Kamis, 31 Juli 2008

Di balik kecantikan Bandung (Bag.1)

Preface Bandung

Bandung, Parijs Van Java, sebuah kota metropolitan sejuk yang terletak tepat di tengah Propinsi Jawa Barat dengan penduduk sekitar 2,5 juta ini menyimpan banyak cerita menarik. Kota yang berketinggian sekitar 700 meter di atas permukaan laut rata-rata ini mempunyaiwajah” yang luar biasa menarik. Kemolekan pesona alam pegunungan di utara dan selatan, belum lagi kawasan perbukitan di seluruh keliling bak menjadi sebuah natural defense system yang apik nan menawan.

Tak hanya lingkungan, Bandung-pun molek dengan downtown-nya yang seakan menjadi sebuah mix renyah dengan bagunan-bangunan classic art-deco khas negeri kincir angin dengan bangunan-bangunan kontemporer futuristik yang mengapit sekitarnya, belum lagi kawasan hijau Cibeunying dengan pohon-pohon rindangnya hampir di setiap tepi jalan. Selain itu, rapatnya bangunan-bangunan di kota ini juga membawa kesan hangat antara sesama tetangga yang secara otomatis memudarkan hawa dingin yang meliputinya.

Penduduk kota ini-pun terkesan ramah, bermartabat, dan religius. Terlepas dari rumor kenakalan remaja yang sempat menyeruak beberapa periode lalu. Pria sunda yang berwibawa dan cakap dipadu dengan mojang yang kalem dan ayu memberi kesan tambahan terhadap kota ini. Belum lagi kelezatan kuliner sunda dengan sambal pedasnya yang khas menambah kesan renyah untuk kota ini. Wah, pokoknya akan menghabiskan banyak tulisan jika membahas bandung secara keseluruhan.

Bandung juga terkenal dengan kota religi, tidak sedikit da’i-da’iyah tangguh muncul dari kota kembang ini, sebut saja KH Abdullah Gymnastiar, Athian Ali M Dai, KH Miftah Faridl, dan lain-lain yang sangat banyak. Tidak hanya Islam, Bandung sebagai kota yang pernah terjamah langsung oleh Belanda juga mewariskan kepekatan Nasrani, di mana banyak gereja-gereja besar berdiri di Bandung, banyak orang-orang Nasrani terutama dari etnis Tionghoa berdomisili di kota ini. Tidak cukup dengan warisan Nasrani-nya, Belanda-pun mewariskan agama yang lain yang cukup berkuasa di Belanda, apalagi kalau bukan Yahudi.

Memang, secara kasat mata, tidak ditemukan Sinagog di Bandung (karena sinagog satu-satunya terdapat di Surabaya), juga tidak ditemukan gambaran-gambaran atau oretan ketuhanan Yahudi, seperti Yahweh dan Dewa Ra. Tapi beberapa kali saya menemukan simbol-simbol pergerakan Yahudi di Bandung, hal inilah yang membuat saya tertarik membahas sedikit tentang simbol-simbol Yahudi Bandung, sebelumnya saya tegaskan, bahwa saya tidak bermaksud memfitnah perusahaan-perusahaan/badan-badan/pihak-pihak yang akan saya bahas setelah ini.

Mengapa Bandung?

Mengapa saya membahas Bandung, Pertama, karena menurut saya, Bandunglah yang paling “parah” menunjukkan simbol-simbol Yahudi-nya dibanding kota-kota lain seperti Surabaya, Semarang, dan Yogyakarta. Tentunya setelah Jakarta (kota dengan banyak kepentingan), Kedua, saya sekarang untuk insya Allah minimal 3 tahun kedepan tetap akan berdomisili di Bandung, Ketiga, karena latar belakang Bandung yang pernah terjamah lansung oleh Belanda, bahkan kota ini pada awalnya dijadikan rest area bagi menir-menirah Belanda. Hal ini disa dilihat dari Belanda-nya Jalan Braga, mewahnya Hotel Savoy-Homann, Grand Preanger, putihnya Gedung Merdeka (Asia Afrika), santernya Technische Hoogeschool (TH, sekarang ITB), dan juga mega teropong Observatorium Bosscha.

Tidak ada komentar: