Sabtu, 27 Agustus 2011

Beginilah Kami, Pak!

Kami ingin agar prinsip yang terdapat dalam pasal dua ini tetap ditegaskan. Prinsip dari, oleh, dan untuk mahasiswa adalah prinsip yang paling sesuai dengan kami, manusia yang sudah dewasa.”

Kami ingin tetap independen, setidaknya dalam sikap kami terhadap suatu hal. Meskipun memang tidak kami pungkiri bahwa kami masih menerima dana kemahasiswaan dari institusi.”

Itulah beberapa kutipan aspirasi para presiden mahasiswa dari beberapa kampus saat diundang secara khusus oleh Kementerian Pendidikan Nasional (terutama Direktorat Pendidikan Tinggi) untuk membicarakan mengenai posisi dan peran organisasi mahasiswa di kampus. Dalam hal ini khususnya dibahas mengenai Kepmendikbud No. 155/U/1998 yang sampai saat ini masih menjadi peraturan yang sah mengenai organisasi kemahasiswaan di kampus. Untuk diketahui, Kemendiknas sekarang sedang menyusun draft peraturan baru pengganti Kepmen tersebut untuk mengadopsi UU Sisdiknas yang disahkan tahun 2003. Oleh karena itu, Kepmen ini dianggap sudah tidak relevan dengan kondisi sekarang.

Dalam tema tersebut juga dibahas mengenai fungsi organisasi kemahasiswaan yang tertera di pasal 5. Dalam pasal tersebut, fungsi organisasi kemahasiswaandikebirihanya sifatnya pengembangan akademik dan pengembangan diri saja. Hal yang menjadi sorotan adalah bahwa organisasi mahasiswa juga harus bisa menjadi wadah mahasiswa untuk melakukan usaha perbaikan bangsa, dan hal ini harus didukung oleh pemerintah melalui keputusannya nanti.

Hadir dalam diskusi tersebut Dirjen DIKTI yang juga mantan rektor ITB Djoko Santoso, direktur pendidikan Ilah Sailah dan wakilnya Widyo. Pada akhir sesi, menjelang buka puasa, Menteri Pendidikan Nasional Muhammad Nuh turut bergabung dalam forum. Forum ini dilakukan di Komplek Kementerian Pendidikan Nasional di bilangan senayan, pada tanggal 9 Agustus 2011 lalu. Dari mahasiswa, mayoritas yang hadir adalah presiden mahasiswa dan atau menteri coordinator bidang eksternalnya. Adapun BEM yang hadir di antaranya KM ITB, BEM Unpad, BEM IPB, BEM UI, BEM UNJ, BEM ITS, BEM UGM, BEM UNNES, BEM UPI, BEM Trisakti, BEM UB, dan lainnya.

Namun tema yang dibahas tidak hanya mengenai organisasi kemahasiswaan. Tema lainnya adalah mengenai urun gagas program BEM tingkat nasional. Sebagai pengantar, DIKTI mengatakan bahwa BEM harus mulai menggagas program tingkat nasional. Ada hal yang tidak enak dari perkataan petinggi DIKTI tersebut, yaitu “BEM jangan bersifat politis”. Tentunya hal ini menjadi sorotan mayoritas perwakilan BEM yang ada di sana, yang notabene aktivis. Lantas, semua aspirasi yang disampaikan adalah tentangan atas statement tersebut.

Bagaimana tidak, DIKTI seakan menawarkan program tingkat nasional yang sifatnya seakan mengalihkan perhatian mahasiswa dalam bidang politik dan pengawasan terhadap kinerja penyelenggara negara. Beberapa yang diusulkan adalah program pengembangan minat dan bakat, program pengabdian masyarakat dengan pembangunan suatu desa, ataupun pengembangan kewirausahaan. Menurut para mahasiswa, hal itu tidak harus dijadikan program tingkat nasional. Justru yang harus menjadi program tingkat nasional adalah bagaimana membangkitkan kesadaran politik mahasiswa.

Menjelang berbuka, diskusi diarahkan bebas. Mendiknas Muhammad Nuh ingin mendengarkan aspirasi mahasiswa secara keseluruhan, dan mencatatnya. Hal yang diangkat dalam diskusi bebas ini lebih berupa mahalnya biaya pendidikan tinggi, aksesibilitas, dan beasiswa yang ada. Banyak mahasiswa yang mengeluhkan mengenai problem penerimaan mahasiswa baru di kampusnya masing-masing, yang kebanyakan berhubungan dengan masalah keuangan dan kemampuan membayar biaya pendidikan tinggi.

Pertemuan ditutup dengan berbuka puasa bersama, dan beberapa perwakilan BEM berbicang secara informal sambil makan bersama Mendiknas. Hal yang menginspirasi dari hal initerlepas dari apakah ini politik pencitraan ataupun tidakkita melihat bahwa pemerintah dalam hal Mendiknas mempunyai itikad baik untuk bertemu langsung dengan rakyatnya, mendengar aspirasinya, dan mencatat langsung di catatan yang selalu ia bawa. Suatu hal yang jarang ditemui dari kepribadian pemimpin-pemimpin era sekarang.

Oleh Ramadhani Pratama GunaMenteri Koordinator Bidang Eksternal KM ITB

Selasa, 23 Agustus 2011

Mencoba Mengenal Delapan Calon Pimpinan KPK [2, habis]

Handoyo Sudrajat, Ak
Pria asal Magelang ini sekarang menjadi Deputi Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat KPK. Ia dilahirkan di Magelang, 22 April 1956. Sekarang ia berdomisili di Jakarta. Adapun pengalaman karirnya adalah sebagai berikut:
  • Anggota tim (ajun akuntan) DEPKEU kantor Akuntan Negara, DIY 1979 – 1981,
  • Ketua tim (akuntan), deputi bidang pengawasan khusus BPKP 1985 – 1991,
  • Kepala seksi pemeriksaan khusus BUMN II, deputi bidang pengawasan khusus BPKP 1991 – 1998,
  • Kepala bidang Pengawasan Penerimaan BPKP Provinsi DIY 1998 – 2000,
  • Kepala bidang Pengawasan BUMN III, BPKP Provinsi Sulsel 2000 – 2001,
  • Kepala bagian Tata Usaha Pusdiklatwas BPKP 2001 – 2003,
  • Kepala Subdit Investigasi Instansi Pemerintah Pusat 1 BPKP 2003 – 2005,
  • Direktur Pengaduan Masyarakat pada Deputi Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat KPK 2005 – 2008,
  • Deputi Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat KPK 2008 – sekarang.
Adapun riwayat pendidikannya ia dapatkan di Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN), Diploma IV.


Dr. Abraham Samad, S.H, M.H
Abraham Samad dilahirkan di Makassar pada 27 November 1966. Hingga sekarang pria ini berdomisili di Makassar. Data yang terekam, ia berprofesi menjadi Advokat sejak tahun 1996 hingga sekarang.

Adapun pendidikannya, ia dapatkan dari:
  • S1 Universitas Hasanuddin tahun 1993,
  • S2 Universitas Hasanuddin tahun 2005,
  • S3 Universitas Hasanuddin tahun 2010.

Zulkarnain, S.H, M.H
Pria ini dilahirkan di Lubuk Basung, 1 Desember 1951. Kini ia berdomisili di Jakarta. Adapun jejak karirnya:

  • Kasubsi Penyidikan pada Kejari Meulaboh Kejati Aceh (1980),
  • Kasubsi Penyidikan pada Kejari Sibolga Kejati Sumut (1983),
  • Jaksa fungsional pada Kejari Sibolga Kejati Sumut,
  • Kasubag Pembinaan (1987),
  • Kasi Tindak Pidana Khusus (1991),
  • Kepala Kejaksaan Negeri Pare-Pare Sulsel (1996),
  • Asisten Intelijen pada Kejati Papua (1999),
  • Kepala Kejaksaan Negeri Batam (2002),
  • Asisten Bidang Intelijen pada Kejati Jawa Tengah (2003),
  • Wakil kepala Kejaksaan Tinggi Aceh (2006),
  • Direktur penuntutan pada Kejaksaan Agung RI (2006),
  • Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Selatan (2007),
  • Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (2008),
  • Sekretaris JAM Intelijen di Kejaksaan Agung (2009),
  • Staf ahli Jaksa Agung RI (2010 – sekarang).
Sedangkan untuk pendidikannya, ia peroleh pada:
  • Sarjana Hukum S1, Universitas Sumatera Utara 1977,
  • Magister Hukum S2, IBLAM Jakarta 2004.

Adnan Pandu Praja, S.H, Sp.N, LLM
Pria ini dilahirkan di Jakarta, 14 Januari 1960, dan sekarang berdomisili di Depok. Adapun jejak karirnya:
  • Advokat Peradi, sejak 1992,
  • Advokat Warens & Partners Law Firm 1995 – 2005,
  • Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) 2006 – 2011.
Riwayat pendidikannya yaitu:
  • S1 Sarjana Hukum Universitas Indonesia tahun 1987,
  • S2 Universitas Indonesia 1996,
  • LLM, University of Technology Sydney 2004.

Profil Irjenpol (Purn). Drs. Aryanto Sutadi, M.H, M.Sc
Beliau dilahirkan di Gombong, 10 Oktober 1951, sekarang berdomisili di Bekasi. Adapun riwayat karirnya mayoritas di Kepolisian. Berikut rinciannya:
  • PNS di Badan Pertahanan Nasional RI 1970 – 2010 (Karir umum),
  • Staf pada Komando Resort Kepolisian Bangkalan Madura 1971 – 1973,
  • Staf pada Kepolisian Resort Temanggung 1978 – 1984,
  • Kabag. Ren – Min Ops. Dit. Reserse Polda Metro Jaya (1986),
  • Perwira penguhubung protokol (Sespri Kapolri) tahun 1991,
  • Kepala Satuan Reserse Ekonomi Polda Metro Jaya (1993),
  • Staf pribadi Kapolri (1996),
  • Kepala Kepolisian Wilayah Malang (1998),
  • Dir. Reserse Pidana Tertentu Polda Metro Jaya (2001),
  • Dir. Reserse Pidana Umum Polda Metro Jaya (2001),
  • Dir. I Kejahatan Keamanan dan Trans-Nasional (Bareskrim Polri) tahun 2002,
  • Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah (2004),
  • Dir. IV Kejahatan Narkoba dan Terorganisir (2005),
  • Staf ahli Kapolri (2007),
  • Staf ahli Kapolri bidang sosbud (2007),
  • Kepala Divisi Pembinaan Hukum Polri (2007),
  • Penasehat Ahli Kapolri bidang Hukum (2009),
  • Deputi Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa BPN RI (2010 – sekarang).
Adapun pendidikan yang ia dapatkan meliputi:
  • AKABRI bagian Kepolisian (1977),
  • Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian – PTIK (1986),
  • Sekolah Staf dan Pimpinan Polri (1993),
  • Sekolah Staf Komando Gabungan ABRI (1998),
  • Master Ilmu Sosiologi (2000),
  • Kursus reguler LEMHANAS (2000),
  • Master Hukum Universitas Jayabaya (2008).
----------------------
Demikian profil singkat delapan calon pimpinan KPK 2011 – 2015. KPK adalah lembaga yang secara struktural ada di bawah pemerintahan, sehingga kita sebagai salah satu elemen civil society hendaknya senantiasa menjadi barisan paling depan dalam mengawal pengelolaan negara ini. Kita tidak bisa mengharapkan elemen masyarakat lain, yaitu pihak privat untuk mengawal.

Pada November 2011, empat pimpinan KPK akan diumumkan oleh Komisi III DPR RI dan disahkan oleh Presiden RI. Proses seleksi dari delapan menjadi empat namawalaupun saat ini namanya diberikan ke Presidenakan dilakukan oleh Komisi III DPR RI. Itu artinya, proses seleksi secara profesional yang dilakukan PANSEL hanya akan berakhir pada delapan besar. Adapun pengerucutan menjadi empat besar dilakukan dengan pendekatan politik. Dimana kita sama-sama mengetahui bahwa DPR mayoritas diisi oleh koalisi empat partai besar (Demokrat, Golkar, PKS, dan PAN). Oleh karena itu, celah kepentingan untuk memenangkan calon-calon yang berafiliasi kepada salah satu atau lebih dari partai-partai tersebut sangatlah terbuka lebar. Semoga mahasiswa bisa mengawal seleksi ini agar terpilih pimpinan KPK yang benar-benar bersih, berintegritas, berani, dan tegas dalam memberantas korupsi.

Salam cinta untuk perdamaian dan perjuangan!
Hidup mahasiswa!
Hidup rakyat Indonesia!

Senin, 22 Agustus 2011

Mencoba Mengenal Delapan Calon Pimpinan KPK [1]

Mencoba Mengenal Delapan Calon Pimpinan KPK [1]

Hangatnya isu korupsi yang hampir tiap tahun atau bahkan tiap bulan melanda negeri ini sekarang memasuki babak baru. Tertangkapnya Nazaruddin, serta berbagai rumor mengenai usaha pemberian tekanan kepadanya, serta dukungan-dukungan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk bertindak tidak pandang bulu sangatlah sering kita lihat di media-media massa. Hal ini bukan tanpa alasan. KPK sebagai salah satu amanat reformasi bukan berarti lancar-lancar saja dalam menangkap dan mengusut para koruptor. Berbagai usaha untuk melemahkan KPK atau minimal menjadikan KPK tidak lagi independen (di bawah tekanan politik) sering terjadi.

Terpaan demi terpaan kerap kali terjadi. Kita dapat belajar dari kasus kriminalisasi pimpinan KPK Chandra M. Hamzah dan Bibit Samad Rianto beberapa tahun lalu. Juga kasus yang menimpa Antasari Azhar yang dikenaltegasdalam memberantas korupsi. Kesemua kasus tersebut memberikan pelajaran bagi kita akan pentingnya civil society dalam mengawal proses pemilihan pimpinan KPK yang sekarang sedang berlangsung. Tim Panitia Seleksi (PANSEL) dari Kementerian Hukum dan HAM sudah melakukan seleksi dan memberikan delapan nama kepada Presiden, untuk selanjutnya Presiden yang akan memberikan ke DPR untuk diseleksi menjadi empat pimpinan KPK.

KM ITB melalui Kementerian Hubungan Luar dan Kementerian Pergerakan Mahasiswa (Sosial Politik) telah mendatangi PANSEL dan mendapat beberapa hal penting terkait pencalonan. Beberapa dokumen seperti timeline proses pemilihan pimpinan KPK, latar belakang pekerjaan sepuluh calon pimpinan, serta nomor kontaknya sudah dipegang. Harapannya, pada awal bulan Oktober kita bisa mendatangkan delapan calon tersebut untuk melakukan Hearing Calon Pimpinan KPK di Kampus ITB. Mohon dukungannya untuk seluruh massa kampus.
Sekarang, delapan calon pimpinan KPK sudah diberikan kepada Presiden. Nama-nama tersebut oleh PANSEL diberikan rangking dari 1 – 8. Media massapun sudah melansir urutannya. Berikut nama-nama calon pimpinan KPK:
  • Dr. Bambang Widjojanto,
  • Dr. Yunus Husein, S.H, LLM,
  • Abdullah Hehamahua, S.H, M.M,
  • Handoyo Sudrajat, Ak,
  • Dr. Abraham Samad, S.H, M.H,
  • Zulkarnain, S.H, M.H,
  • Adnan Pandu Praja, S.H, Sp.N, LLM,
  • Irjenpol (Purn). Drs. Aryanto Sutadi, M.H, M.Sc.
Pepatah mengatakan tak kenal maka tak sayang. Untuk itu, mari kita simak profil 8 calon pimpinan KPK 2011 – 2015 ini, dan semoga mereka siap untuk datang ke kampus ITB pada awal Oktober ini.


Dr. Bambang Widjojanto
Pria ini sudah berusia 51 tahun. Beliau di lahirkan di Jakarta pada tanggal 18 Oktober 1959. Kini ia berdomisili di Depok. Pria ini tergolong mempunyai banyak sekali pengalaman karir dibanding calon lainnya. Beberapa yang terekap oleh Panitia Seleksi yaitu:
  • Direktur LBH Jayapura 1986 – 1993,
  • Direktur Operasional YLBHI 1993 – 1995,
  • Ketua Dewan Pengurus YLBHI 1995 – 2000,
  • Ketua Dewan Kode Etik Indonesian Corruption Watch 1999 – 2009,
  • Advisor bidang pemilu di Partnership for Governance Reform 2002 – 2004,
  • Advisor dan konsultan anti korupsi di Partnership for Governance Reform 2005 – 2006,
  • Anggota Komnas Kebijakan Governance 2005 – sekarang,
  • Konsultan riset MUC untuk kepentingan KPK tahun 2006 – 2007,
  • Tenaga ahli Kejaksaan Agung RI bidang pembaruan kejaksaan 2006 – 2009,
  • Dosen luar biasa Fakultas Hukum Universitas Trisakti 2006 – 2009,
  • Anggota Komisi Hukum Kementerian BUMN tahun 2008,
  • Anggota Majelis Dewan Kehormatan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban tahun 2010,
  • Dosen tetap Universitas Trisakti tahun 2010,
  • Anggota Komisi Hukum BAPPENAS untuk penerapan dan harmonisasi UNCAC 2008 – 2010.
Adapun organisasi yang beliau geluti yaitu:
  • Pendiri Forum Kerjasama LSM Irian Jaya (1990),
  • Pendiri Konsorsium Pembaruan Agraria (1996),
  • Salah satu pendiri LeIP (1999),
  • Pendiri Voice of Human Rights (1999),
  • Pendiri Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (1999),
  • Pendiri Komisi Untuk Orang Hilang (1999),
  • Pendiri ICW (1999),
  • Forum Baku Bae (2001),
  • Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Advokad Indonesia 2003 – 2007.
Terakhir, yaitu pengalaman pendidikan:
  • S1 Hukum Universitas Jayabaya Jakarta, lulus tahun 1985,
  • S2 Magister Hukum Universitas Padjadjaran lulus tahun 2006,
  • S3 Doktor Hukum Pidana Universitas Padjadjaran lulus tahun 2009.

Dr. Yunus Husein, S.H, LLM
Dilahirkan di Mataram pada 29 Desember 1956, pria ini sekarang berdomisili di Jakarta. Adapun pengalaman kariernya:
  • Pejabat karier di Bank Indonesia (1982),
  • Anggota Satgas Pemberantasan Korupsi,
  • Anggota Komite Nasional Kebijakan Governance,
  • Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan.
Pendidikan yang dilaluinya:
  • S1 Hukum Perdata Internasional Universitas Indonesia,
  • S2 Master of Laws in International Legal Studies,
  • S3 Ilmu Hukum Universitas Indonesia tahun 2003.

Abdullah Hehamahua, S.H, M.M
Nama Abdullah Hehamahua bukan nama yang asing di media nasional, apalagi di internal KPK sendiri. Hal ini dikarenakan pada kasus Nazaruddin sekarang beliau menjadi salah satu anggota Komisi Etik. Laki-laki ini dilahirkan di Ambon, 18 Agustus 1948 dan sekarang berdomisili di Depok. Pengalaman karirnya antara lain:
  • Guru SMA Kristen Makassar 1970 – 1974,
  • Wartawan dan redaktur surat kabar Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) 1971 – 1974,
  • Wartawan dan penyiar radio Arif Rachman Hakim (ARH) 1975 – 1976,
  • Editor majalah Cipta Kementerian Pekerjaan Umum 1976 – 1979,
  • Staf ahli LIPPM (Lembaga Islam Untuk Penelitian dan Pengembangan Masyarakat) 1982 – 1984,
  • Guru Institut Sains Zahari 1992 – 1993,
  • Editor merangkap manajer pemasaran Penerbitan Pustaka Dini Selangor Malaysia 1993 – 1995,
  • Penyelia program motivasi Institut Muhammadiyah Singapura 1995 – 1999,
  • Dosen terbang Akademi Dakwah Muhammadiyah Singapura 2000 – 2001,
  • Wakil ketua Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara 2001 – 2004,
  • Penasehat KPK 2005 – sekarang.
Adapun pengalaman organisasinya:
  • Wakil ketua HMI Makassar 1972 – 1974,
  • Sekretaris IPMI Pusat 1975 – 1976,
  • Ketua Umum PB HMI 1979 – 1981,
  • Ketua Pemuda Majelis Ulama Indonesia 1979 – 1981,
  • Wakil ketua Dewan Dakwah Islamiah Indonesia 1982 – 1984,
  • Presidium Majelis Nasional KAHMI 2000 – 2004.
Beliau memperoleh pendidikan S1 Hukum Universitas Krisnadipayana tahun 2008, sedangkan S2-nya tidak terdokumentasikan dengan jelas oleh PANSEL.

Minggu, 21 Agustus 2011

Audiensi KM ITB Terkait RUU PT

Pendahuluan
Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pendidikan Tinggi memasuki babak baru yang lebih progressif. Sejak tanggal 16 Agustus 2011, Panitia Kerja (Panja) RUU PT dari Komisi X DPR RI akan mulai memasuki pembahasan pasal per pasal, setelah sebelumnya pembahasan dilakukan dengan menyamakan persepsi di antara para anggota fraksi, pemerintah, dan stakeholder lainnya terkait dengan pendidikan.

KM ITB sebagai wadah mahasiswa ITB untuk berkontribusi dalam upaya perbaikan bangsa sejak awal isu ini bergulir selalu berusaha untuk mengawal pembahasan ini agar tercipta legislasi yang berkeadilan dan menyejahterakan bagi masyarakat. Bagaimana tidak, sejak awal RUU ini bergulir, hawa neoliberalisme sangat kencang terasa, dan sebagaimana kita ketahui bahwa sifat Neoliberalisme adalah mengentaskan kemiskinan dengan cara menyingkirkannya, bukan mengangkatnya menuju taraf hidup yang lebih baik.

Untuk itu, gerakan politik yang dilakukan dalam RUU PT hingga saat ini sifatnya adalah penuntutan dan penyaluran aspirasi. Pada bulan Juni dan Juli 2011 KM ITB yang diwakilkan oleh Kementerian Koordinator Bidang Eksternal melakukan dua kali audiensi, yaitu kepada Kelompok Komisi (Poksi) X Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) dan Fraksi Partai Golkar (FPG). Berikut laporannya.

Hasil Audiensi RUU PT ke Poksi X FPKS
Perlu diketahui bahwa yang menghadiri audiensi ini tidak hanya KM ITB, namun juga Keluarga Mahasiswa (KEMA) UNPAD, BEM UNJ, dan Aliansi BEM Seluruh Indonesia. Audiensi ini dilakukan pada 26 Juni 2011 di Gedung DPR RI. Sedangkan dari FPKS dihadiri oleh M. Raihan Iskandar, Lc (Anggota DPR RI Komisi X), dan sekitar 10 orang staff ahli komisi X FPKS.

Pola audiensi RUU PT dengan FPKS kali ini yaitu FPKS lebih mendengarkan dan mencatat serta diskusi diarahkan lebih kepada pasal-pasal yang diperbaiki. Perlu diketahui bahwa RUU PT yang dibahas adalah dua versi. Versi pertama adalah RUU PT hasil Sidang Pleno DPR 7 April 2011. Sedangkan versi kedua adalah RUU PT usulan pemerintah (dalam hal ini adalah Presiden dan Mendiknas).

Adapun pasal-pasal yang dibahas pada RUU PT versi pertama (RUU PT Sidang Pleno DPR, 7 April 2011) adalah BAB VII Pendanaan Pasal 83, terkait dengan hak PTN memperoleh sumbangan pendidikan dari mahasiswa, kemudian penghapusan bantuan dana yang tidak mengikat untuk bantuan pendidikan, karena sifatnya sudah tercakup dari sumbangan pendidikan, serta memperjelas definisi dari biaya operasional perguruan tinggi.

Sementara untuk RUU PT versi pemerintah, pasal-pasal yang dibahas sangatlah banyak, dikarenakan banyak yang dinilai bermasalah dari pasal-pasal yang diusulkan pemerintah. Adapun pasal-pasal yang dibahas adalah BAB I Ketentuan Umum (terkait dengan fungsi dan wewenang komite audit, wewenang majelis pemangku untuk pengawasan non akademik, maksud dari kebebasan mimbar akademik, tujuan PT); BAB II Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi (terkait dengan hak mahasiswa, kurikulum, pendanaan pendidikan tinggi, anggaran pemerintah); BAB III Pengelolaan Perguruan Tinggi (terkait dengan PTN berbadan hukum, unsur-unsur dalam majelis pemangku, wewenang majelis pemangku, komite audit, PTN mandiri); BAB VII Pendanaan Perguruan Tinggi (terkait dengan peran pemerintah, masyarakat, dan PTN dalam pendanaan, kuota mahasiswa kurang mampu, beban yang ditanggung mahasiswa).
 
Hasil Audiensi RUU PT ke Poksi X FPG
Sama seperti dengan FPKS, audiensi RUU PT dengan Poksi X FPG juga dihadiri BEM-BEM lain yang menjadi undangan. Selain KM ITB, hadir juga BEM KEMA UNPAD, BEM UI, BEM UNJ, BEM IPB, dan BEM UPI. Dari FPG hadir Ir. Rully Chairul Azwar, M.Si sebagai anggota Poksi X FPG sekaligus Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU PT, ketua Fraksi Partai Golkar, dan beberapa anggota DPR dari Partai Golkar lainnya, serta lima orang staff ahli.

Alur audiensi dimulai dari pengantar dari Ir. Rully Chairul Azwar, M.Si terkait dengan sikap Partai Golkar dan Panitia Kerja secara keseluruhan terkait dengan RUU PT dan Latar Belakang mengapa DPR membahas RUU PT. Menurut beliau, ada tiga latar belakang mengapa DPR memulai pembahasan RUU PT:
  • Keterjangkauan biaya pendidikan tinggi oleh setiap kalangan
  • Daya tampung Universitas
  • Relevansi lulusan dan kebutuhan dunia industri
Sedangkan, sikap dari Panitia Kerja secara keseluruhan terkait dengan RUU PT ini ada dua hal. Pertama, rakyat miskin tidak boleh kehilangan haknya untuk memperoleh pendidikan tinggi bermutu, dan yang kedua adalah PT bermutu tidak harus murah, namun harus terjangkau.
Setelah memaparkan mengenai sikap dasar fraksi, audiensi dilanjutkan dengan diskusi yang dimulai dari aspirasi-aspirasi setiap kampus terkait RUU PT. Beberapa pembahasan yang sering dituntut dalam audiensi adalah terkait dengan pendanaan dan tanggung jawab pemerintah, kurikulum dan karakter bangsa terutama yang berkaitan dengan kurikulum asing, terkait dengan kuota mahasiswa miskin dan beban yang ditanggung mahasiswa, statuta perguruan tinggi, dan lainnya.

Khusus untuk pendanaan dan tanggung jawab pemerintah dalam pendanaan pendidikan tinggi, mayoritas kampus mengeluhkan terkait dengan tidak diaturnya peran pemerintah dalam menanggung beban perguruan tinggi. Pak Rully menanggapi hal ini dengan berkelit bahwa DPR sangat kesulitan untuk mengontrol “political will” pemerintah dalam hal besaran dana untuk Kementerian Pendidikan Nasional. Hal ini dikarenakan dana 20% APBN yang diamanatkan UUD 1945 tersebut tidak semuanya dialokasikan untuk Kementerian Pendidikan Nasional. Hal ini sangat ironis mengingat DPR seharusnya berwenang penuh dalam mengesahkan alokasi anggaran hingga ke tataran fungsi.

Langkah Kedepan
Hal yang juga patut kita ketahui adalah langkah kedepan yang akan ditempuh KM ITB dalam gerakan menyikapi RUU PT kedepannya. Dalam Roadmap Gerakan Politik KM ITB, kita mengasumsikan RUU PT akan disahkan pada bulan Oktober 2011. Hal ini juga senada dengan statement dari Ketua Panja RUU PT. Namun, beliau juga tidak menafikkan jika ternyata terjadi pengunduran pengesahan hingga bulan Desember 2011 jika ternyata pembahasan belum selesai.

Pertengahan Bulan September nanti merupakan momen yang besar bagi pengawalan RUU PT karena KM ITB berencana akan membuat audiensi RUU PT bersama dengan Panitia Kerja (PANJA) secara keseluruhan. Namun dalam menyambut momen tersebut, KM ITB akan mengambil pendekatan berupa audiensi parsial ke fraksi-fraksi. Setelah FPKS dan FPG, tanggal 6 September nanti kita akan ke FPDIP untuk kembali menyuarakan tuntutan kita. Setelah ke FPDIP, nantinya KM ITB akan ke FPAN. Sehingga ketika bertemu dengan PANJA keseluruhan, kita bisa menuntut hasil dan follow up yang mereka lakukan setelah bertemu dengan KM ITB dan mahasiswa lainnya.