Sabtu, 25 Desember 2010

Bermimpi Tentang Perekonomian Indonesia

Bermimpi Tentang Perekonomian Indonesia

Mari kita bermimpi tentang perekonomian Indonesia. Mari kita memasang asa tentang kesejahteraan ekonomi masyarakat. Semua kesejahteraan bermula dari sini. Bahkan ketenangan jiwapun tidak akan tercapai jika belum tercapainya kesejahteraan ekonomi. Karl Marx juga pernah berkata bahwa perubahan masyarakat ditentukan oleh faktor ekonominya. Karena itulah, perekonomian merupakan hal yang penting dalam sebuah tatanan masyarakat.

Selanjutnya, mari kita identifikasi hal apa saja yang menjadi impian kita terhadap perekonomian Indonesia. Konsepsi ideal perekonomian Indonesia meliputi perekonomian yang efektif dalam pengentasan kemiskinan, pengangguran, dan kesenjangan sosial. Hal ini juga ditopang oleh motor ekonomi berbasis sektor riil, bukan sektor moneter yang penuh ketidakpastian. Dalam mengelolanya kita juga harus bersifat efisien, tidak melakukan pemborosan, agar terjadi pembangunan yang berkelanjutan. Kesemuanya itu harus juga didukung oleh peran pemerintah. Pemerintah harus berperan aktif, agar perekonomian benar-benar berjalan dengan baik.

Pengentasan kemiskinan, pengangguran, dan kesenjangan sosial

Semua perekonomian tentunya bertujuan untuk mengentaskan kemiskinan dan mencapai kesejahteraan. Pengentasan kemiskinan berjalan paralel dengan peningkatan taraf hidup masyarakat. Oleh karena itu, threshold kemiskinan harus semakin meningkat dari waktu ke waktu.
 
Untuk itu, diperlukan sebuah ambang batas yang benar-benar sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia. Parameternya harus komprehensif, meliputi pendapatan, pengeluaran, dan biaya hidup rata-rata tiap daerah. Kemiskinan bukan hanya dinilai dari pendapatan per hari, namun dilihat dari seberapa mampu seseorang memenuhi kebutuhan untuk tetap bertahan hidup. Kebutuhan itu meliputi pangan, sandang, papan, pendidikan, dan kesehatan. Apabila pendapatan yang ia peroleh tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar tersebut, maka ia dikategorikan miskin, meskipun pendapatannya besar.

Barulah ketika semua masyarakat sudah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya, peningkatan taraf hidup dapat dengan segera dilaksanakan. Ambang batas kemiskinan pada tahap ini akan semakin meningkat. Masyarakat yang hanya bisa memenuhi kebutuhan dasar dianggap miskin, dan seterusnya.[1] Peningkatan taraf hidup inilah yang semakin lama menyebabkan perubahan pada masyarakat. Kesejahteraan dan ketenangan jiwa akan semakin meningkat seiring peningkatan taraf hidup masyarakat. Sehingga peradaban juga akan semakin tinggi.

Pengentasan kemiskinan juga terkait dengan tingkat pengangguran. Pengangguran dalam hal ini adalah seseorang yang tidak berpenghasilan. Penyebab awal kemiskinan adalah tidak adanya penghasilan. Kita tidak bisa berbicara peningkatan taraf hidup apabila masih banyak masyarakat yang tidak berpenghasilan.

Oleh karena itu, peningkatan lapangan pekerjaan dan iklim usaha yang baik harus tercipta demi pengentasan kemiskinan. Investasi usaha yang minim bukan hambatan bagi penciptaan lapangan pekerjaan. Pemerintah bisa membuat badan usaha milik negara untuk menyerap banyak tenaga kerja. Selama sumber daya dasar suatu negara masih ada, di situ pula badan usaha –milik negara maupun swasta– masih bisa berdiri.

Berbicara pengangguran juga berbicara tentang keahlian dan kemampuan yang dimiliki seseorang. Untuk itu, peningkatan kemampuan dan keahlian seseorang harus dilakukan. Hal ini bisa dilakukan dengan pendidikan. Masyarakat harus terdidik dengan baik, secara formal maupun informal. Oleh karena itu, aksesibilitas pendidikan harus ditingkatkan. Sementara, ketidakmampuan masyarakat yang bersifat kosmik, seperti kecacatan fisik, sehingga ia tidak bisa bekerja dan berpenghasilan, negara harus menjamin kehidupannya, hingga mencapai kesejahteraan juga.[2]

Pada akhirnya, pengentasan kemiskinan dan pengurangan pengangguran bertujuan pada pengurangan kesenjangan sosial-ekonomi. Kesenjangan sosial ekonomi adalah keniscayaan, namun tidak boleh ada kesenjangan yang terlampau dalam. Adanya Teori Optimalitas Paretto dalam perekonomian, yang menyatakan bahwa 80% uang yang beredar dalam suatu negara dikuasai hanya oleh 20% penduduknya, sementara 20% sisanya dikuasai oleh 80% penduduknya harus diminimalkan.[3]

Untuk itu, indikator perekonomian juga harus dibuat lebih komprehensif, tidak boleh berdasarkan hal yang bersifat material saja. Samuelson pernah berujar bahwa hal yang seperti ini tidak akan bisa menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat dengan baik. Sehingga pemerataan ekonomi juga tidak bisa terlaksana dengan baik. Kesejahteraan bukan dinilai dari seberapa banyak orang yang mampu bisa mendapatkan sebanyak-banyaknya barang, namun lebih kepada seberapa banyak orang yang bisa memenuhi semua kebutuhannya, meskipun pendapatannya kecil.[4]

Motor ekonomi berbasis sektor riil

Agar dicapai perekonomian yang berjalan dengan efektif, yang dapat mengentaskan kemiskinan, mengurangi pengangguran, dan memperkecil kesenjangan, perekonomian harus senantiasa digerakkan oleh aktivitas-aktivitas ekonomi berskala mikro. Aktivitas-aktivitas ini kemudian menjadi roda-roda penggerak perekonomian dalam skala yang lebih besar. Untuk itulah, diperlukan motor ekonomi yang solid, massif, dan stabil.

Motor ekonomi yang solid adalah perekonomian yang didasarkan pada struktur yang konkrit, dibangun atas dasar kejelasan tentang apa yang akan diproduksi, untuk siapa memproduksi, dan bagaimana memproduksi. Kesemua proses yang ada harus jelas, dan menghindari adanya hal-hal yang abu-abu dan berbau spekulatif. Dengan menghindari spekulasi dan ketidakjelasan, aktivitas-aktivitas ekonomi akan berjalan dengan stabil dan pelaku-pelakunya diliputi ketenangan dalam menjalani tiap prosesnya.

Perekonomian juga harus berjalan dengan massif, dalam artian sebanyak-banyaknya masyarakat harus terlibat dalam aktivitas perekonomian. Hal ini dikarenakan aktivitas ekonomi adalah kunci untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat. Atas dasar inilah, motor perekonomian harus dapat dijangkau oleh semua kalangan, apapun statusnya, di manapun ia berada. Untuk itu, kita dapat berkesimpulan bahwa sektor riil-lah yang paling dapat diandalkan agar aktivitas ekonomi dapat berjalan dengan partisipasi sebesar-besarnya masyarakat, solid, dan stabil.

Fakta di berbagai negara telah menunjukkan tentang bagaimana perekonomian diselamatkan karena kekuatan sektor riilnya, baik skala besar ataupun skala mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Di saat sektor moneter ambruk dan terombang-ambing karena keterhubungan langsungnya dengan krisis, sektor riil dengan mulusnya tetap bergerak naik, meskipun tetap saja ada dampak krisis. Pengembangan sektor riil merupakan syarat mutlak bagi kestabilan dan perkembangan perekonomian suatu negara.[5]

Efisiensi proses pengelolaan sumber daya alam untuk mewujudkan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan

Kesejahteraan masyarakat merupakan hal yang paling utama. Namun yang perlu kita ingat adalah bahwa masyarakat tidaklah dilihat dari perspektif sekarang saja. Masyarakat tentunya adalah sebuah entitas yang berhubungan dengan rentang waktu, dahulu, sekarang, dan akan datang. Apa yang ada sekarang pada hakikatnya adalah warisan masyarakat dahulu, dan apa yang akan tersisa nantinya adalah warisan masyarakat sekarang kepada masyarakat masa depan.

Proses ekonomi yang menjadikan sumber daya sebagai input sedari sekarang haruslah memperhitungkan akan keterbatasan sumber daya. Meskipun tidak semua sumber daya di negara ini terbatas. Namun, sedari sekarang kita harus arif dalam mengelola sumber daya, sehingga baik proses pengelolaannnya maupun penggunaannya berjalan dengan efisien. Kita harus benar-benar memisahkan antara needs dan want, dan perlahan-lahan mengurangi porsi want dalam daftar hal-hal yang akan didapatkan.

Peningkatan eksponensial dari grafik pertumbuhan masyarakat dunia saat ini menuntut adanya daya dukung sumber daya yang semakin besar. Tidak heran apabila kapasitas produksi barang-barang produksi saat ini meningkat tajam, ditandai dengan konsumsi karbon dunia yang juga meningkat secara eksponensial. Kondisi ini tentunya berpengaruh pada konsumsi sumber daya yang menjadi input dasar perekonomian.

Tantangan ke depan adalah bagaimana sumber daya yang ada harus kita pergunakan dengan seefisien mungkin. Kita perlu melakukan diversifikasi penggunaan sumber daya, sambil melakukan proses recovery sumber daya yang bisa diperbaharui. Pembangunan yang berkelanjutan adalah mutlak dilakukan agar generasi-generasi mendatang juga turut merasakan kesejahteraan hidup di dunia. Kemajuan bangsa ini juga sangat ditopang oleh ketersediaan sumber dayanya, oleh karena itu adalah hal yang naïf jika kita tidak berbicara mengenai pembangunan yang berkelanjutan.

Peran pemerintah

Perekonomian yang baik tidak akan berjalan tanpa adanya mekanisme intervensi dari pemerintah yang berperan sebagai self restraint. Adam Smith dalam bukunya The Wealth of Nation mengemukakan arti penting dari self restraint yang harus selalu ada dan menjadi kontrol dari adanya self interest.[6] Konsep inti inilah yang memberi semacam lampu hijau kepada pemerintah untuk mengintervensi pasar lebih dalam. Self interest tanpa adanya kontrol ibarat sistem perekonomian yang banyak diterapkan di berbagai negara belakangan ini: liberal. Semua pelaku-pelaku ekonomi bebas untuk menjadikan semua hal yang ada dapat bernilai ekonomis. Pasar yang sangat bebas dan percaya penuh akan keampuhan invisible hand. Liberalisasi akan memperparah instabilitas ekonomi.[7]

Pemerintah harus berperan aktif dalam rangka mengelola perekonomian. Pemerintah bukanlah pelaku ekonomi, tetapi pengelolanya. Mengelola agar perekonomian berhasil mencapai tujuannya: mengentaskan kemiskinan, mengurangi pengangguran, dan mempersempit kesenjangan sosial. Pemerintah bisa berperan dengan menerapkan serangkaian aturan hukum dan kebijakan-kebijakan perekonomian, ataupun dengan program kerja yang dirancang untuk memenuhi target perekonomian tertentu.

Pemerintah bisa memberlakukan aturan hukum dan perundangan non-pajak. Hal ini untuk mengatasi ketidak efisienan pasar terkait monopoli dan eksternalitas. Contoh perundangan yang bisa dibuat adalah UU pelarangan monopoli, UU usaha dan bisnis, UU anti-polusi, UU pengelolaan limbah, UU lingkungan, dll. Hal lain yang dilakukan adalah pembiayaan dan atau subsidi barang publik (public goods) seperti jembatan, jaringan jalan raya, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, dll.[8]

Selanjutnya, pengenaan pajak progresif atas pendapatan juga dapat dilakukan. Hal ini untuk meminimasi kesenjangan sosial yang terlalu ekstrem. Pajak progresif adalah pajak yang proporsinya sesuai dengan pendapatan yang diterima. Akan semakin naik apabila pendapatan juga semakin meningkat. Mekanisme lainnya adalah subsidi atau bantuan sosial. Hasil dari pajak progresif harus diputar kembali ke masyarakat.[9] Tentunya masyarakat yang miskin, yang belum mampu memenuhi kebutuhan dasarnya. Variasi program ini sangat banyak, bisa dengan insentif langsung berupa uang tunai, seperti BLT dan BOS, ataupun subsidi tidak langsung seperti subsidi BBM, Listrik, dan Pupuk.

Terakhir, terkait kebijakan moneter. Dilakukan untuk menetapkan jumlah uang beredar yang dapat mempengaruhi suku bunga, investasi, dan konsumsi. Sementara, kebijakan fiskal dilakukan untuk mengenakan pajak dan mengadakan pembelanjaan. Bertujuan untuk menyeimbangkan pendapatan pemerintah.

[1] M. Baqir Ash Shadr. Iqtishaduna. 2008. Jakarta: Zahra Publishing House.
[2] Ibid.
[3] Joseph E. Stiglitz. Dekade Keserakahan. 2003. Tangerang: Marjin Kiri.
[4] Samuelson, P.A., dan Nordbaus, W. D,. Macroeconomics. 14th ed. 1992. New York: McGraw-Hill, Inc.
[5] Lalu M. S. Wangsa. Merebut Hati Rakyat Melalui Nasionalisme, Demokrasi, dan Pembangunan Ekonomi. 2004. Jakarta: Primamedia Pustaka.
[6] Widjajono Partowidagdo. Mengenal Pembangunan dan Analisis Kebijakan. 2010. Bandung: Program Pascasarjana Studi Pembangunan ITB.
[7] Joseph E. Stiglitz. Dekade Keserakahan. 2003. Tangerang: Marjin Kiri.
[8] Abdullah Azwar Anas. Mengawal Negara Budiman. 2009. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
[9] Samuelson, P.A., dan Nordbaus, W. D,. Macroeconomics. 14th ed. 1992. New York: McGraw-Hill, Inc.

Tidak ada komentar: