Sabtu, 19 Juni 2010

Menilik Kembali Makna Mahasiswa

Menilik Kembali Makna Mahasiswa

Pendahuluan

Sejak dahulu pembicaraan tentang mahasiswa selalu menarik perhatian diri mereka sendiri, bahkan mungkin lebih dari itu. Mahasiswa biasanya berbicara atau bahkan dikaitkan dengan kosakata-kosakata seperti bangsa, masyarakat, kebijakan publik, turun ke jalan, pengabdian masyarakat, wirausaha, gerakan, kritis, idealisme, massif, intelektual, akademisi, aktivis, politik, struktural, kultural, nilai, moral, dan beragam kata lainnya yang masih sangat banyak.

Dari banyaknya kata-kata yang dikaitkan dengan mahasiswa tersebut, kita dapat berkesimpulan dua hal, pertama tentang luasnya makna seorang mahasiswa, dan kedua berarti bahwa belum adanya atau masih buramnya benang merah dari makna mahasiswa yang sebenarnya. Banyak istilah-istilah yang sering kita temukan untuk mahasiswa seperti agent of change, guardian of value, dan iron stock1, yang sejatinya itu hanya istilah-istilah yang walaupun sangat mudah diartikan secara bahasa, namun kita tidak tahu dari mana kata itu berasal. Dari mana analisis terhadap sebuah kondisi umum sehingga keluarlah kata-kata tersebut.

Selama ini, wacana yang berkembang tentang identitas mahasiswa adalah selalu berkutat pada slogan “PFP”, atau lebih dikenal dengan Peran, Fungsi, dan Posisi mahasiswa. Secara logika, alur ini terlihat sangat tidak sistematis dan terkesan bias. Tidak sistematis karena jika kita cari keterhubungan antara peran dan fungsi dengan posisi, ini merupakan alur balik yang tidak akan berhubungan. Kemudian, ketika membahas peran dan fungsi, maka bisa timbul bias dalam pembahasan. Pasalnya, tidak dapat ditemukan perbedaan yang tegas antara makna peran dan fungsi. Peran adalah perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan dalam masyarakat2. Sementara fungsi adalah kegunaan suatu hal3. Jika kita dalami, keduanya hampir sama, berkaitan dengan tingkah laku sebuah entitas dan dihubungkan atau dibenturkan dengan entitas lain di luarnya.

Sementara, Tim Materi Metode, mulai dari PRO KM 2009 yang lalu juga sudah sepakat bahwa hal ini (jargon PFP), diganti dengan jargon Posisi, Potensi, dan Peran mahasiswa. Jargon ini lebih rasional alur berpikirnya, sehingga dapat menuntun kita untuk menyimpulkan peran dengan lebih baik. Terlebih dahulu kita definisikan Posisi kita sebagai mahasiswa terletak di mana, jika dilihat dari entitas lainnya seperti masyarakat, pemerintah, dan sebagainya. Lalu, dari posisi tersebut kita simpulkan lagi mahasiswa mempunyai potensi apa. Misalkan, karena mahasiswa bukan berada di posisi pemerintah, maka mahasiswa tidak punya potensi untuk mengatur kebijakan publik. Potensi dalam hal ini merujuk kepada kekuatan atau kemampuan suatu entitas4. Kemudian, dengan potensi yang dimiliki mahasiswa, mahasiswa bisa berperan seperti apa. Hal ini tentunya rasional, kita tidak akan bisa melakukan sesuatu hal jika kita tidak mempunyai kemampuan atau kekuatan dalam melakukan hal tersebut.

Posisi Mahasiswa

Sekarang dapat dilontarkan sebuah pertanyaan, lalu di mana posisi mahasiswa dalam tatanan masyarakat? Ada berbagai referensi yang menjabarkan klasifikasi masyarakat, salah satunya adalah model yang dikembangkan oleh Adalbert Evers dan Jean-Louis Laville, dalam bukunya The Third Sector In Europe yang menyatakan bahwa masyarakat terbagi ke dalam tiga kelompok:

1.

State Society, atau bisa disebut masyarakat politik, dalam hal ini adalah masyarakat yang berkaitan langsung dengan kepengurusan publik, atau kepengurusan kebijakan-kebijakan publik. Secara umum masyarakat politik ini adalah pemerintah, baik pemerintah pusat, pemerintah propinsi, kabupaten, dan sebagainya. Termasuk juga anggota DPR RI, DPRD, DPD, MPR, dan lembaga-lembaga negara seperti BUMN, dan sebagainya.

2.

Market Society, atau bisa disebut juga masyarakat ekonomi, yang berarti masyarakat yang bekerja di berbagai sektor privat atau para pengusaha, dan entitas lain yang tidak berkaitan dengan sektor publik.

3.

Communities, dalam hal ini yang dimaksud adalah masyarakat sipil dan institusi-institusi yang berhubungan dengannya.

Masyarakat sipil sendiri mempunyai lima ciri. Pertama, masyarakat sipil memusatkan perhatiannya pada tujuan-tujuan publik bukannya tujuan privat. Kedua, masyarakat sipil dalam beberapa hal berhubungan dengan Negara tetapi tidak berusaha merebut kekuasaan atas Negara atau mendapat posisi dalam negara; ia tidak berusaha mengendalikan politik secara menyeluruh. Ketiga, masyarakat sipil mencakup keberagaman. Artinya, organisasi yang sektarian dan memonopoli ruang fungsional atau politik dalam masyarakat bertentangan dengan semangat pluralistik. Keempat, masyarakat sipil tidak berusaha menampilkan seluruh kepentingan pribadi atau komunitas. Namun, kelompok-kelompok yang berbeda akan menampilkan atau mencakup kepentingan berbeda pula. Kelima, masyarakat sipil haruslah dibedakan dari fenomena Civic community yang lebih jelas meningkatkan demokrasi5.

Masyarakat sipil mencakup beragam organisasi, formal dan informal, meliputi: ekonomi, kultural, informasi dan pendidikan, kepentingan, pembangunan, berorientasi isu, dan kewarganegaraan6. Seringkali organisasi yang menjadi bagian dari masyarakat sipil adalah kalangan NGOs (Non Government Organizations/Lembaga Swadaya Masyarakat-LSM) dan lembaga-lembaga kemasyarakatan yang berbasis komunitas dan professional yang didalamnya ada kelompok keagamaan yang kritis independen, kaum bisnis maupun media. Jika kita mengacu pada pengertian ini, tampaknya civil society juga bisa merupakan kelas menengah. Kelas menengah di dalamnya terdapat mahasiswa, aktivis LSM, dan kelompok-kelompok pro demokrasi7.

Seorang individu bisa tergolongkan ke dalam lebih dari satu kelompok8. Misalkan seorang ayah yang bekerja di bank milik swasta, tetapi ia adalah anggota sebuah LSM, maka bisa juga digolongkan masyarakat ekonomi dan sipil sekaligus.

Dari penjabaran mengenai posisi ini, bisa kita simpulkan bahwa sebenarnya mahasiswa berada di posisi masyarakat sipil. Namun perlu dilakukan spesifikasi lebih dalam lagi mengenai posisi ini, terutama hal apa yang membedakan mahasiswa dengan masyarakat sipil biasa. Letak perbedaannya adalah lebih kepada kekhususan mahasiswa sendiri yang sedang melalui proses pendidikan, sehingga mahasiswa bisa disebut sebagai masyarakat sipil terpelajar9.

Potensi Mahasiswa

Karena mahasiswa berada pada posisi masyarakat sipil terpelajar, selanjutnya kita lihat potensi apa yang dimiliki mahasiswa terkait dengan posisinya. Berikut beberapa potensi mahasiswa sebagai masyarakat sipil terpelajar:

1.

Kritis, hal ini wajar karena sifat dari masyarakat sipil yang cenderung peduli terhadap realitas sosial yang ada di sekitarnya10, terutama pengelolaan negara, sekalipun masyarakat sipil berbeda dengan masyarakat politik11.

2.

Idealis, semua hal dilihat dan ingin dibentuk dalam tataran ideal. Baik dalam kehidupan mahasiswa itu sendiri, keorganisasian, berbagai sistem dan kebijakan dalam masyarakat maupun dalam kehidupan negara. Mahasiswa biasanya menjadi orang yang paling resah dengan ketidakberesan, benci dengan ketidakadilan, menginginkan tegaknya aturan dan norma kebaikan. Dengan begitu tepatlah manakala mahasiswa disebut sebagai social control, mengkritisi setiap ketidakberesan berjalannya sistem di masyarakat maupun negara12.

3.

Semangat / Enerjik, hal ini nampaknya sudah sangat jelas, karena mayoritas mahasiswa adalah pemuda, dan sedari dulu pemuda memang kaum yang progressif dan enerjik, dengan semangat yang tinggi untuk mencapai apa yang diinginkannya.

4.

Independen, salah satu sifat masyarakat sipil adalah tidak selalu berusaha menampilkan kepentingan pribadi atau kepentingan kelompok13. Juga karena tidak termasuk masyarakat ekonomi, mahasiswa secara umum tidak terbebani oleh tanggung jawab financial, misalnya peraturan perusahaan yang mengikat, dan sebagainya. Juga karena tidak termasuk masyarakat politik, mahasiswa juga tidak ditunggangi oleh kepentingan-kepentingan politik pragmatis.

5.

Mempunyai Keahlian (Basis Keilmuan), ini merupakan kekuatan yang utama dimiliki oleh mahasiswa, yaitu mempunyai keahlian yang dapat ia gunakan ketika nantinya tidak lagi sebagai mahasiswa.

6.

Kemudahan Jaringan dan Afiliasi, ini dikarenakan masyarakat sipil kerap kali memiliki common enemy, dan sering menguasai ruang-ruang publik14.

7.

Multidisiplin Ilmu dan Keberagaman Wawasan, hal ini didukung oleh beragamnya masyarakat sipil, yang bisa menimbulkan beragam kepentingan, sekaligus berdampak pada luasnya wawasan dan ilmu yang dapat diaplikasikan ketika tidak lagi sebagai mahasiswa.

Peran Mahasiswa

Sekarang kita berbicara peran, peran yang bisa dilakukan mahasiswa dengan segenap potensi yang mereka miliki. Tentunya kita masih mengingat kata-kata nasihat yang sangat bagus dalam film Spiderman, “seiring kekuatan besar dituntut tanggungjawab yang lebih besar”. Maka, menjadi suatu kemestian jika memang kekuatan itu harus digunakan, jika tidak, maka kita termasuk orang-orang yang tidak bersyukur.

Lebih lanjut, kita dapat menyimpulkan beberapa peran mahasiswa yang dapat diambil, yaitu:

1.

Potensi kritis, idealis, dan independen mendorong mahasiswa berperan sebagai kontrol sosial (social control) di masyarakat15. Ketika ada perubahan sosial di masyarakat, dan ini menurut idealisme mahasiswa akan semakin membawa dampak buruk, maka saat itu pula mahasiswa biasanya melakukan tindakan. Entah dengan kajian, diskusi, membuat tulisan, aksi turun ke jalan, dan memanfaatkan ruang-ruang publik yang ada.

2.

Potensi enerjik, mempunyai keahlian, multidisiplin ilmu, dan kemudahan jaringan dapat mendorong mahasiswa untuk mempersiapkan diri untuk menjadi aktor-aktor peradaban di masa depan, ketika sudah periodenya suatu generasi tergantikan dengan generasi lainnya. Peran ini, sebenarnya mirip dengan istilah yang sudah berkembang saat ini, yaitu iron stock16. Persiapan diri mahasiswa ini harus bersifat holistik. Seorang mahasiswa paripurna haruslah mempersiapkan diri dengan memiliki integritas moral, kredibilitas sosial, dan profesionalitas keilmuan17.

3.

Potensi idealis, enerjik, dan kemudahan jaringan melengkapi peran mahasiswa sebagai kontrol sosial, bahkan lebih dari itu, yaitu sebagai unsur-unsur peubah dan motor-motor perubahan. Kita sama-sama mengetahui dari sejarah bahwa beberapa pergolakan besar bangsa ini dimotori oleh pemuda. Untuk itulah, peran sebagai kontrol sosial tidak bisa dikatakan berintegritas sebelum menjadi motor perubahan. Tentunya, perubahan ini adalah perubahan menuju arah yang lebih baik.

4.

Potensi idealis dan mempunyai keahlian juga turut menggiring paradigma masyarakat di sekitar tempat mahasiswa tinggal bahwa ada seorang yang “spesial” di masyarakat, terlebih lagi misalnya mahasiswa tersebut adalah mahasiswa perguruan tinggi yang bonafit. Hal ini mendorong mahasiswa untuk berperan sebagai salah satu panutan masyarakat, terutama kaum mudanya.

______

1Rita Junia Sari. Peran Fungsi dan Posisi Mahasiswa.

2Kamus Besar Bahasa Indonesia. Lihat “Peran”.

3Kamus Besar Bahasa Indonesia. Lihat “Fungsi”.

4Kamus Besar Bahasa Indonesia. Lihat “Potensi”.

5Larry Diamond. Developing Democracy Toward Consolidation. 2003.

6Ibid

7Muhammad A. S. Hikam. Politik Kewarganegaraan. 1999 (Jakarta: Millenium Baru).

8A. Evers dan J.L. Laville. The Third Sector In Europe. 2004.

9Henry Etzkowitz. The Triple Helix: University – Industry – Government, Innovation In Action. 2008 (New York: Routledge).

10C. Wright Mills. The Power Elite. 1956 (New York: Oxford University Press).

11Neera Chandoke. What the Hell is Civil Society? http://www.opendemocracy.net

12Cahya H.W. Peran Mahasiswa Dalam Pembangunan Daerah. 2009.

13 Larry Diamond. Developing Democracy Toward Consolidation. 2003.

14 Muhammad A.S. Hikam. Demokrasi dan Civil Society. 1996 (Jakarta: LP3ES).

15Cahya H.W. Peran Mahasiswa Dalam Pembangunan Daerah. 2009.

16, 17Ibid.

Kamis, 10 Juni 2010

Pengalihan Isu dan Pragmatisme Masyarakat

Pengalihan Isu dan Pragmatisme Masyarakat

Kemajuan perkembangan teknologi informasi mau tidak mau membawa dampak yang sangat signifikan terhadap arus opini yang berkembang di masyarakat. Perkembangan ini turut memacu dua hal penting dalam masyarakat. Pertama, tentang ledakan informasi di masyarakat, di mana informasi sekarang sangat mudah diperoleh dan dengan media yang sangat banyak. Cukup dengan mencari kata kunci pada sebuah website search engine seperti Google, kita sudah dapat menemukan banyak hal. Mulai dari yang sifatnya opini pribadi, maupun hasil kajian ilmiah resmi.

Kedua, perkembangan ini membawa dampak juga pada cepatnya perubahan arus informasi dan opini yang berkembang di masyarakat. Aliran opini sudah tidak terbendung lagi, dan kita bisa perhatikan cukup mudahnya masyarakat dibimbing untuk meninggalkan sebuah opini dan beralih ke opini lainnya. Ada entitas yang paling berpengaruh dalam hal ini, yaitu media massa.

Peran media massa sangat berpengaruh dalam pembentukan isu dan opini pada masyarakat. Belakangan ini kita melihat bagaimana banyak sekali peralihan isu yang berkembang di masyarakat. Seperti isu Palestina dan relawan dan isu calon pimpinan KPK dan Century yang mulai terimbangi dengan isu skandal video porno yang dilakukan oleh oknum yang mirip dengan tiga selebriti terkenal di Indonesia.

Jelas sekali bahwa isu yang terangkat sekarang menunjukkan kondisi masyarakat yang tidak mulai tidak peduli dengan isu sosial politik, yang notabene berkaitan dengan hajat hidup orang banyak. Ketertarikan yang timbul sekarang adalah berkaitan dengan hal-hal yang menyangkut ketenaran entertainer. Tidak peduli apakah isu ini berkaitan dengan hajat hidup orang banyak ataukah hanya sebatas masalah pribadi yang dibesar-besarkan menjadi konsumsi publik dan isu sosial.

Ketidak selektifan kita terkait isu yang sedang berkembang tidak semuanya akan membawa dampak baik bagi kehidupan sosial kita. Hal-hal yang tadinya tabu dan berkaitan dengan pribadi, dengan bertransformasinya masalah ini menjadi isu sosial tentunya akan membawa opini bahwa hal tersebut sudahbiasadan tidak tabu lagi. Meskipun tidak serta merta membawa kita ke dalam opini baik-buruk (opini moral).

Anis Matta, Wakil Ketua DPR RI pernah berkata bahwa kita jangan menghabiskan energi kita untuk masalah-masalah kecil. Karena bangsa yang besar dimulai dari fokus pikirannya, dalam hal ini jika kita lihat ke dalam konteks Indonesia adalah, fokus yang sedang dipikirkan oleh rakyat Indonesia adalah bisa dilihat dari isu yang sedang berkembang. Dan ini adalah masalah-masalah yang sebenarnya masalah kecil. Ketika Iran berencana untuk mengirimkan bala bantuan ke Palestina dengan mengawalnya lengkap oleh angkatan lautnya, ketika Turki dan Brazil menjadi negara yang menolak resolusi DK PBB yang terbaru terhadap program nuklir Iran, maka Indonesia saat ini sedang disibukkan dengan isu video pornografi yang dibesar-besarkan hingga diumbar ke ruang-ruang publik.

Pada akhirnya, walaupun media massa mempunyai peranan penting di dalam hal ini, namun tetap saja semua kembali kepada karakter masyarakat Indonesia. Media massa biasanya hanya memulai dengan isu-isu kecil, namun ketika ternyata hal ini mendapat tanggapan baik oleh masyarakat, jadilah hal tersebut terus menjadi berita yang bernilai komersial tinggi. Banyak media massa yang bertujuan komersil, dan hal ini sudah sewajarnya, mana yang berkomersial tinggi, itulah yang akan dipilih.

Kenyataan ini mengajarkan pada kita bahwa kita harus cermat dalam memilah-milah mana yang harus menjadi fokus perhatian kita bangsa Indonesia. Bahwa seharusnya hal yang lebih penting dan mendesaklah yang harus kita prioritaskan. Semua kembali ke pribadi kita masing-masing.

Ramadhani Pratama Guna

Mahasiswa Teknik Industri ITB Angkatan 2007

dhani_aja_lah@yahoo.com

http://iniblogdhani.blogspot.com

Sabtu, 05 Juni 2010

Usaha, Hasil, dan Takdir

Usaha, Hasil, dan Takdir

Maha Suci Allah Yang di tangan-Nyalah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu, Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (QS. Al-Mulk, 67: 1 – 2).

Salah satu frasa yang membuat saya sangat suka dengan awalan surat ini, yaitusupaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya”. Bahwa ternyata ada keterkaitan antara usaha, hasil, dan takdir, serta mengapa Allah menguji kita siapa yang lebih baik amalnya. Dalam hal ini, mari kita buka seluas-luasnya kerangka pikir kita bahwa frasa amal tidak hanya berkaitan dengan ritual agama, seperti sedekah, puasa, dan lainnya, namun lebih luas dari itu, amal adalah tindakan, kerja, dan perbuatan. Ahsanu amala berarti yang terbaik perbuatannya, kerjanya.

Dalam sebuah kasus, seorang suami sedang menemani istrinya yang sakit keras di sebuah rumah sakit. Sudah dua tahun lamanya sakit itu diderita sang istri, sehingga mengharuskan istri tersebut bolak-balik masuk rumah sakit baik untuk sekedar check up rutin maupun rawat inap jika kondisi memang sedang memburuk. Suaminya adalah suami yang sangat setia, dengan penuh kesabaran dan kerja keras sang suami tetap menemani istri selama sakit, baik dikala senang ataupun susah. Tidak sedikit pula uang yang dikeluarkan keluarga tersebut untuk pengobatan istrinya. Kali ini kondisi istri yang disayanginya itu memang sedang melemah.

Dengan penuh kesabaran dan doa, setiap harinya suami tersebut selalu di samping istrinya, usaha yang ada sebagai pemasukan utama keluarga saat ini dititipkan pengelolaannya oleh adik kandung suami tersebut. Tiap hari, dalam sholatnya, tahajudnya, tilawahnya, yang terbayang adalah senyum indah istrinya saat sudah sembuh. Ia sangat mengharapkan istrinya bisa cepat sembuh.

Namun, Allah berkehendak lain, kondisi istri semakin memburuk dan keesokan harinya, Allah memanggil belahan jiwanya untuk kembali kepada-Nya. Lunglailah suami yang perhatian dan sabar tersebut, ia seperti benar-benar kehilangan penyemangat hidupnya, tiada lagi tempat ia berbagi, tiada lagi orang yang selalu mendampinginya kemanapun ia pergi.

Maha Suci Allah, yang telah mendesain semuanya yang terjadi di dunia ini, sungguh, alam semesta ini berada di dalam genggaman-Nya. Tiada kejadian yang terlewati di dunia itu kecuali sudah tercatat tetap di Lauhul Mahfuz. Tiada sehelai daun yang jatuh kecuali itu memang sudah merupakan takdir Allah. Selama ini mungkin kita mengetahui bahwa takdir yang sudah tetap (fixed) adalah takdir mengenai kematian, jodoh, dan rizki. Namun ternyata, tidak hanya itu, pada dasarnya semua takdir sudah rapih tersimpan dalam catatan-Nya, dan sifatnya sudah tetap, sekalipun sehelai daun yang jatuh.

Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. Barang siapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala dunia itu, dan barang siapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula) kepadanya pahala akhirat itu. Dan kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur. (QS. Ali-‘Imran, 3: 145).

Adanya ketetapan Allah ini bukanlah membuat kita pesimis dan bahkan tidak berbuat karena berpikir bahwa segala sesuatu sudah diatur. Namun justru di situlah titik unik dari sebuah takdir, yaitu walaupun sudah ditetapkan, namun kita tidak pernah tahu apa takdir itu sebelumnya, dan takdir biasanya muncul setelah usaha. Suami tersebut tidak pernah tahu sebelumnya apakah istrinya akan sehat atau tidak. Inilah tanda tanya itu, Allah hendak mendidik kita. Bahwa takdir itu adalah area kekuasaan Allah, dan tidak ada intervensi dari manusia manapun.

Sementara, area kekuasaan manusia adalah usaha. Seperti yang dilakukan suami tersebut, usaha yang tidak bisa dianggap kecil lagi, telah berkorban waktu, tenaga, harta, demi istri yang disayangi. Allah memberikan ruang gerak yang bebas bagi manusia untuk mengatur area kekuasaannya itu sendiri, sampai sejauh mana usaha atau kerja yang dilakukannya.

Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. At-Taubah, 9: 35).

Namun, takdir bisa diubah oleh Allah, karena Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Takdir bisa diubah dengan doa, di sinilah Allah juga mendidik kita untuk selalu optimis dan berbaik sangka pada Allah.

Yang dapat menolak takdir ialah doa dan yang dapat memperpanjang umur yakni kebajikan (amal shalih). (HR. Ath-Thahawi, HR. Al-Tirmidzi dari Salman ra).

Namun terkadang, meskipun kita telah berusaha dan berdoa, nyatanya hasil itu tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, dan lagi-lagi di sinilah letak Allah mendidik kita, bahwa itu adalah ketetapan Allah yang harus kita lalui, ingat juga bahwa Allah tidak akan memberi cobaan kepada seorang hamba kecuali hamba itu mampu menghadapinya. Seperti istri yang pada akhirnya meninggal dunia, padahal segala usaha dan doa telah dilakukan suaminya.

Maka bersabarlah kamu untuk (melaksanakan) ketetapan Tuhanmu, dan janganlah kamu ikuti orang yang berdosa dan orang yang kafir di antara mereka. (QS. Al-Insaan, 76: 24).

Itu menandakan bahwa Allah mengajarkan kita bahwa tingkat kemuliaan seorang hamba adalah pada prosesnya, baik proses dalam usaha mencapai harapannya, ataupun proses dalam menghadapi harapan yang tercapai atau tidak tercapai. Process Oriented. Berbeda dengan pola pikir manusia yang result oriented. Namun sekali lagi, ini bukan tanda bahwa kita tidak usah memasang harapan, namun hal ini mengajarkan kita untuk ikhlas ketika apa yang terjadi tidak sesuai harapan.