Kamis, 19 Juli 2012

Menerka Arah Dukungan PKS

Menyongsong hasil perhitungan resmi Pilkada DKI Jakarta oleh KPUD Jakarta, banyak pihak kemudian bertanya mengenai kemana arah dukungan PKS di putaran ke-dua nanti. Dengan asumsi hasil quickcount tidak berbeda jauh dengan perhitungan resmi KPUD, posisi PKS jelas akan menjadi kunci pertarungan Foke – Nara dan Jokowi – Ahok. Pasalnya, suara PKS yang diraih Hidayat – Didik sebesar sekitar 11% kali ini adalah suara yang benar-benar mencerminkan kekuatan sebenarnya dari PKS di Jakarta. Angka ini merupakan suara dari kader loyal PKS dan basis sosial yang terdiri dari kalangan agamis dan intelektual/akademisi. Sebagai pembanding, tahun 2009 lalu ketika pemilu legislatif DPRD DKI Jakarta, PKS berhasil meraup suara 17%, posisi ke-dua di bawah partai Demokrat. Sehingga, secara hitung-hitungan kuantitatif, suara yang akan disumbangkan PKS untuk pihak yang didukungnya akan berkisar di angka 11% - 17%.

Pertanyaannya sekarang adalah bola liar ini akan menggelinding kemana? Opsi yang terbuka bagi PKS dalam pertarungan selanjutnya di putaran kedua ada tiga: tidak berpihak, mendukung Foke – Nara, atau mendukung Jokowi – Ahok. Tentunya, bukan hanya publik dan pasangan calon saja yang dirundung kegelisahan akan sikap politik PKS ini, namun juga para elit-elit yang menentukan kebijakan sikap partai tersebut. Hal ini terlihat dari bias dan mengambangnya pernyataan beberapa elit PKS mengenai arah dukungannya.

Sabtu, 14 Juli 2012

Mengapa PKS Anjlok di Pilgub DKI?

Banyak orang terkejut atas “kemenangan” Jokowi – Ahok pada Pemilihan Gubernur DKI Jakarta. Hasil quickcount menunjukkan bahwa pasangan ini unggul jauh di atas peringkat dua (Foke – Nara) dan Hidayat – Didik. Lebih mengejutkan lagi adalah peroleh suara Hidayat – Didik yang “anjlok” dan bahkan kemungkinan besar tidak akan mengikuti putaran ke-dua. Padahal, jika kita sama-sama mengingat pada Pilgub DKI 2007 lalu, PKS dengan percaya diri yang tinggi mengusung Adang Daradjatun – Dani Anwar sendiri. Adapun hanya beberapa ormas saja yang mendukung. Kondisi ini sangat berbeda jauh ketimbang koalisi Foke – Prijanto yang didukung oleh sekitar 20 partai politik. Hasilnya, meskipun kalah, namun PKS dengan hanya sendiri berhasil meraup hingga 42% suara. Mengejutkan!

Namun, kondisi sangat berubah di Pilgub DKI 2012 kali ini. Suara PKS yang mengusung Hidayat – Didik “anjlok”. Hal ini tentunya di luar ekspektasi para kader PKS. Pasalnya, ekspektasi ini nampak dari kepercayaan diri PKS untuk tetap maju seorang diri mengulang kejayaan 2007. Tidak hanya itu, tokoh yang dimajukan PKS kali ini juga merupakan orang yang populer, sama populernya dengan ketika Adang Daradjatun diusung pada 2007 yang lalu. Ada beberapa hipotesis yang harus kita jadikan evaluasi dan diskursus untuk menyikapi fenomena “anjlok”-nya suara PKS kali ini.

Jumat, 13 Juli 2012

Jokowi dan Politik Media

Jika saja Pemilihan Gubernur DKI Jakarta tepat dilakukan pada tahun 2009, boleh jadi hasil quick count menunjukkan bahwa pasangan Hidayat Nur Wahid dan Didik J. Rachbini menduduki peringkat dua teratas. Namun, siapa sangka ternyata pasangan Joko Widodo dan Basuki T. Purnama menduduki peringkat teratas mengungguli Hidayat – Didik. Ada hal yang menarik untuk kita telaah dan mungkin bisa dijadikan pelajaran untuk pemilihan umum kedepannya.

Hal yang menarik untuk kita telaah bersama adalah sebuah pertanyaan yang harus dijawab. Pertanyaan tersebut adalah tentang mengapa warga Jakarta begitu percaya dengan Jokowi – Ahok? Padahal kita semua mengetahui bahwasanya dua orang tersebut merupakan tokoh “impor”. Kedua tokoh ini tidak pernah sedikitpun menonjolkan prestasinya dalam kepemimpinan kecuali di daerah mereka masing-masing. Jokowi memang berhasil “menunjukkan” beberapa prestasinya dalam membangun Kota Surakarta. Begitu juga Ahok, yang berhasil “menunjukkan” prestasinya dalam menjadi Bupati Belitung Timur. Prestasi-prestasi inilah yang “diimpor” oleh media dari Surakarta dan Belitung Timur ke Jakarta.

Rabu, 11 Juli 2012

Viva La Vida! (2/2)


I used to rule the world
Seas would rise when I gave the word
Now in the morning I sleep alone
Sweep the streets I used to own

Pada paragraf pertama ini, hal yang dibahas adalah kondisi perubahan yang begitu drastis dari penguasa. Coldplay menggunakan kata ganti “aku” dalam menggambarkan penguasa tersebut. Baris pertama dan kedua menggambarkan bahwa “aku” dahulu berkuasa atas dunia. Kekuasaan yang hebat ini juga tergambar ketika “aku” bertitah, lautpun bisa meluap. Namun, kondisi berubah sedemikian drastisnya. Dahulu berbeda dengan sekarang. Sekarang, “aku” tidur sendiri di pagi hari, tanpa siapapun (karena biasanya penguasa dikawal dimanapun dia berada). Tidak hanya itu, “aku” sekarang juga menjadi tukang sapu jalanan, yang semula jalanan itu adalah milik-“ku”. Inilah penggambaran jelas dari pergantian kekuasaan. Penguasa yang tadinya berkuasa, kini lemah tak berdaya, bahkan hampir mendekati hina.

Viva La Vida! (1/2)


Banyak orang di dunia mengenal Coldplay. Tidak terkecuali orang Indonesia sendiri. Ya, Coldplay adalah nama sebuah band asal UK yang memainkan lagu-lagu ber-genre pop-rock. Saya tidak akan membahas mengenai band ini lebih jauh. Namun, yang akan saya bahas dalam tulisan ini adalah sebuah lagu yang cukup terkenal di dunia dan sempat menghiasi belantika musik internasional kira-kira empat tahun yang lalu (2008). Judul lagu ini adalah Viva La Vida.

Viva La Vida berasal dari bahasa Spanyol, yang dalam bahasa Inggris berarti Long Live Life. Dalam Bahasa Indonesia artinya kurang lebih adalah hidup yang sangat panjang. Mungkin lebih dekat kepada arti “abadi”. Sepintas, lagu ini menceritakan mengenai pergantian kekuasaan. Kekuasaan dari old king ke long live the king.

Kamis, 31 Mei 2012

Beberapa Petuah Tukang Demo


 “Sekarang jaman udah berubah! Mahasiswa turun ke jalan itu udah kuno! Ga intelek! Ga elegan! Sekarang jamannya menghasilkan karya, menghasilkan inovasi, pergi ke desa, bikin comdev”.

Setidaknya itulah beberapa celetukan sejumlah teman-teman mahasiswa, setidaknya sejumlah mahasiswa yang saya temukan di ITB. Sejumlah mahasiswa tersebut jarang memang mengatakan hal-hal tersebut di forum-forum umum. Mereka lebih sering terlihat di “forum dunia maya” seperti Facebook dan Twitter. Lucunya, mayoritas dari orang-orang tersebut jarang saya lihat membicarakan langsung keluhan-keluhannya pada aktivis-aktivis gerakan politik mahasiswa. Mereka cenderung berdiskusi dengan sesama “anti” gerakan politik. Alhasil, pemikiran mereka “terkunci” pada anggapan-anggapan yang ada pada mereka dan semakin keras kepala terhadap pendapat mereka.

Selasa, 29 Mei 2012

Gerakan Reformasi Dinilai Gagal



SULANJANA (GM) - Puluhan mahasiswa dari Gerakan Mahasiswa Pembebasan Jabar menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung Sate, Jln. Diponegoro Bandung, Selasa (22/5). Aksi dilakukan dalam memperingati 14 tahun gerakan reformasi dan Hari Kebangkitan Nasional.

Mereka menilai gerakan reformasi yang digaungkan 14 tahun silam ternyata gagal dilaksanakan. Sebab sejak reformasi diserukan pada tahun 1998 hingga sekarang belum terlihat perubahan yang signifikan. Permasalahan negara terus bertambah dalam setiap tahunnya dan banyak yang tidak terselesaikan.


Pendidikan Mengarah Pada Komersialisasi



Sumber http://www.pikiran-rakyat.com/node/189418


BANDUNG, (PRLM).- Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) yang baru saja diperingati pada 20 Mei harus menjadi momentum untuk memperbaiki kondisi bangsa termasuk pendidikan tanah air. Pasalnya pendidikan saat ini semakin mengarah pada komersialisasi dan liberalisasi.


Hal tersebut terungkap dalam Diskusi Reformasi Pendidikan dan Gerakan Moral yang digelar di Cafe S28, Jln.Sulanjana Bandung, Selasa (22/5). Diskusi ini digelar dalam rangka peringatan Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei.


Minggu, 13 Mei 2012

Ambil Alih Blok Siak!



Kisruh mengenai BBM sekarang perlahan tapi pasti mulai kembali menyita konsentrasi kita. Hal ini terjadi karena pemerintah semakin mantap untuk membatasi penggunaan BBM bersubsidi (jenis premium) karena khawatir kuota subsidi jebol. Ketika jebol, pilihannya dua: hidup tanpa BBM bersubsidi, atau meningkatkan volume impor BBM. Pilihan pertama adalah pilihan yang perih dan pastinya melanggar konstitusi karena pilihan masyarakat “terkunci” pada BBM harga pasar. Pilihan kedua, masyarakat tetap nyaman, namun pemerintah akan “sesak nafas” karena anggaran akan membengkak.

Dua klausul itu sama-sama mempunyai tingkat bahaya yang tinggi. Namun, ada hal yang lebih bahaya lagi, yaitu jika fokus pemerintah dan masyarakat terkunci (atau dikunci?) pada isu pembatasan saja. Padahal, tahun 2013 adalah masa habisnya kontrak pengelolaan blok Siak di Riau, yang selama ini dikelola oleh sebuah perusahaan swasta asing.

Rabu, 02 Mei 2012

Sekelumit Bayang-bayang Mayday


Sekelumit Bayang-bayang Mayday



Tentunya sebagian dari kita mengetahui bahwa setiap tahunnya buruh dan tenaga kerja merayakan Hari Buruh Internasional (Mayday). Hari besar bagi buruh dan tenaga kerja ini dirayakan tanggal 1 Mei setiap tahunnya. Besarnya perayaan hari tersebut selalu ditandai dengan besarnya massa buruh dan tenaga kerja dari berbagai serikat dan organisasi massa yang berdemonstrasi di titik-titik penyampaian aspirasi.

Mau tidak mau, kita harus mengakui bahwa elemen buruh adalah salah satu elemen masyarakat yang paling aktif melakukan demonstrasi. Setidaknya pada tahun 2012 ini sudah terjadi tiga kali demonstrasi besar yang dilakukan buruh. Demonstrasi pertama adalah demonstrasi buruh se-kabupaten Bekasi pada 19 Januari 2012 yang memblokir jalan tol Jakarta-Cikampek. Demonstrasi selanjutnya dilakukan pada 27 Januari 2012 dengan massa dan titik yang jauh lebih banyak, tidak terkecuali jalan tol Jakarta-Cikampek. Sedangkan demonstrasi besar ketiga adalah ketika rapat paripurna DPR membahas kenaikan harga BBM pada tanggal 30 Maret 2012 dan letupan-letupan menjelang hari itu.

Kamis, 19 April 2012

Kultwit #mafiamigas via @ramadhanipg


Assalamu'alaikum wr wb.. selamat malam tweeps, udah pada sholat maghrib kan? kita kultwit bentar yukk.. soalnya bentar lagi saya pergi :)

kultwit ini mengenai #mafiamigas.. saya mendapat beberapa informasi yg memacu kekritisan kita.. ini dari pak Hatta Taliwang :)

Kita mulai ya membahas #mafiamigas.. bismillah..
Percaya atau tidak #mafiamigas itu ada?
Kemarin (18/4) Prof Dr Din Syamsuddin dan Dr Rizal Ramli bersama sama tokoh lain hadir di MK dalam rangka.. #mafiamigas

dalam rangka pengajuan Judicial Review UU No 22 Thn 2001 tentang MIGAS (UU Migas) oleh PP Muhammadiyah.. #mafiamigas

Ada suasana "lain" yang saya tangkap. Media sepi dan tak biasanya tokoh tersebut tidak "diserbu nyamuk wartawan".. #mafiamigas

Minggu, 01 April 2012

Mempertanyakan Ulang Kenaikan Harga BBM


Mempertanyakan Ulang Kenaikan Harga BBM
*Dimuat pada Harian Tribun Jabar Rabu 28 Maret 2012

Rencana pemerintah untuk menaikkan harga BBM semakin bulat. Pada sisi lainnya, rencana ini semakin mendapat tentangan dari berbagai kalangan masyarakat. Para buruh, mahasiswa, dan organisasi masyarakat lainnya saling menguatkan untuk membangun opini terkait penolakan ini. Begitu juga dengan pemerintah yang selalu membangunan opini seakan-akan kenaikan harga BBM ini merupakan solusi terbaik yang harus dilakukan. Pada akhirnya media-mediapun terdistraksi pada dua kutub: menolak kenaikan harga BBM 1 April 2012 ini atau mendukung kenaikan BBM 1 April 2012 ini.

Saya hanya ingin membahas beberapa hal terkait dengan kenaikan BBM ini. Hal pertama mengenai alasan pemerintah untuk menaikkan harga BBM dan bantahan yang bisa diberikan. Hal kedua mengenai antisipasi dampak kenaikan harga BBM.

Senin, 12 Maret 2012

Kultwit Kenaikan Harga #BBM, Oleh @ramadhanipg


Assalamu'alaykum wr wb.. sahabat-sahabat semua, untuk kesekian kalinya, mari kita bahas mengenai rencana pemerintah menaikkan #BBM

Tapi berhubung d bandung udah azan Isya, yuk yg cowo kita ke masjid dulu.. yg cewe lgsg shalat ya.. abis itu kita diskusi #BBM dengan ceria

Kawan-kawan semua, yuk kita bahas mengenai kenaikan #BBM@KM_ITB

Kita mulai melihat dari latar belakang pemerintah dalam menaikkan harga #BBM ini ya, sehingga kita dapat menilai layak atau tidak@KM_ITB

pertama, kondisi lifting dan produksi minyak mentah kita.. konsumsi rata2: 1300 million barrel crude oil per day (MBCD).. #BBM @KM_ITB

sedangkan rata2 lifting minyak kita: 950 MBCD.. dari 950 itu, sekitar 395 MBCD diekspor ke luar negeri #BBM @KM_ITB

"Lho, kenapa kok kita ekspor, padahal kebutuhan dalam negeri saja tidak mencukupi?" #BBM @KM_ITB

Rabu, 15 Februari 2012

Kebijakan (Absurd) Subsidi BBM


Kebijakan (Absurd) Subsidi BBM

Saya akan mengawali tulisan ini dengan kalimat menarik dalam sebuah buku berjudul The Future of Capitalism karya Lester Carl Thurow. Beliau adalah seorang profesor dalam ilmu ekonomi dan manajemen di Massachusetts Institute of Technology (MIT). Dalam buku tersebut beliau mengutip kata-kata Adam Smith yang kurang lebih berarti seperti ini: “seseorang dapat dipercaya untuk meraih kepentingan pribadinya (self interest) tanpa merugikan masyarakat bukan hanya karena batasan-batasan hukum, tetapi juga karena adanya pengendalian diri (self restraint) yang berasal dari moral, agama, kebiasaan, dan pendidikan”. Kata-kata Adam Smith inilah yang sedikit banyak mengubah pandangan ekonomi dunia dari yang tadinya amat liberal (semua diserahkan pada invisible hand) tanpa intervensi sedikitpun, menjadi pandangan ekonomi yang tetap mempunyai “kendali” (restraint).

Sabtu, 04 Februari 2012

Menyoal Pembatasan Subsidi BBM

Menyoal Pembatasan Subsidi BBM
M
enyaksikan “drama” dan pencitraan yang dilakukan beberapa pejabat negeri ini terkait dengan pembatasan subsidi BBM, saya jadi semakin gerah untuk memberikan opini mengenai rencana kebijakan ini. Hal yang akan saya soroti terutama mengenai tidak logisnya alasan penyebab dan alasan yang memperkuat agar kebijakan ini bisa diterapkan dengan sikap legowo rakyat. Beberapa poin dalam opini ini juga terinspirasi dari opini pengamat ekonomi dan energi. Namun, saya kembangkan lebih lanjut menurut apa yang selama ini saya pelajari terkait ekonomi-energi.

Saya pikir sudah jelas bahwa landasan landasan pengelolaan sumber daya alam (termasuk minyak) di Indonesia berlandaskan pada UUD 1945 terutama Pasal 33 (3). Pada batang tubuh inilah terkandung hak elemen yang ada di dalamnya. Hak yang pertama adalah hak negara untuk menguasai minyak bumi yang ada di bumi Indonesia. Institusi yang mewakili negara dalam konteks ini adalah pemerintah sebagai pihak eksekutif. Hak yang kedua adalah hak rakyat untuk makmur dalam arti semakmur-makmurnya dengan mempergunakan kekayaan alam tersebut. Sedangkan kalimat sambung “dan dipergunakan” dalam pasal ini mengandung makna bahwa hak negara berada di bawah hak rakyat. Hak rakyatlah yang dituju dari diberikannya hak penguasaan atas negara.

Kamis, 19 Januari 2012

Antara Nigeria dan Indonesia

S
ekitar 10.000 demonstran memenuhi pusat kota Lagos, ibu kota Nigeria. Mereka berunjuk rasa menolak kebijakan kontroversial pemerintah Nigeria yang mencabut secara total subsidi bahan bakar minyak (BBM). Demonstrasi ini terjadi lantaran sekitar 160 juta rakyat Nigeria berpenghasilan kurang dari 2 dollar AS per hari (indikator miskin menengah versi Bank Dunia) merasa semakin kesulitan menghadapi biaya bahan pokok dan trasportasi yang melambung tinggi. Alasan Presiden Nigeria Goodluck Jonathan mencabut subsidi BBM lantaran penghematan pengeluaran negara sebesar 1 triliun naira atau sekitar Rp 54,9 triliun, dan juga bisa mendorong investasi sektor pengilangan minyak di Nigeria (Kompas, 10/01/2012).

Senin, 16 Januari 2012

Mencari Pengemudi Auto Driven Industri Kecil Indonesia

Menjelang pergantian tahun, banyak media ataupun lembaga kajian mengadakan diskusi terkait perekonomian negara ini. Pembahasan dimulai dengan melihat kemajuan yang terjadi selama setahun ke belakang, dan berusaha ‘meramal’ kondisi perekonomian di tahun berikutnya. Saat itu saya tergelitik dengan istilah yang dipergunakan pengamat ekonomi yang menjadi narasumber saat itu. Beliau menggunakan istilah auto driven economy pada kondisi perekonomian kita. Lebih detail, beliau mengambil contoh pada pelaku usaha kecil menengah yang berusaha terus mengembangkan usahanya dengan perjuangan sendiri, tanpa adanya bantuan dari pemerintah.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak 2007 terus menerus berkisar di angka 6 persen, kecuali di 2009 yang sempat anjlok di angka 4,6 persen. Pertumbuhan di 2011 mencapai 6,7 persen. Sektor yang paling berpengaruh pada pembentukan PDB Indonesia sejak tahun 1991 adalah industri pengolahan, sekitar 20 persen, dan di tahun 2010 sebesar 24,2 persen. Sedangkan peringkat kedua ada pada sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan sebesar 15,3 persen, dan di peringkat ketiga sektor perdagangan, hotel, dan restoran yang memberikan kontribusi 13,7 persen.

Dengan kontribusi sektor industri yang sangat besar terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia, kita sah-sah saja mengambil justifikasi bahwa auto driven atau tidaknya perekonomian Indonesia, ditentukan sangat besar oleh auto driven atau tidaknya perindustrian Indonesia. Pasalnya, peringkat kedua dan ketiga dalam penyumbang PDB besarnya hampir separuh kontribusi sektor industri. Karena itulah, fokus pembahasan kita adalah pada sektor industri.

Namun, kontribusi yang besar dari sektor industri ternyata didominasi oleh industri besar. Data dari Kementerian Perindustrian menunjukkan bahwa industri besar mendominasi PDB industri sekitar 70 persen, jauh di atas kontribusi industri kecil yang hanya 15 persen. Padahal, industri kecil jumlahnya lebih dari 95 persen jumlah industri di Indonesia, dengan jumlah tenaga kerja 60 persen dari total tenaga kerja sektor industri. Jelas hal ini merupakan gejala yang perlu kita analisis lebih dalam. Pasalnya, hal ini menunjukkan bahwa kinerja industri kecil Indonesia tidak optimal jika dibandingkan dengan kinerja industri besar. Padahal, nasib sekitar tujuh juta pekerja ditentukan oleh keadaan industri kecil ini.

Kehilangan Pengemudi

Jika kita coba menerka, kemungkinan hal yang dimaksud dengan auto driven itu adalah kemampuan industri kecil kita untuk tetap bertahan di tengah derasnya persaingan dengan produk-produk murah impor dari negara yang industrinya sudah maju. Industri kecil kita terus mengembangkan dirinya untuk tetap menjadi motor perekonomian bagi rakyat yang tidak mempunyai modal besar dan tujuh juta orang yang menggantungkan penghasilannya. Hal ini akibat tidak dirasakannya peran pemerintah untuk memajukan industri kecil ini.

Pada 2010, BPS melansir bahwa industri kecil yang mengalami kesulitan dalam bertahan dan mengembangkan diri sangatlah banyak. Jumlahnya mencapai 2.133.133 unit industri. Sedangkan yang tidak mengalami kesulitan hanya 599.591 unit industri (hanya 21 persen dari keseluruhan). Jenis kesulitan yang paling banyak dirasakan oleh industri kecil adalah kesulitan modal. Sebanyak 806.758 unit industri kecil mengalami kesulitan ini. Kesulitan berikutnya yang dirasakan oleh sekitar 495.123 unit industri kecil adalah kesulitan pemasaran. Sebanyak 483.468 unit industri kecil mengalami kesulitan bahan baku. Sisanya mengalami kesulitan yang bervariasi, mulai dari keterampilan, transportasi, BBM/energi, upah buruh, dan lainnya.

Kesulitan modal, pemasaran, dan bahan baku menjadi kendala utama dalam pengembangan industri kecil. Hal ini mau tidak mau membuat kita bertanya kepada peran pemerintah. Program pemerintah yang ada ternyata tidak efektif untuk mengembangkan industri kecil ini. Hal ini dilihat dari besarnya anggaran yang telah dikeluarkan namun dengan hasil yang tidak sebanding. Program-program untuk mengembangkan industri kecil sangatlah banyak. Kita mengenal Program Pemberdayaan Industri Kecil dan Menengah (IKM) sekitar Rp 56,98 milyar per tahun. Program selanjutnya adalah program bantuan dana langsung, sekitar Rp 241 juta per tahun. Program lainnya adalah Program Pembantuan dan Pembinaan IKM senilai Rp 45 milyar per tahun. Ada pula Program Pengembangan IKM Unggulan Daerah yang besarnya tidak kurang dari Rp 60 milyar per tahun. Juga ada Program Peningkatan Kerjasama Lintas Sektor IKM yang menelan dana Rp 71,8 milyar per tahun. Total keseluruhan untuk program-program ini adalah Rp 234 milyar per tahun. Itu baru program yang khusus untuk IKM, belum lagi program yang ditujukan untuk industri secara keseluruhan, baik untuk meningkatkan teknologi ataupun sumber daya manusia industri. Secara umum, Kementerian Perindustrian menerima alokasi anggaran lebih dari Rp 2 triliun per tahunnya. Dengan anggaran seperti itu, lebih dari 80% industri kecil kita mengalami masalah dalam mengembangkan usahanya. Pertanyaannya adalah, apakah dana tersebut terlalu kecil? Ataukah penyerapannya yang tidak optimal?

Nyatanya, dengan segala keterbatasan bantuan yang ada, industri kecil di negara ini berhasil meraih pendapatan sekitar Rp 187 triliun per tahun. Lebih dari 57 persen dari industri kecil ini berpendapatan lebih dari Rp 1 miliar per tahun. Selama ini, sekitar 2.172.510 unit industri kecil (79,5 persen) menggunakan modal sendiri untuk mengembangkan dan menjalankan usahanya. Hal ini merupakan kebanggaan besar sekaligus keprihatinan yang besar. Kebanggaan bahwa  masyarakat kita adalah masyarakat yang cukup tangguh dan berjuang dengan keras. Dengan bantuan yang minim dari pemerintah, industri kecil dapat menyerap tujuh juta tenaga kerja dan menghasilkan pendatapan lebih dari 15 persen PDB industri. Keprihatinan karena pemerintah gagal menjadi pihak yang diandalkan oleh rakyatnya ketika meminta bantuan, bahkan penghasilan industri kecil jauh lebih besar daripada besaran anggaran yang diterimanya. Dimanakah dampak program-program itu? Siapakah pengemudi yang diandalkan dari industri kecil kita? Pada bagian ini, jelas kita telah mendapat kesimpulan mengenai terjadinya auto driven small industry.

Terlalu Kecil

Pemerintah biar bagaimanapun berkewajiban untuk memajukan kesejahteraan umum, yaitu kesejahteraan yang setiap orang berhak menikmatinya, termasuk para pelaku industri kecil kita dan tujuh juta orang yang bekerja di sana.

Pada 2010 saja, menurut BPS sebanyak 2.524.399 usaha atau sekitar 92,38 persen industri kecil mengaku tidak mendapatkan bantuan usaha dalam melaksanakan usahanya. Dari jumlah tersebut, 56,69 persen berasalan tidak mengetahui ada bantuan tersebut. Sedangkan yang tidak mengetahui prosedur sebesar 14,72 persen. Sisanya 21,90 persen malah tidak berminat untuk meminta bantuan kepada pemeritah. Lebih parahnya, untuk pembimbingan usaha, sebanyak 2.513.984 unit usaha tidak tersentuh program ini. Hanya sekitar 218.740 unit usaha yang mendapat bimbingan. Dari jumlah itupun, hanya 83.196 unit usaha yang pembimbingannya dari pemerintah. Hal ini menggambarkan betapa terabaikannya mereka di mata pemerintah. Bahkan sampai ada yang tidak berminat meminta bantuan kepada pemerintah, bisa jadi karena sudah berjalan dengan lancar, namun bisa jadi juga karena menganggap pemerintah sudah tidak bisa lagi diandalkan untuk meminta bantuan. Anggaran yang dialokasikanpun terlalu kecil, sehingga industri kecil semakin berjuang sendiri untuk bertahan.

Pemerintah harusnya sadar bahwa dengan anggaran yang selama ini dialokasikan kepada industri kecil sangatlah kurang. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya permasalahan yang dihadapi industri kecil, padahal realisasi anggaran sudah sangat tinggi, mencapai lebih dari 95 persen. Lewat permasalahan ini, kita sama-sama belajar bahwa keberpihakan terhadap industri kecil yang menyerap tenaga kerja sangat besar harus dimulai dari poltik anggarannya. Jangan ragu-ragu untuk menggelontorkan anggaran bantuan yang besar agar industri kita bisa tumbuh dengan optimal. Selanjutnya, pemerintah lewat pegawai negeri yang tersebar sampai ke pelosok harus dapat menjangkau keberadaan industri kecil ini dan memantaunya dengan berkala. Semoga pemerintah tidak malas dalam mengurusi rakyatnya, dan dapat kembali menjadi pengemudi pembangunan industri kecil di Indonesia.

Penulis adalah mahasiswa Teknik Industri ITB, sekaligus Menteri Koordinator Bidang Eksternal Keluarga Mahasiswa (KM) ITB