Jumat, 03 September 2010

…Fid Dun’ya Hasanah, Wa Fil Akhirati Hasanah…

"Barang siapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di (dunia) ini apa yang Kami kehendaki. Kemudian Kami sediakan baginya (di akhirat) neraka Jahanam; dia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir." (QS. Al-Isra', 17: 18)

Maha Suci Allah, yang tidak pernah dan tidak akan pernah ingkar janji. Bahwasanya, Allah sudah memberikan kita potensi yang sangat besar lagi sempurna: akal, hati, dan jasad. Allah-pun telah memberikan segenap petunjuknya. Roadmap kehidupan beserta tahapan strategisnya, tujuan beserta rambu-rambunya. Dan hidup ini selalu dihiasi dengan pilihan dan resiko. Pilihan adalah masalah baik-buruk dan benar-salah. Sementara resiko hanya masalah baik-buruk. Apapun pilihan yang kita ambil, benar tapi buruk, atau salah tapi baik, resikonya tetap hanyalah dua: baik atau buruk.

Kemudian, kehidupan manusia di dunia ini hanya masalah misi dan tujuan. Kemakmuran dan kesejahteraan dunia adalah tujuannya. Masalah makanan, minuman, rumah, dan segala pernak-perniknya hanya masalah pendukung saja. Itu permasalahan dunia. Tapi kenapa kita terus menerus menghendaki dunia tanpa adanya orientasi yang lebih besar, yaitu akhirat? Ternyata manusia belum cukup visioner. Ternyata manusia baru bisa menghendaki hanya sampai tataran infrastruktur pendukung. Bukankah Maslow pernah mengemukakan bahwa kebutuhan manusia yang paling dasar adalah makanan, tempat tinggal, dan pakaian. Agak ke atas, kebutuhan itu bernama keamanan. Ke atas lagi, kebutuhan itu bernama sosial (menjadi makhluk sosial, bersosialisasi). Ke atas lagi, tentang keindahan. Dan yang paling atas adalah aktualisasi diri. Tapi lantas, mengapa aktualisasi diri yang terbayang hanya untuk dunia? Mengapa tidak juga untuk akhirat?

Apakah karena manusia belum pernah singgah (atau mungkin mencoba hidup) di akhirat? Ataukah akhirat belum tergambar jelas di benak kita masing-masing? Lantas mau apa? Aliran sungai yang jernih dan gemercik air yang menenangkan telinga. Lalu birunya langit yang cerah tetapi berhawa sejuk. Pohon buah yang selalu menyediakan buahnya yang manis dan tiada duanya. Pernah kau bayangkan sebuah mangga yang kuning merona, manisnya meresap, dagingnya empuk, dan berhak kita dapatkan secara gratis, kapanpun, di manapun di tempat tersebut. Lantas kita berkumpul sambil berbincang-bincang di atas dipan-dipan. Diiringi oleh minuman arak yang tidak memabukkan, yang langsung diambil dari sungai arak yang mengalir. Dibawa dan dituangkan oleh wanita (kita sebut bidadari) yang cantik jelita, anggun, selalu malu, dan menundukkan pandangannya. Kehidupan yang sangat damai.

Atau kita ingin masuk ke tempat yang gelap lagi merah. Penuh dengan asap, sesak, dan panas (sekali). Penghuni yang selalu berteriak kesakitan. Penjaga-penjaga yang menatap dengan tatapan menyeramkan, keras, lagi tajam. Api adalah bahan dasarnya. Dan segala hiruk pikuk yang ada. Dan jika api yang panas itu membakar kulit, maka tidak hanya kulit yang terasa, namun seluruh tubuh. Dan hal ini akan terus beriterasi sampai entah kapan. Kita tidak tahu apakah di tempat itu hanya 'singgah' dalam waktu yang lama sekali, atau selamanya. Na'udzubillah..

Allah sudah berjanji bahwa segala kehendak manusia atas kehidupan dunia akan dipenuhi. PASTI !

Harta dan segala derivasinya, Tahta dan segala derivasinya, dan Wanita dan segala derivasinya. Permasalahan sekarang adalah, kita punya kehendak yang kuat atau tidak.

Namun, lagi-lagi dunia ini hanya identik dengan infrastruktur pendukung. Kerdil sekali jika kita akhir dari orientasi kita hanya pada dunia. Kalau begitu kita terlalu menyia-nyiakan kenikmatan yang paling besar: menatap langsung wajah Allah. Tidakkah kita rindu untuk ingin bertemu dengan Dzat yang selalu mengizinkan kita untuk memilih. Memberi kita kebebasan bertindak, memberi nafas, memberi detakan jantung, memberi kemudahan untuk kita dalam mencapai dunia. Tidakkah kita rindu dengan Dzat yang pasti memberikan dunia jika kita menghendakinya.

Terus terang, saat ini aku rindu dengan-Nya…

Robbana atina fid dun'ya hasanah, wa fil akhirati hasanah, wa kinna adzaban naar…

Tidak ada komentar: