Senin, 01 November 2010

Tentang Harapan...

Tentang Harapan

Nasihat dan Keteladanan

Sebagian dari kita mungkin mengetahui tentang Tariq bin Ziyad. Orang-orang spanyol mengenalnya dengan nama Taric el Tuerto, yang berarti Tariq yang memiliki satu mata. Fokus. Dia adalah seorang jenderal perang. Dengan pimpinannya pasukan perang muslim berhasil menaklukkan daerah Andalusia, daerah yang kini menjadi Spanyol, Portugal, Andorra, dan Giblartar. Dia adalah salah satu referensi terbaik jika kita ingin mencari tokohselain rasul- yang terkategorikan sebagai pemimpin. Pemimpin yang hebat, yang bisa menggelorakan semangat pasukannya, membangkitkan semangat juangnya, untuk satu tujuan: tegaknya Islam di seluruh penjuru bumi Allah.

Pemimpin adalah ia yang bisa membagi mimpinya, dan orang lain mengikutinya karena mimpi yang dibaginya. Tidak mudah menggerakkan ribuan orang hingga mereka benar-benar bergerak. Selama ini ternyata membuat orang lain sepakat dengan mimpi kita tidaklah cukup. Menjadikannya mimpi bersama ternyata merupakan tahap paling dini dalam membuat orang lain mau bergerak.

Menjadikannya meresap dalam hati, baru hanya bisa mengeluarkan rasa. Belum bisa menggerakkan raga. Butuh satu sentuhan lagi untuk membuat orang lain bergerak: kepeloporan dan keteladanan. Karenanya, tidak heran jika Rasul mengemukakan bahwa satu keteladanan lebih baik ketimbang seribu nasihat. Bukan menafikkan nasihat, bukan pula mengecilkan efektivitas dari sebuah nasihat, akan tetapi menyempurnakannya dengan teladan adalah jauh lebih baik ketimbang hanya meninggalkannya dengan nasihat.

Komitmen dan Totalitas

Sekarang kita kembali kepada penaklukkan Andalusia. Sebenarnya, penaklukkan ini bukanlah kerja keras Tariq seorang. Sebelumnya Tharif bin Malik pernah membawa pasukannya ke Andalusia untuk merintis dan menyelidik tentang kekuatan kerajaan Visigothic, yang sedang berkuasa di sana. Hingga pada akhirnya mimpi ini diteruskan oleh Tariq.

Dengan sekitar 7000 bala tentara yang telah dibekali dengan semangat dan keimanan, Tariq mantap untuk maju. Menyeberangi laut dengan membawa pasukan yang banyak bukan perkara mudah. Tanpa komitmen yang kuat, bisa saja terjadi kericuan dan penurunan mental pasukan untuk berperang. Bukan tidak mugkin sebuah kapal lari dan memisahkan diri dari rombongan yang ada di lautan. Apalagi dengan fakta bahwa pasukan yang dipimpinnya berasal dari suku-suku yang berbeda: Barbar dan Arab. Sebagian besar pasukan yang terdiri dari suku Barbar adalah atas kiriman dari pemimpin Afrika Utara saat itu, Musa bin Nushair, dan sebagian lainnya adalah suku Arab kiriman dari Khalifah Al-Walid, dari Damaskus.

Sungguh, tidak ada kata lain yang dapat mempersatukan dua suku yang berbeda tempat berkembangnya untuk menjadi satu kesatuan yang rapi kecuali dengan adanya komitmen dan kesadaran bersama terkait mimpi yang akan dituju.

Setelah tiba di Andalus, Tariq langsung memerintahkan pasukannya untuk membakar semua kapal yang mereka pakai untuk menyeberang. Sebuah hal yang mengagetkan. Namun lebih mengagetkan lagi ketika kita mengetahui bahwa memang pasukannya adalah pasukan yang berkomitmen dan ingin total dalam berperang, sehingga sekejap habislah semua kapal mereka. Tentunya manusiawi ketika ada yang berpikir bahwa keputusan ini adalah keputusan yang bodoh, tentu ada yang tidak setuju dengan keputusan ini. Namun, komitmen telah meredam semua gejolak emosi yang terjadi. Kesadaran dan totalitas dalam berjuang.

Penaklukkan Andalusia juga didukung oleh melemahnya kekuatan kerajaan Visigothic akibat konflik internal. Dan kita dapat belajar bahwa kerajaan ini punya masalah dengan mimpi-mimpinya, dengan tujuan bersama setiap rakyatnya, yang pada akhirnya membuat mereka lemah. Sekali lagi, komitmen terhadap tujuan adalah hal yang sangat penting.

Keikhlasan dan Kesabaran

Tidak ada jalan untuk melarikan diri! Laut di belakang kalian, dan musuh di depan kalian: Demi Allah, tidak ada yang dapat kalian sekarang lakukan kecuali bersungguh-sungguh penuh keikhlasan dan kesabaran.” (Tariq bin Ziyad)

Kita telah belajar mengenai totalitas dan komitmen. Sekarang kita akan belajar mengenai keikhlasan dan kesabaran. Mewujudkan mimpi tidak semudah melahirkannya. Tentu akan ada riak-riak yang terjadi, akan ada kerikil-kerikil tajam di sepanjang jalan, tebing curam yang harus dilewati, dan beragam cobaan lainnya. Keikhlasan dan kesabaranlah kuncinya.

Ini baru dalam konteks penaklukan Andalusia, yang mungkin hanya dilakukan dalam hitungan hari atau bulan. Lalu jika kita membesarkan konteks bahasan kita mengenai penaklukan peradaban, tentunya kadar keikhlasan dan kesabaran haruslah juga semakin besar. Ikhlas dalam bergerak, berperan, membagi peran, ataupun diberikan peran. Juga sabar dalam menghadapi konflik, sabar dalam mengatasi penurunan ghirah, menjaganya, dan bahkan membuatnya agar tetap menjadi tujuan turun temurun antar generasi.

Yakinlah, setiap tujuan butuh keikhlasan dan kesabaran. Apalagi jika tujuan itu adalah perintah Allah. Ia tidak akan menyia-nyiakan usaha kita. Datangnya musibah adalah evaluasi bagi kita untuk memperbaiki keikhlasan, juga ujian mengenai kesabaran.

Sekarang, sudah sampai manakah harapan bersama kita sekarang?