Rabu, 26 Agustus 2009

Konsep Organisasi

Oleh: Ramadhani Pratama Guna – 13407126

 

 

Organisasi. Sebuah kata yang sudah tidak asing lagi di telinga, dan boleh jadi semua orang pernah merasakan apa itu organisasi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), organisasi adalah kesatuan yang terdiri atas bagian-bagian dalam perkumpulan untuk tujuan tertentu. Tujuan sebuah organisasi adalah tujuan yang dianggap tujuan bersama sehingga orang-orang di dalamnya merasa terikat oleh tujuan tersebut, meskipun setiap individu mempunyai tujuan pribadi dalam mendirikan atau bergabung dalam suatu organisasi.

 

Organisasi dibentuk untuk memaksimalkan potensi, dalam artian, dalam mencapai tujuan yang besar, dibutuhkan tata kelola yang jelas, pembagian kerja yang jelas, terstruktur, dan yang pasti saling bahu membahu dan konstruktif dalam mencapai tujuan bersama tersebut. Boleh jadi tujuan besar tersebut sangat sulit apabila hanya dikerjakan oleh seseorang. Mari kita ambil contoh, misalkan pada suatu tim Rally, dalam satu tim beranggotakan dua orang, yang pertama adalah driver, dan yang kedua adalah navigator. Masing-masing mempunyai kerja yang jelas dan terstruktur, serta saling bahu membahu dalam mencapai tujuan bersama, yaitu menang. Bisa kita bayangkan apabila Rally adalah olahraga perseorangan, di mana orang tersebut berperan sebagai driver sekaligus navigator yang pandangannya selalu bolak-balik antara peta dan rute sesungguhnya, berapa banyak kasus kecelakaan pada saat olahraga Rally.

 

Singkat kata, menurut West, Borrill, dan Unsworth (1998), organisasi harus mempunyai tiga hal. Pertama, kerja dari tiap-tiap elemen, atau bahkan dalam scope terkecil, yaitu individu, harus tidak sendiri, tidak mandiri, dan mesti saling terkoordinasi. Kedua, setiap anggota harus memilki peran yang khusus dan spesifik. Ketiga, harus mempunyai tujuan bersama yang ingin dicapai.

 

Tujuan besar organisasi lebih dikenal dengan istilah visi, yaitu impian, dambaan, dan suatu kondisi ideal yang hampir tidak akan tercapai oleh organisasi tersebut, karena jika visi tersebut tercapai, maka bubarlah organisasi tersebut. Dari visi, organisasi juga mempunyai misi, yaitu pondasi-pondasi apa saja yang akan dilakukan dalam usaha mewujudkan visi tersebut. Sama sifatnya dengan visi, misi ini juga hampir tidak akan tercapai. Karena sifat visi dan misi yang hampir tidak akan tercapai, maka organisasi butuh pengejawantahan visi dan misi ke dalam hal-hal yang lebih spesifik, terukur, dapat dicapai, wajar, dan berbatas waktu. Inilah yang biasa disebut targetan, atau capaian, atau goal. Jika visi ibarat puncak gunung yang sangat tinggi, targetan ibarat anak tangga-anak tangga yang memudahkan kita untuk mendaki puncak.   

 

Jika kita melihat suatu perusahaan, misalkan, dengan visimenjadi lima besar perusahaan manufaktur dunia 2020”, sebenarnya itu adalah target atau goal. Sementara misi yang ditetapkan untuk mencapai goal tersebut adalah sama dengan misi dalam mencapai visi perusahaan. Lalu pertanyaannya sekarang, apakah visi sebenarnya dari perusahaan tersebut? Maka semua sepakat bahwa visi sebenarnya atau tujuan besarnya adalahmeraih keuntungan sebesar-besarnya”.

 

Kita juga mengenal apa yang disebut strategi dalam suatu organisasi, atau sebagian orang lebih familiar dengan kata langkah strategis, atau lebih populer dengan istilah program kerja. Program kerja adalah langkah-langkah kecil dalam mendaki anak tangga-anak tangga goal yang telah kita bahas di atas.

 

Dalam berbagai sumber mengenai organisasi, kita mengenal tahapan gerak dari suatu organisasi, berupa akronim POAC, yaitu Planning, Organizing, Actuating, dan Controlling, dan apa yang telah kita bahas di atas adalah tahapan paling fundamental, yaitu planning. Perencanaan target, misi, dan strategi menjadi langkah dasar dalam suatu organisasi. Atau bahkan jika baru mendirikan organisasi, visi juga merupakan perencanaan dalam suatu organisasi. Kita sering mendengar kata-kata bijakgagal merencanakan sama dengan merencanakan kegagalan”.  Karena itulah, perencanaan ini sifatnya fundamental.

 

Setelah planning, langkah selanjutnya adalah organizing, berupa analisis kerja, bagian apa-apa saja yang dibutuhkan untuk menerapkan strategi-strategi yang telah direncanakan. Juga dilakukan pembagian kerja atau peran, pola hubungan, posisi suatu bagian, dan sebagainya. Tahap organizing biasanya menghasilkan struktur organisasi atau struktur kerja, termasuk pemimpin. Terkadang, pemimpin dipilih di awal, sebelum melakukan planning. Pemimpin inilah yang akan memimpin atau membimbing organisasi agar tetap pada jalannya untuk mencapai visi yang telah direncanakan.

 

Tahap actuating adalah tahap perwujudan, tahap transformasi perencanaan menjadi tindakan-tindakan nyata, berupa pelaksanaan strategi-strategi yang telah ditetapkan. Inilah tahap krusial dalam organisasi, di mana pada tahap ini, pengujian integritas, komitmen, dan konsistensi dari suatu organisasi dilakukan, apakah organisasi tersebut hanya pandai merencanakan tetapi gagal dalam geraknya atau tidak. Seringkali organisasi mengalami guncangan-guncangan di tahap ini.

 

Terakhir, yaitu tahap controlling. Ini yang seringkali diabaikan oleh organisasi, terutama di Indonesia. Dilupakan di sini bukan berarti tidak melakukan sama sekali, akan tetapi pelaksanaan kontrol atau kendali kerja ini seringkali tidak berjalan dengan baik dan konsisten, sehingga pengendalian kualitas kerja seringkali dianaktirikan. Padahal, pengendalian kualitas kerja inilah yang mengukur sejauh mana organisasi telah bergerak sejauh ini, apakah lambat, cepat, atau malah kehilangan arah, sehingga tidak menuju tujuan. Nantinya, kontrol ini memberikan feedback, yang akan mempengaruhi sikap kerja, atau bahkan mempengaruhi hal yang lebih fundamental, yaitu goal (Klein, 1989).

 

Itulah konsep dasar sebuah organisasi, punya tujuan dan rencana yang jelas, punya pembagian peran, punya pola hubungan tiap-tiap bagian peran, melakukan peran, dan adanya evaluasi terhadap apa yang dilakukan.

Sabtu, 08 Agustus 2009

TUJUAN PENDIDIKAN DAN PERAN KITA

 

Bismillahirrahmaanirrahim

 

Sedikit Pengantar

 

Catatan sebelumnya dari saya lebih menekankan pada makna pendidikan (seharusnya). Review dikit ah, bahwa pendidikan itu semestinya mengembangkan, atau menumbuhkan, atau menyuburkan potensi dasar (fitrah) manusia yang dibawa sejak lahir. Tetapi, pengembangan di sini tetap harus dituntun atau diarahkan. Jadi, bukan mengubah atau mengganti, oke?

 

Manusia di satu sisi bisa menjadi subjek pendidikan dan si lain sisi bisa menjadi objek pendidikan, bahkan mungkin bisa keduanya sekaligus, yang dinamakan dengan Pendidikan Orang Dewasa (POD). POD menyatakan bahwa manusia seharusnya sadar dan mempunyai tanggung jawab untuk mengembangkan potensi-potensi dasar yang ada pada diri mereka sehingga mereka merancang sendiri metode yang dapat dilakukan, serta melakukannya untuk mereka sendiri.

 

Tahap selanjutnya adalah kita akan membahas tentang untuk apa pendidikan itu dilaksanakan? Tapi terlebih dahulu mari kita bahas mengenai hakikat penciptaan manusia, kenapa? Karena ya tadi, manusia itu merupakan subjek sekaligus objek pendidikan. Jadi, mari kita bahas tentang manusia.

 

Hakikat Penciptaan Manusia

 

Tujuan pendidikan dapat kita lihat dari tujuan penciptaan manusia secara umum. Dari berbagai agama samawi (agama yang turun dari “langit”) dan sumber referensi lain dapat disimpulkan bahwa tujuan penciptaan manusia adalah untuk mengabdi kepada Penciptanya. Ibarat, kita diciptakan karena ada sesuatu yang harus kita lakukan, dan hal yang harus kita lakukan adalah melaksanakan apa yang diinginkan Pencipta manusia. Hal ini menunjukkan bahwa kita adalah makhluk Tuhan yang menanggung amanah, atau disimpulkan mengabdi kepada Tuhan.

 

Selain makhluk Tuhan, manusia juga dijabarkan dari berbagai sisi bahasa. Manusia menurut bahasa, salah satu referensinya dapat kita temukan dalam bahasa Arab. Dalam bahasa Arab, manusia dikenal dengan tiga kata, yaitu al-insan, an-nas, dan al-basyar. Dari tiga kata ini, terdefinisilah secara jelas hakikat manusia. Pertama, kata al-insan merujuk kepada arti manusia sebagai sesuatu yang diciptakan, maksudnya adalah pemikul amanah/tanggung jawab, seperti yang telah kita bahas di atas.

 

Kedua, kata an-nas menunjukkan manusia secara jamak, atau secara golongan, atau secara ramai-ramai. Ini pertanda, bahwa manusia selain makhluk ciptaan Tuhan juga makhluk sosial, yang hidup harus saling bergolongan/beramai-ramai. Saling bahu membahu dalam rangka mewujudkan tanggung jawab yang diberikan Tuhan.

 

Ketiga, kata basyar yang berasal dari kata basyarah, yang berarti permukaan kulit, wajah, dan tubuh. Artinya, dalam makna yang luas, manusia adalah makhluk biologis. Inilah mengapa, Rasul atau pemuka-pemuka agama –yang dijunjung atau disucikan- tetap “dianggap” manusia. Karena memang, secara biologis sama dengan manusia pada umumnya. Namun, memang ada perbedaan, terutama dalam hal insaniyah, yaitu dalam hal kesadaran tanggung jawab. Kebanyakan, orang-orang yang “diagungkan” lebih utama dalam hal insaniyah, yaitu lebih sadar akan tanggung jawabnya sebagai pemikul amanah, yang kemudian insaniyah ini mengejawantah kepada an-nas dan basyar ini.

 

Dari penjabaran di atas, dapat kita simpulkan premis awal, bahwa memang tujuan pendidikan itu dalam rangka menunjang peran kita dalam ketiga hal tersebut, yaitu peran kita sebagai makhluk Tuhan, yang tidak bisa sendiri dan harus beramai-ramai dalam mengemban amanah di alam ini, sebagai tempat kita dapat menjalankannya.

 

Ki Hajar Dewantara menjabarkan tujuan pendidikan adalah untuk menjadi manusia yang sempurna, yaitu manusia yang hidup selaras dengan alam dan masyarakatnya. Kemudian, Sayid Sabiq juga mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah agar manusia menjadi anggota masyarakat yang bermanfaat, baik bagi diri maupun masyarakatnya (ummatnya).

Kesimpulannya, dapat kita pahami bahwa pendidikan yang kita lakukan bertujuan untuk menunjang diri kita/mengarahkan diri kita agar kita dapat bermanfaat bagi masyarakat dan lingkungan sekitar, serta menjaga dan memakmurkannya dalam rangka mengemban tanggung jawab yang diberikan Tuhan kepada kita. Sepakat?

 

Jadi, secara umum, Pendidikan adalah usaha yang dilakukan, baik mandiri ataupun bersama-sama dalam rangka mengembangkan, menumbuhkan, atau menyuburkan potensi dasar manusia yang dibawa saat lahir (fitrah), untuk menunjangnya agar dapat bermanfaat bagi masyarakat dan lingkungan sekitar, serta menjaga dan memakmurkannya, dalam rangka mengemban tanggung jawab yang diberikan Tuhan.

 

Peran Mahasiswa Untuk Mencapai Tujuan Pendidikan

 

Mahasiswa identik dengan peralihan dari anak-anak menjadi dewasa, bahkan sampai ke tahap dewasa. Sesuai dengan yang dijabarkan oleh Alan Rogers, bahwa dewasa adalah mempunyai kesadaran atau tanggung jawab terhadap dirinya.

 

Muhammad Hatta secara tersirat mengatakan bahwa seharusnya mahasiswa, dalam periodenya di perguruan tinggi adalah dalam rangka mengembangkan diri, ataupun mempersiapkan diri. Sehingga pada saat mereka keluar dari bangku kuliah, mereka diharapkan sudah siap untuk mengemban “amanah besar” mereka, yaitu bermanfaat bagi masyarakat dan lingkungan sekitar, dalam rangka mengemban tanggung jawab yang diberikan Tuhan.

 

Dalam masa peralihan ini (dari anak menuju dewasa), mahasiswa masih perlu “pembimbing” yang membimbing dan mengarahkan dalam rangka menumbuhkan potensi mereka. Namun, di suatu sisi, mahasiswa sebagai orang yang mulai dewasa juga seharusnya sadar akan tanggung jawabnya, sehingga setiap mahasiswa seharusnya dapat menemukan potensi diri manakah yang masih kurang dan harus mereka kembangkan untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut.

 

Pendidikan di Indonesia secara umum sudah ideal dari segi konsep, hal ini terlihat dalam UU tentang Sistem Pendidikan Nasional. Namun, dalam tataran implementasi, hal ini sangat jauh dari konsep yang dijabarkannya. Untuk itulah, ada dua peran yang dapat kita lakukan kedepannya dalam menghadapi hal ini. Pertama, perubahan yang bersifat sangat mendasar, yaitu, kita persiapkan diri kita sebagai politikus-politikus pengambil kebijakan, yang akan merubah kebijakan implementasi pendidikan Indonesia agar lebih baik. Namun, itu hal yang perlu persiapan sangat baik dan eskalasi yang jelas. Sementara menunggu itu, kita dapat melakukan langkah kedua, yaitu perubahan yang bersifat instant tapi tetap mendasar, bagaimana kita menyiasatinya. Itu tadi, kembali kepada kedewasaan kita, yaitu tanggung jawab terhadap diri kita sendiri untuk mencari yang terbaik. Itulah maksud dari continuous improvement, makna pendidikan yang hakiki.