dan apa yang buruk mencoba ditinggalkan. Setelah kontemplasi, kembali menata idealisme, idealisme seorang mahasiswa. Dan sekuat-kuat idealisme adalah yang menjadikan agama sebagai pijakan gerak (Budi Faisal).

 

Langkah selanjutnya yang akan saya lakukan adalah re-orientasi gerakan kemahasiswaan mulai dari lembaga terdekat saya, yaitu Keluarga Mahasiswa Teknik Industri (MTI). Bahwa pada dasarnya lembaga kemahasiswaan baik tingkat pusat maupun wilayah diciptakan dengan tujuan melahirkan manusia-manusia yang berafiliasi terhadap bangsa Indonesia. Wujud afiliasi ini adalah dengan berkarya nyata sesuai bidang keprofesian masing-masing untuk rakyat Indonesia dengan berbasis pada intelektualitas, kemandirian, dan kebenaran ilmiah -Konsepsi KM ITB.

 

Tujuan selanjutnya adalah mengoptimalisasi peran kampus dalam membentuk lapisan masyarakat masa depan yang profesional, intelek, humanis, dan religius dengan menjadikan lembaga kemahasiswaan ini sebagai “sekolah” untuk mencetak insan akademis.

 

Konkritnya, re-orientasi yang saya lakukan adalah mencoba membelokkan fokus himpunan pada kegiatan yang bersifat pengabdian dan keprofesian, dan mengurangi kegiatan konsumsi internal seperti tenis meja, home tournament, makrab, dsb. Dan akan mencoba memperbesar porsi acara yang berbau keprofesian dan pengabdian seperti Desa Binaan, Desa Industri, dsb.

 

 

KM ITB

 

Organisasi kemahasiswaan terpusat yang didirikan atas dasar kebutuhan mahasiswa dalam rangka:

1.       Menjadi wadah pengembangan diri mahasiswa untuk membentuk lapisan masyarakat masa depan yang  profesional, intelek, humanis, dan religius. Untuk ini dibutuhkan pembukaan wahana yang seluas-luasnya bagi partisipasi-aktif anggota sehingga semua aktivitas kemahasiswaan merupakan proses pembelajaran dan pemberdayaan seluruh mahasiswa.

2.       Mewujudkan karya nyata mahasiswa dalam perjuangan menata kehidupan bangsa. Untuk ini maka akar aktivitas mahasiswa, yaitu intelektualitas, kemandirian, dan kebenaran ilmiah harus benar-benar dijaga dalam roda gerak organisasi kemahasiswaan,

3.       Menjadi wadah bagi upaya pemenuhan kebutuhan dasar mahasiswa yag meliputi pendidikan, kesejahteraan, dan aktualisasi diri.

 

Yang perlu ditekankan menurut saya adalah, aktualisasi diri disini bukan berarti tidak bertujuan, tetapi aktualisasi ini tetap pada hakikatnya dalam mencetak manusia yang berafiliasi terhadap bangsa Indonesia.