Sabtu, 22 Januari 2011

Meneropong Perindustrian Nasional: Deindustrialisasi Kian Nyata

Meneropong Perindustrian Nasional: Deindustrialisasi Kian Nyata

Kondisi Umum

Memasuki era globalisasi dan perkembangan teknologi informasi, setiap negara dituntut untuk memperkuat pilar-pilar perekonomiannya. Perindustrian sebagai salah satu pilar ekonomi, yang dalam hal ini berkontribusi menyumbang PDB harus kuat. Sejak tahun 1967 hingga 2004, perekonomian Indonesia mengalami perubahan struktur yang sangat signifikan. Peranan sektor industri terhadap PDB meningkat dari 7,3% menjadi 28,1%. Hal ini diiringi dengan penurunan kontribusi sektor pertanian terhadap PDB dari 53,9% menjadi 14,3%. Tidak diragukan lagi bahwa Indonesia sudah masuk ke fase industrialisasi hingga tahun 2004.[1]

Namun sejak 2004 hingga 2009, kontribusi sektor industri terhadap PDB semakin menunjukkan tren penurunan. Departemen Perindustrian RI melaporkan bahwa kontribusi sektor industri terhadap PDB menurun dari 28,1% menjadi 27,34%. Tidak hanya itu, sektor industri semakin menunjukkan pertumbuhan minus, dari 6,38% di tahun 2004, menjadi 4,60%; 4,59%; 4,67%; 3,66%; dan 2,31% pada tahun 2009. Melihat kenyataan ini, banyak pengamat ekonomi mengindikasikan terjadinya “deindustrialisasi”. Hal ini juga ditunjukkan dengan penurunan kapasitas terpasang industri dari 80% menjadi 60%, penurunan jumlah unit usaha industri skala sedang dan besar, dan penurunan signifikan dari indeks produksi industri sedang dan besar.[2]

Deindustrialisasi yang terjadi semakin diperparah dengan sejumlah perdagangan bebas yang diikuti oleh Indonesia, seperti ASEAN – China Free Trade Agreement (ACFTA), Indonesia – Japan Economic Partnership Agreement (IJ-EPA), dan lainnya. Industri kita ibarat menghadapi lawan berat semacam China dan Jepang yang perindustriannya sudah sangat mumpuni. United Nations Industrial Development Organization (UNIDO) melaporkan bahwa China menduduki posisi pertama dalam kinerja industri di Asia Timur dan Tenggara, sedangkan Indonesia pada urutan ke-38. Tidak hanya itu, pertumbuhan nilai ekspor dan impor Indonesia dalam lima tahun terakhir tercatat 11,50% berbanding 24,47%.

Beberapa Contoh

Memang tidak semua cabang industri mengalami deindustrialisasi. Namun, gejala umum menunjukkan bahwa walaupun tidak semua, industri yang mengalami deindustrialisasi jauh lebih banyak dibandingkan yang tidak mengalami deindustrialisasi. Tabel berikut adalah laju pertumbuhan industri 2004 – 2009. Data ini diambil dari Badan Pusat Statistik RI. Kita dapat melihat mana bahwa hanya industri barang kayu dan hasil hutan yang menunjukkan gejala pertumbuhan, yaitu terus menanjak dari -2,07% sampai 2,44%. Industri alat angkut, mesin, dan peralatan mengalami pertumbuhan konstan, yaitu sekitar 9,7% dalam beberapa tahun tersakhir.
Sisanya, mayoritas cabang industri mengalami penurunan. Industri makanan, minuman, tembakau, tekstil, barang kulit, alas kaki, kertas, barang cetakan, pupuk, kimia, barang dari karet, semen, barang galian non logam, logam dasar, besi, baja, dan lainnya.

Dampak Buruk Deindustrialisasi

Setelah kita mengurai bagaimana tentang indikator dan penyebab terjadinya deindustrialisasi, kini kita akan membahas mengenai akibat deindustrialisasi yang terjadi di Indonesia. Dari beberapa sumber yang akan disebutkan kemudian, setidaknya dapat ditemukan empat akibat terjadinya deindustrialisasi. Pertama, semakin berpotensinya negara kita menjadi negara yang konsumtif. Hal ini nantinya dapat dibuktikan dengan neraca ekspor-impor dalam beberapa tahun belakangan ini. Kedua, meningkatkan ketergantungan kepada negara-negara pengekspor barang manufaktur. Ketiga, sulitnya melakukan reindustrialisasi. Keempat, tingkat penyerapan tenaga kerja menurun.

Melemahnya perindustrian Indonesia, ditambah dengan era perdagangan bebas yang sudah banyak diberlakukan sekarang tentunya membawa dampak pada semakin berpotensinya Indonesia menjadi negara konsumtif. Pasalnya, kebutuhan masyarakat terhadap suatu barang tentunya akan selalu ada, dan tarafnya akan selalu meningkat –dan harus ditingkatkan- dari waktu ke waktu.[3] Itulah sebabnya jika kebutuhan-kebutuhan tersebut tidak dapat dipenuhi oleh bangsa sendiri, akan menyebabkan negara ini menjadi negara yang akan membeli dari bangsa lain.

Pada akhir 2009, nilai impor Indonesia mencapai USD 10.299.947.949. Nilai ini sedikit menurun di awal 2010, yaitu sekitar USD 9.490.458.938. Namun, mulai naik kembali pada Maret 2010, hingga pada Juli, nilai impor telah mencapai sekitar USD 12.625.936.085.[4] Tidak hanya itu, pada tahun 2008, neraca perdagangan Indonesia dan China mengalami lonjakan balik yang drastis, mengakibatkan terjadinya defisit bagi Indonesia sebesar USD 3,6 miliar. Padahal di tahun sebelumnya, Indonesia masih memiliki nilai surplus USD 1,1 miliar. Lebih mengejutkan lagi apabila kita melihat defisit perdagangan produk non migas Indonesia meroket dari USD 1,3 miliar di tahun 2007 menjadi USD 9,2 miliar di tahun 2008 (terjadi lonjakan sekitar 600%). Antara Januari hingga Oktober 2009, defisit serupa telah mencapai USD 3,9 miliar.[5]

Menjadi negara konsumtif, yang juga menjadi negara pengimpor akan membawa dampak lain yang lebih berbahaya, yaitu ketergantungan kepada bangsa lain. Secara logika, melemahnya industri manufaktur Indonesia akan sejalan paralel dengan meningkatnya impor barang-barang produksi, jika memang kebutuhan-kebutuhan masyarakat tidak akan dikorbankan. Selama ini, kontribusi nilai dan berat ekspor Indonesia masih didominasi dari hasil industri primer, beberapa contohnya yaitu natural rubber, wood, plywood, chemical wood pulp, paper, paperboard, cotton yarn, fish, palm oil, coffee, cocoa beans, dan sebagainya.[6]

Tingkat ketergantungan Indonesia kepada negara lain dapat kita lihat dari tingkat impor negara-negara manufaktur besar yang selama ini menjalin hubungan dengan Indonesia. Negara-negara manufaktur besar itu antara lain adalah China. Nilai impor dari China hingga Maret 2010 bernilai rata-rata USD 1.416.486.811 dan terus meningkat hingga menyentuh USD 1.982.162.360 pada Juli 2010. Sementara impor dari US, hingga pertengahan 2010 ini mencapai sekitar USD 800 juta.[7] Nilai impor yang tinggi ini jauh di atas rata-rata impor negara lain yang hanya berkisar USD 66 juta.

Selanjutnya, deindustrialisasi juga dapat menyebabkan sulitnya reindustrialisasi. Reindustrialisasi atau menggairahkan kembali sektor industri bukanlah perkara mudah. Solusi koprehensif harus benar-benar diterapkan. Mulai dari solusi mikro berupa mempermudah investasi dan pemasaran, hingga langkah mikro berupa stabilisasi perekonomian.

Beberapa contoh industri yang mengalami deindustrialisasi adalah industri kertas dan barang cetakan, yang mengalami pertumbuhan minus sebesar 16,3%. Kemudian, tekstil, barang dari kulit, alat kaki, serta barang dari kayu dan hasil hutan yang tumbuh minus 10,3%, serta semen dan barang galian non-logam mengalami yang pertumbuhan minus 3,1%.[8] Tekstil, terutama merupakan komoditi ekspor manufaktur yang cukup diandalkan di Indonesia. Dari segi jumlah yang diekspor, tekstil selalu menempati urutan 3 – 5 barang manufaktur.[9] Tidak mudah untuk kembali melakukan pengembangan industri. Karena itu, butuh dukungan banyak pihak untuk membantu melakukan revitalisasi industri Indonesia.

Dampak terakhir, dan yang paling populis di masyarakat adalah terkait penyerapan tenaga kerja. Secara logika, penurunan jumlah industri, baik kecil maupun besar, membawa dampak pada menurunnya peluang kerja bagi masyarakat.

Industri manufaktur merupakan penyerap tenaga kerja formal terbesar. Deindustrialisasi mengakibatkan pekerja sektor formal semakin terdesak. Dalam beberapa tahun terakhir, persentase pekerja di industri manufaktur mengalami penurunan, dari 18,8 persen tahun 2005 menjadi 12,07 persen tahun 2009.[10] Hal inilah yang menyebabkan daya serap tenaga kerja sektor formal merosot. Penguatan industri manufaktur sehingga bisa meningkatkan daya serap tenaga kerja di sektor formal diyakini juga akan mempercepat penurunan angka kemiskinan.

Maka…

Deindustrialisasi semakin berpotensi membawa Indonesia pada dependensi. Jika hal ini terjadi, maka kemerdekaan Indonesia menjadi semu, karena hanya dicapai oleh kemerdekaan fisik saja. Kemerdekaan ekonomi menjadi hal yang semakin jauh dari harapan. Kita tidak bisa memakan apa yang kita tanam, tidak bisa memakai pakaian dari kapas kita sendiri, tidak bisa bepergian dengan logam yang ada di perut bumi kita sendiri, dan segala dependensi lainnya. Impian menjadi negara yang mandiri dan kuat tidak akan terealisasi jika terjadi deindustrialisasi.

Masalah ini bukan hanya dibebankan pada pemerintah, namun juga segenap kalangan masyarakat. Masyarakat biasa sebagai orang-orang yang bekerja pada sektor industri, mahasiswa yang akan memberi sumbangsih riset bagi sektor industri, kalangan pemodal yang akan membantu kebutuhan modal industri, dan lainnya sangat berperan penting dalam upaya minimasi fenomena deindustrialisasi. Namun, semua kembali lagi pada political will pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan sektor industri dan daya saingnya.

Simposium Perindustrian ITB 2011 kali ini ingin membuka sebesar-besarnya mata masyarakat Indonesia pada umumnya dan mahasiswa pada khususnya terhadap melemahnya sektor industri Indonesia, meneliti sebab-sebabnya, dan mencari upaya untuk membantu perkembangan kembali industri nasional. Dengan memanfaatkan potensi mahasisiswa berupa kritis, idealis, mempunyai basis keilmuan, dan jaringan yang banyak se-indonesia, diharapkan isu perindustrian nasional ini dapat memasuki orbit wacana mahasiswa Indonesia.

[1] Departemen Perindustrian RI. Laporan Pengembangan Sektor Industri 2009. 2009.
[2] Ibid
[3] M. Baqir Ash Shadr. Buku Induk Ekonomi Islam. 2008. Jakarta: Zahra Publishing House.
[4] Badan Pusat Statistik. 2010. http://www.bps.go.id.
[5] Artikel: Faisal Basri. ASEAN-China Free Trade Area dan Deindustrialisasi. 2010.
[6] Departemen Perdagangan Republik Indonesia. Tabel Perkembangan Nilai dan Volume 100 Jenis Barang Ekspor Utama Indonesia. 2009.
[7] Badan Pusat Statistik. 2010. http://www.bps.go.id.
[8] LP3ES. Titik Nadir Deindustrialisasi. 2008
[9] Departemen Perdagangan Republik Indonesia. Tabel Perkembangan Nilai dan Volume 100 Jenis Barang Ekspor Utama Indonesia. 2009.
[10] Badan Pusat Statistik. 2010. Badan Pusat Statistik. 2010. http://www.bps.go.id.

Rabu, 12 Januari 2011

Tentang Pemilihan Pemimpin dan Pemilu

Bismillah..

Proses pemilu dan pencalonan pemimpin adalah suatu hal yang sudah sering kita lihat sekarang. Semenjak demokrasi menjadi sistem resmi pemerintahan Indonesia, dan semenjak aturan-aturan itu dikuatkan dengan serangkaian aturan tambahan mengenai proses pemilihan kepala daerah dengan sistem langsung, kita jadi bertanya-tanya mengenai apakah Islam pernah mencontohkan proses pencalonan pemimpin dan bagaimana proses pemilihannya. Jawabannya ternyata ada, di saat pemilihan khalifah pertama pasca Rasulullah wafat, yaitu Abu Bakar Ash-Shiddiq.

Isyarat Kepemimpinan

Rasulullah tidak mengutarakan secara jelas dan tersurat mengenai siapa yang akan menggantikan beliau kelak jika beliau wafat. Ia tidak memberikan wasiat apa-apa mengenai khalifah. Rasulullah nampaknya ingin menyerahkan permasalahan ini semua kepada kaum muslimin saat itu.

Namun Rasul selama hidupnya telah memberikan beberapa isyarat mengenai kepemimpinan Abu Bakar. Berikut beberapa hadist yang menguatkan hal itu:

"Ikutilah jejak dua orang setelahku, Abu Bakar dan Umar" (HR. Tirmidzi, Hakim, Ath-Thabarani)

atau hadist ini:

"Wahai Bilal, jika waktu shalat telah tiba dan saya belum juga datang, maka suruhlah Abu Bakar untuk menjadi Imam" (HR. Imam Ahmad, Abu Daud)

Proses Pembaiatan Abu Bakar

Ada perdebatan cukup hebat yang terjadi setelah Rasulullah wafat, yaitu penentuan khalifah pengganti Rasulullah. Saat itu, kaum Muhajirin dan Anshar berkumpul dalam suatu majelis untuk menentukan. Posisi saat itu adalah ada seorang 'pemimpin sidang' dari kaum Anshar yang menyambut kedatangan kaum Muhajirin, termasuk juga Abu Bakar dan Umar bin Khattab. Lalu salah seorang Anshar berkata, "Dari kami ada pemimpin dan dari kalian ada pemimpin". Dan mereka mencalonkan Abu Ubaidah bin Al-Jarrah.

Kemudian forum mengalami kegaduhan dan teriakan-teriakan, dan Umar mengkhawatirkan adanya persengketaan. Kemudian Umar menyeru kepada Abu Bakar, "Angkat tanganmu, wahai Abu Bakar!". Setelah itu Abu Bakar mengangkat tangannya, dan Umar langsung membaiatnya. Kemudian diikuti oleh kaum Muhajirin. Dan setelah itu baru diikuti oleh kaum Anshar.

Lalu Umar berkata, "Maka ketahuilah bahwa kami tidak pernah menghadiri sama sekali satu majelis yang sangat genting yang lebih mendapat taufik daripada pembaiatan Abu Bakar. Kami khawatir jika memecah belah umat..."

*Cerita detail mengenai proses pembaiatan Abu Bakar ini dari Umar Bin Khattab tatkala berpidato setelah pulang ibadah haji, perkataan Umar ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim

Pidato Abu Bakar

Setelah resmi di baiat di forum, Abu Bakar naik ke atas mimbar, dan dia melihat kepada hadirin, dan tidak didapatkan Zubair. Dia memerintahkan agar Zubair dipanggil, lalu ia datang memenuhi panggilan Abu Bakar. Abu Bakar berkata, "Kau adalah anak bibi Rasulullah dan seorang hawari Rasulullah, apakah kau ingin mengoyak-ngoyak kesatuan kaum muslimin?" Zubair menjawab, "Tidak wahai khalifah Rasulullah!" lalu ia membaiat Abu Bakar.

Lalu Abu Bakar kembali melihat ke forum dan tidak melihat adanya Ali di sana, kemudian ia kembali memerintahkan untuk memanggil Ali. Alipun datang memenuhi panggilan tersebut. Abu Bakar berkata, "Kau adalah anak paman Rasulullah dan dia kawinkan engkau dengan anaknya, apakah kau akan mengoyak-ngoyak kesatuan kaum muslimin?" Ali menjawab, "Tidak wahai khalifah Rasulullah!", dan Alipun membaiatnya.

Keesokan harinya, diadakan semacam forum kembali dan itu lebih besar lagi, namun sifatnya sosialisasi terpilihnya Abu Bakar. Sosialisasi ini dimulai oleh Umar. Setelah itu Abu Bakar menyampaikan pidato di mimbarnya,

"Amma Ba'du. Wahai manusia! Sesungguhnya saya telah dipilih untuk memimpin kalian dan bukanlah saya orang terbaik di antara kalian. Maka, jika saya melakukan hal yang baik, bantulah saya. Dan jika saya melakukan tindakan yang menyeleweng luruskanlah saya. Sebab kebenaran itu adalah amanah, sedangkan kebohongan itu adalah pengkhianatan. Orang yang lemah di antara kalian adalah kuat dalam pandangan saya hingga saya ambilkan hak-haknya untuknya, sedangkan orang yang kuat di antara kalian adalah lemah di hadapan saya hingga saya ambil hak orang lain darinya, insya Allah. Dan tidak ada satu kaumpun yang meninggalkan jihad di jalan Allah kecuali akan Allah timpakan kepadanya kehinaan. Dan tidak pula menyebar kemaksiatan kepada satu kaum kecuali akan Allah timpakan kepada mereka petaka. Taatlah kalian kepada saya selama saya taat kepada Allah dan jika saya melakukan maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya maka tidak ada kewajiban taat kalian kepadaku. Bangunlah untuk melakukan shalat, rahimakumullah."

--

Karena itulah, dalam proses pencalonan sah-sah saja jika ada seseorang yang mengajukan diri, namun tentunya terlebih dahulu diajukan oleh orang lain, dengan pertimbangan yang juga kuat. Saat itu kita sudah sama-sama mengetahui sejauh mana kapasitas seorang Abu Bakar dan Umar, sehingga memiliki bashirah yang kuat mengenai kepemimpinan Islam yang harus diemban pasca wafatnya Rasulullah.

Sedangkan proses pengangkatan dan musyawarah menunjukkan bahwa demokrasi yang hakiki pernah dilaksanakan oleh Islam, dimana kekuasaan berada di tangan rakyat saat itu, dan pemilu merupakan salah satu caranya. Jangan kita mengelu-elu demokrasi jika hanya dengan proses pemilihan langsung pemimpin, namun setelahnya rakyat acuh terhadap kepemimpinannya.

Wallahu a'lam..

-------------------

Maraji'

-Tarikh khulafa' karya Imam As-Suyuthi

Minggu, 02 Januari 2011

Link and Match Gerakan Mahasiswa Terhadap Konsepsi Indonesia Ideal

Link and Match Gerakan Mahasiswa Dan Konsepsi Indonesia Ideal

Konsepsi Indonesia Ideal

Islam sebagai sebuah agama yang syumul melingkupi segala aspek kehidupan di dunia ini. Konsepsi Islam tidak hanya dibangun dengan konstruksi spiritual dan moralnya saja, tetapi juga dibangun dari basis ideologi dan pemikiran yang tujuannya untuk mengelola kehidupan di dunia ini. Istilah populernya adalah Islam bukan hanya sekedar agama individu, tetapi juga agama masyarakat.

Tujuan besar dari adanya Islam di muka bumi ini adalah kesejahteraan kehidupan dunia dengan menjadikannya guru peradaban dunia. Kata-kata kesejahteraan dipakai untuk menggambarkan sebuah tatanan ideal yang tidak hanya baik dari sisi material saja, namun juga dari sisi moral-spiritual. Karena itulah, Islam dengan segenap tata nilainya juga menyediakan konsepsi mengenai bagaimana sebuah negara ideal dibangun, termasuk Indonesia. Ada lima aspek yang menjadi sorotan Islam untuk membangun sebuah negara yang ideal. Lima aspek tersebut adalah quwwatul iman, ilm, ukhuwah, maal, dan askar.

Quwwatul Iman

Quwwatul iman bermakna kekokohan keimanan. Dalam hal ini yang dimaksud dengan kekokohan keimanan adalah kekuatan basis ideologi sebuah negara. Ideologi yang dipakai sebuah negara haruslah kuat hujjah-hujjahnya, dan juga besar bukti-buktinya. Basis ideologi inilah yang menjadi nilai-nilai utama dari setiap aturan-aturan yang diterapkan dalam pengelolaan negara. Mulai dari undang-undang dasarnya, peraturan pemerintahnya, hingga kebijakan program dan aksinya. Ini yang sering kita sebut dengan tata negara yang sehat. Tata negara ini tidak hanya dinilai dari kesederhanaan birokrasi, kemudahan administrasi, transparansi, akuntabilitas, dan lainnya. Tata negara yang sehat berkaitan juga dengan konsistensi ideologis dari tiap aturan yang ada.

Tata negara yang baik saja juga belum cukup. Sistem yang baik tidak akan berjalan efektif ketika yang mengoperasikan sistemnya tidak baik. Untuk itu dibutuhkan aparat-aparat pemerintahan yang bermoral dan berkompeten di bidangnya. Aparat pemerintahan ini juga harus dipilih melalui mekanisme yang objektif.

Quwwatul ‘Ilm

Konsepsi kedua adalah quwwatul ‘ilm. Dalam hal ini yang dimaksud adalah kekokohan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Sejarah telah membuktikan bahwa kemajuan peradaban salah satunya ditopang oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologinya. Kita dapat mengambil contoh penguasaan ilmu pengetahuan oleh Amerika Serikat, dan negara-negara Eropa, penguasaan teknologi oleh Jepang, China, dan India telah membawa negara tersebut menjadi guru-guru bagi peradaban dunia.

Ilmu pengetahuan dan teknologi yang baik adalah yang tepat dan berguna. Tepat dalam artian baik dalam mutu dan biayanya sehingga masyarakat bisa mendapatkannya dengan mudah. Berguna berarti menjawab secara langsung kebutuhan bangsa. Untuk itulah kegemaran masyarakat akan IPTEK harus ditingkatkan, karena kebodohan adalah hal yang diperangi Islam.

Quwwatul Ukhuwah

Makna luas dari quwwatul ukhuwah adalah kekokohan sosial budaya. Konsepsi ideal sosial budaya meliputi enam aspek. Pertama, sistem pendidikan nasional yang bermutu dan menumbuhkan SDM yang berkualitas. Kedua, terwujudnya manusia Indonesia yang berkarakter, bermartabat, dan berkemampuan tinggi untuk menyelesaikan permasalahan bangsa. Ketiga, terwujudnya masyarakat yang sehat paripurna (jasmani, rohani, sosial) dengan pelayanan kesehatan berkualitas. Keempat, pengembangan seni dan budaya bersifat etis dan relijius dalam membentuk karakter bangsa yang kokoh, tangguh, mandiri, dan berdaya inovasi tinggi. Kelima, pemberdayaan masyarakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat serta membantu proses pembangunan bangsa yang kontinu.

Quwwatul Maal

Negara yang baik juga harus ditopang oleh kekokohan perekonomiannya. Perekonomian yang baik adalah perekonomian yang dapat mengentaskan kemiskinan, meminimalisasi pengangguran, dan meminimalkan kesenjangan sosial.

Islam juga mengajarkan untuk menghindari adanya riba, spekulasi, dan perjudian karena ketidakpastian dalam menjalankan perekonomian. Untuk itu, basis perekonomian yang diajarkan Islam adalah yang berbasis sektor riil. Dengan sektor riil, semua masyarakat bisa berperan aktif dan kekuatan ekonomi bisa ditingkatkan. Sektor yang penuh spekulasi rentan terhadap krisis dan guncangan. Selain itu, Islam juga mengajarkan agar kita efisien dalam mengelola sumber daya alam, agar pembangunan perekonomian bisa berjalan berkelanjutan. Pemerintah juga harus berperan aktif dalam menjalankan perekonomian.

Quwwatul Askar

Terakhir adalah quwwatul askar. Sebenarnya definisi askar adalah angkatan perang, namun dalam konteks sebuah negara besar seperti Indonesia, askar bisa digeneralisasi menjadi pertahanan dan keamanannya. Konsepsi ideal ini meliputi enam hal. Pertama, aparat pertahanan dan keamanan yang berfungsi secara efektif, imparsial, dan bertanggungjawab. Kedua, masyarakat yang mempunyai kesadaran keindonesiaan, dan tercerdaskan mengenai serangan penjajahan gaya baru dalam bidang politik, sosial, ekonomi, dan budaya. Ketiga, pemerataan dan kesejahteraan bagi daerah-daerah untuk menghindari separatisme. Keempat, hukum yang berwibawa. Kelima, swasembada pangan. Keenam, penguasaan masyarakat atas energi dan sumber daya alam.

Di Bagian Mana Mahasiswa Bisa Mengambil Peran?

Sekarang tiba saatnya untuk bertanya tentang peran yang dapat kita lakukan sebagai mahasiswa. Sesuai dengan peran-peran umum mahasiswa yang sering menjadi bahan kajian yaitu role model, next actor, social control, dan director of change. Dua peran pertama dapat kita simplifikasi kepada peran nanti (future), yang dampaknya akan dirasakan di masa datang, dan pengembangan dirinya dilakukan selama mahasiswa. Sedangkan dua peran terakhir berkaitan dengan peran sekarang (present) yang dampaknya langsung dapat dirasakan.

Peran Pengembangan Diri

Peran yang dapat dilakukan mahasiswa dalam rangka mengembangkan dirinya pada dasarnya adalah pembentukan karakter. Pembiasaan perlu dilakukan selama beraktivitas sebagai mahasiswa sehingga selepas mahasiswa, karakter itu masih membekas sehingga berpengaruh kepada setiap aktivitasnya selama mengisi kehidupan bermasyarakat. Dalam mengokohkan politik negara, mahasiswa harus membiasakan sejak dini mengenai good governance yang meliputi transparansi, professionalitas, dan integritas. Juga harus dibiasakan agar setiap aktivitasnya didasari atas landasan ideologis yang kuat.

Dalam mengokohkan IPTEK suatu negara, peran pengembangan diri yang dilakukan mahasiswa adalah kajian dan riset. Kegemaran terhadap riset lama kelamaan akan menimbulkan budaya riset. Dalam mengokohkan sosial budaya, mahasiswa harus berusaha mengembangkan dirinya terkait dengan menjalani pendidikan. Usaha dalam menempuh gelar sarjana haruslah juga dilakukan dengan baik. Pendidikan yang dilakukan mahasiswa juga harus dilakukan secara mandiri, hal ini karena sistem pendidikan nasional juga belum ideal. Kebutuhan-kebutuhan mahasiswa dalam hal selain akal juga harus dikembangkan agar semua potensi ideal seorang manusia dapat dikembangkan. Selanjutnya, kita selama mahasiswa juga harus sering berinteraksi dengan masyarakat agar paham mengenai realitas sosial di sekitar kita. Dalam bidang seni dan budaya, kita juga harus berusaha meninggalkan budaya yang negatif, yang tidak sesuai dengan karakter bangsa kita. Kearifan-kearifan budaya sekarang mulai tenggelam dan tergantikan oleh budaya yang tidak etis.

Dalam bidang ekonomi, yang perlu dilakukan mahasiswa adalah mengembangkan diri agar menjadi pengusaha, sehingga kebutuhan akan berkembangnya sektor riil terpenuhi. Menjadi pengusaha selama mahasiswa bisa dikategorikan sebagai pengembangan diri, selain juga karya nyata. Kedepannya, diharapkan mahasiswa bisa menjadi pengusaha yang bergerak dalam sektor riil, bukan sektor moneter. Dalam bidang pertahanan keamanan, pengembangan diri yang bisa dilakukan mahasiswa adalah dengan terbiasa menegakkan aturan-aturan hukum yang berlaku demi kemaslahatan manusia. Dengan ini, nantinya di masa depan mahasiswa sadar hukum dan ikut serta dalam upaya mengakkan hukum.

Peran karya nyata

Peran yang kedua adalah peran karya nyata. Banyak karya-karya mahasiswa yang dapat ditorehkan dalam usaha menata kehidupan bangsa. Dalam bidang politik misalnya, adalah melakukan gerakan sosial politik terkait mengawal dan kritis terhadap kebijakan, aturan hukum dan perundangan yang tidak sesuai dengan ideologi Islam. tentunya dengan membahasakannya dengan bahasa umum. Tidak hanya itu, eskalasi juga bisa dilakukan mahasiswa hingga ke tataran pengubahan perundang-undangan tersebut hingga ke Mahkamah Konstitusi. Gerakan sosial politik ini mencakup tulisan, kajian, dan aksi. Aksi yang dilakukanpun tidak sekedar demonstrasi.

Dalam bidang IPTEK, yang bisa dilakukan mahasiswa adalah mengusahakan keprofesiannya agar dapat diaplikasikan di masyarakat. Misalnya dengan merancang suatu alat, instrument, aplikasi, ataupun sistem yang pada intinya memudahkan masyarakat. Sinergi keprofesian juga dirasa penting dalam memaksimalkan potensi yang ada pada mahasiswa. Mahasiswa juga tetap bisa melakukan gerakan sosial politik terkait kebijakan pemerintah dalam IPTEK, terutama anggaran yang hingga sekarang masih bermasalah. Selanjutnya dalam bidang sosial budaya, mahasiswa dapat berkarya nyata dalam melakukan pengajaran pada anak-anak terlantar, membinanya, dan menjadikannya berdaya guna hingga mandiri. Atau bisa juga dengan melakukan kritik terkait sistem pendidikan nasional ataupun pengelolaan budaya.

Dalam bidang ekonomi, peran karya nyata yang bisa dilakukan selain gerakan sosial politik adalah dengan mengembangkan perekonomian masyarakat sekitar. Bisa dengan pemberdayaan masyarakat desa dan pengembangan potensi desa tersebut, atau langsung menjadi wirausaha yang mempekerjakan orang lain. Dalam bidang pertahanan keamanan, yang bisa dilakukan adalah gerakan sosial politik terkait kebijakan energi, pangan, dan hukum yang berlaku. Ataupun dengan pengembangan keprofesian untuk pangan dan sebagainya.