Senin, 13 Desember 2010

Kelahiran Para Aktivis dan Kematian Para Idealis

Kelahiran Para Aktivis dan Kematian Para Idealis


Siapa tidak kenal aktivis mahasiswa seperti Sjahrir, Hariman Siregar, Fadjroel Rachman, Mustafa Kamal, dan aktivis mahasiswa lainnya di masa lalu? Orang-orang seperti mereka menjadi inspirasi di eranya. Suara lantang mereka yang terus bergaung di telinga penguasa pongah di eranya hingga saat ini terekam secara manis di benak penerus-penerusnya. Getir perjuangan yang dilakukannya selama mahasiswa tidak lekang ditelan zaman.

Kebaikan-kebaikan bangsa ini beserta kesejahteraannya menjadi hal yang mereka dambakan selagi mahasiswa. Mereka itulah aktivis sejati. Penjara tidak pernah menghentikan langkah mereka. Tahanan politik adalah hal biasa. Cekalan dan cacian orang-orang yang tidak suka pada mereka adalah batu penghalang yang segera mereka lewati. Sekali lagi, mereka itulah aktivis sejati. Aktivis mahasiswa sejati. Pemuda gagah, pahlawan-pahlawan kecil yang akan menjadi pahlawan besar. Pemuda enerjik yang kritis. Itulah aktivis. Ditambah dengan kecerdasan dan keahliannya, mereka itulah aktivis mahasiswa.

Aktivis saja tidak cukup

Sejarah kemudian mencatat bahwa Sjahrir (sekarang almarhum) menjadi ekonom sejati. Mendapat gelar doktor dalam bidang ekonomi politik dari kampus paling prestisius dunia: University of Harvard. Kemudian puncak karirnya sebelum ia meninggal adalah menjadi penasehat presiden untuk urusan ekonomi. Presidennya adalah Susilo Bambang Yudhoyono. Ia yang dahulu lantang menentang modal asing bersama Hariman Siregar, harus juga merasakan menjadi pihak yang dikritik. Bahkan, SBY yang selalu ia nasehati termasuk orang yang pro dengan modal asing, privatisasi, dan liberalisasi. Hasilnya, Krakatau Steel sudah setengah privatisasi. Maka satu orang idealis telah mati. Namun Sjahrir tetaplah dikenal sebagai aktivis.

Sosok seorang Sjahrir mungkin tidak terlalu terlihat telak jika kita ingin menggambarkan matinya seorang idealis. Kita bisa megambil contoh lain, tidak perlu Sjahrir. Sebagai contoh, ada seseorang yang dahulu ketika mahasiswa sangat lantang berbicara mengenai kesejahteraan bangsa. Kritiknya selalu pedas dan menjadi inspirasi rekan-rekannya. Geraknya dan manuver-manuvernya bahkan bisa sampai mengguncang sedikit penguasa pongah di gedung putih sana.

Akan tetapi, setelah ia lulus, namanya bagaikan tersapu hembusan angin. Tidak ada lagi kritik-kritik darinya, tidak ada lagi manuver-manuver darinya. Tekanan hidup mungkin membelenggunya, hal ini tiada mengapa. Namun jika kenyamanan hiduplah yang mematahkan langkahnya, mematikan degup jantungnya saat melihat ketidakadilan, dan mengeringkan air matanya terhadap penderitaan bangsanya, maka ia benar-benar mati. Ia aktivis, namun bukan idealis. Perusahaan asing menjadi belenggu baginya, kerajaan bisnis menjadi pemenuh pikirannya. Ia benar-benar mati.

Idealis juga tidak cukup

Lain halnya dengan Hariman Siregar. Pasca lulus sebagai mahasiswa, ia tetaplah aktivis, tetaplah idealis. Manuver-manuvernya tetap terasa hingga kini. Kata-kata pedasnya masih santer terdengar. Pernah mendengar isu pencabutan mandat SBY-JK pada tahun 2007? Itu adalah manuvernya. 400 orang pada hari itu bergerak memenuhi jalanan ibukota dengan mengusung temaPawai Cabut Mandat SBY-JK”. Kegelisahannya masih menyala-nyala, getir perjuangan itu masih terasa hingga saat ini, meskipun usianya sudah lebih dari setengah abad.
Kita menemukan kelahiran sosok aktivis dan juga kelahiran sosok idealis sekaligus. Sosok seperti Hariman Siregar juga makin jarang ditemukan saat ini. Sosok seperti ini yang harus terus menerus ditularkan kepada generasi sekarang, sebuah karakter yang cukup lengkap: ia aktivis, dan ia idealis.

Namun masih ada hal yang mengganjal dari sosok seorang Hariman Siregar. Ketika banyak pihak mempertanyakan motif gerakan-gerakan yang ia buat, maka seketika itu ia menjawab bahwa motifnya adalah memperbaiki keadaan bangsa. Kata-kata itu diikuti dengan ketidakinginannya untuk meraih kekuasaan.

Ternyata idealis juga masih belum cukup. Ada satu instrumen yang hilang. Instrumen dalam mewujudkan mimpi-mimpi besar para aktivis-idealis. Instrumen itu adalah kekuasaan. Sekarang adalah zaman globalisasi, kapitalisasi, glamourisasi, dan nyaman-isasi. Gerakan-gerakan seperti itu memang bagus untuk dinamisasi sebuah proses demokrasi. Namun, kita perlu memilih proses yang lebih efektif dalam hal dampaknya, meskipun itu tidak efisien. Belum sempurna suatu idealisme tanpa proses yang lebih berintegritas lagi, yaitu mewujudkan idealisme tersebut dengan kekuasaan. Kita melihat idealisme Hariman Siregar adalah kesejahteraan bangsanya, namun dengan membatasi dirinya tidak pada area kekuasaan, maka semakin lama idealismenya akan terkebiri menjadipewacanaan dan pengembangan opinisaja. Sadar atau tidak sadar.

Idealisme tidak boleh tercapai. Boleh jika target-targetnya yang tercapai. Karena, jika idealisme tercapai, berhentilah kita dan tidak bergerak. Idealisme akan selalu berada beberapa langkah di depan diri kita, dan tidak akan pernah berhasil kita gapai. Itulah yang menarik kita untuk terus menerus bergerak mengejarnya.

Melahirkan generasi idealis

Kini pekerjaan rumah terbesar kita adalah bagaimana melahirkan sebuah generasi idealis. Generasi yang terus menerus bergerak dan semakin lama gerakannya semakin berintegritas dan progressif. Generasi-generasi yang tidak termakan oleh opini buruk zaman. Generasi yang berprinsip dan berkomitmen kokoh. Generasi yang mempunyai idealisme yang sama dengan pendahulu-pendahulunya, yaitu kebaikan-kebaikan masyarakat dan kesejahteraannya.

Untuk itu, basis ideal yang harus ditanamkan pada generasi-generasi selanjutnya adalah basis ideal yang kokoh juga. Basis ideal yang kuat hujjah-hujjahnya, basis ideal yang hebat pondasi-pondasinya. Basis ideal yang juga memberikan spirit, ruh, dan jiwa-jiwa penggerak. Suatu konstruksi yang komprehensif: unsur ideologis dan unsur spiritualnya. Sehingga karakter-karakter yang terbangun kedepannya adalah karakter yang akan selalu digerakkan oleh spiritnya untuk mewujudkan idealisme dari sisi ideologisnya.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Halo,

Salam kenal. Kami menemukan blog kamu ini, setelah menelusuri tautan, dari salah seorang sahabat blogger. Kebetulan, kami memang ingin menyapa mahasiswa dan alumni ITB, yang biasa berbagi rasa dan ilmu di media daring ( blog) maya.

Kami dari masukitb.com, ingin mengajak blogger yang sedang atau pernah menjadi warga Kampus Ganesha, untuk membagi pengalamannya, bisa berupa artikel teks, foto, bahkan video, seputar kehidupannya, selama belajar di Kampus Ganesha.

Masukitb.com adalah tampilan kehidupan Kampus Ganesha ITB, wadah bertanya, berdiskusi, dan berinteraksi, antara para mahasiswa atau alumni ITB, dengan para pelajar SMU dari seluruh Indonesia, yang berminat menjadi bagian dari komunitas ITB. Kami memahami, bahwa banyak sekali yang berminat menjadi warga kampus Ganesha, dan semoga media maya ini, bisa mengurangi kasus salah jurusan, serta membuat siswa SMU lebih mempersiapkan diri, dengan segala dinamika pembelajaran, di Kampus Ganesha.

Terima kasih banyak, atas kesediaan Kamu untuk berbagi dengan para pelajar SMU se-Indonesia, semoga kebaikannya bisa bermanfaat untuk semua.

Divisi Teknologi Informasi
Layanan Produksi Multimedia (LPM USDI)
Jl. Ganesha No. 10, TVST Building
Bandung 40132, Indonesia
Phone : +62 22 4254012